Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kala Pandemi, Nongkrong di Kafe Serasa Melakukan "Pelarian Berbahaya"

24 Juli 2020   08:15 Diperbarui: 27 Juli 2020   04:35 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mencari kafe yang jauh dari keramaian pusat kota, berpeluang rendah untuk didatangi satgas covid-19, dan menerapkan protokol kesehatan ketat bukanlah hal mudah. - Dokumen pribadi

Akhirnya, saya mengikuti bujuk dan rayuan rekan untuk bersua dan nongkrong di kafe.

Ajakan ini sebenarnya spontan saja. Hati saya mengatakan antara ya dan tidak untuk menjawabnya. Ya karena sudah berbulan-bulan kami tak bersua dan tidak lantaran masih takut untuk melakukan tindakan yang kini berbahaya itu. Belum lagi, angka kasus positif covid-19 di kota saya juga masih banyak.

Ternyata, ketakutan saya juga dirasakan oleh rekan saya yang lain. Mereka pun banyak yang takut untuk nongkrong di kafe terutama jika ada banyak pengunjung di sana.

Hampir setengah jam saat kami semua berkumpul di rumah salah seorang rekan dan berdiskusi kafe mana di Kota Malang yang kira-kira nongkrong-able dan tentunya aman nyaman.

Satu per satu kafe pun didaftar oleh rekan saya yang gemar nongkrong ke kafe sebelum pandemi. Saya yang lama tinggal di luar kota dan sebenarnya tidak terlalu suka nongkrong hanya menjadi penggembira. Yang penting kafe tersebut tidak ramai, menerapkan protokol kesehatan yang ketat, dan tetunya harga menu yang ditawarkan masih terjangkau.

Namun, ada satu lagi yang menjadi prasyarat kafe yang akan kami tuju benar-benar bisa masuk kriteria. Yakni, kemungkinan untuk didatangi oleh Tim Satgas covid-19 haruslah rendah. Bukan isapan jempol, kini satgas covid-19 gemar melakukan razia secara acak pada kafe-kafe yang kemungkinan ramai pengunjung serta abai terhadap pedoman mengenai adaptasi kenormalan baru.

Daftar nama kafe pun diutarakan oleh teman saya dan hampir semuanya terpantau ramai. Itu terlihat dari kabar dan foto yang diperoleh rekan saya yang teman-temannya sudah nongkrong di kafe tertentu. Rata-rata, tentu para mahasiswa yang sudah seakan lepas dari belenggu di rumah saja selama berbulan-bulan.

Yang saya takjub, ada beberapa kafe yang saya ingat dulu sepi dan sering saya gunakan untuk mengerjakan tugas, kini juga ikut ramai. Barangkali, banyak kafe yang belum buka sehingga kafe-kafe tersebut ramai didatangi oleh para penggemar kopi. Terlebih, letaknya yang berada di tengah kota dan mudah dijangkau oleh khalayak. Dan, tempat menarik serta alunan musik yang mengalun juga menjadi incaran.

Tak ada kafe yang benar-benar cocok untuk dijadikan rujukan membuat kami terpaksa memutuskan berkeliling dulu sambil melihat situasi dan kondisi. Dengan menumpang mobil seorang rekan, kami pun mulai membelah jalanan Kota Malang di malam Minggu tersebut.

Baru sekitar 10 menit berjalan, sudah ada lebih dari 12 kafe yang semuanya ramai oleh pengunjung. Bahkan, beberapa diantaranya dipenuhi mobil dan motor yang terparkir di pinggir jalan.

"Engkok enak-enak nyeruput kopi di-Rapid lak gak lucu".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun