Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Nasib "Travel Writer" Tanpa Traveling dan Proyeksi Pariwisata Masa Depan

10 Juni 2020   07:14 Diperbarui: 10 Juni 2020   15:01 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa minggu yang lalu, saya berkesempatan mengikuti webinar yang diadakan oleh sebuah portal web traveling. Dalam kesempatan tersebut, ada tiga travel writer yang secara gamblang memberikan perspektifnya bagaimana bisa bertahan sebagai travel writer di tengah pandemi covid-19 ini.

Mereka adalah Trinity, penulis buku Naked Traveler, Ariev Rahman dengan blog terkenalnya backpackstory, dan Murni Amalia Ridha pengelola indohoy.com.

Tidak ada tempat wisata yang buka memang menjadi masalah utama. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), selama awal tahun 2020 kemarin, Indonesia telah kehilangan atau defisit turis sebanyak 1,1 juta orang jika dibandingkan pada tahun sebelumnya.

Dari data BPS, jumlah kunjungan yang hilang pada triwulan pertama tersebut bisa digunakan untuk mengisi hotel di Indonesia selama 3 hari berturut-turut. Dampak Covid-19 pun memukul industri pariwisata yang menyebabkan sekitar 1/3 hotel harus tutup.

Nah, sebagai travel writer, tentu penutupan berbagai perjalanan dan tempat wisata, baik di dalam maupun luar negeri tentu sangat berdampak banyak. Tidak ada jalan-jalan berarti tidak ada konten yang bisa dibuat sehingga tidak ada pemasukan.

Meski demikian, cukup menarik untuk menyimak kisah mereka bagaimana bisa menjalankan hari-hari tanpa jalan-jalan. Dampak cukup besar dirasakan oleh Trinity. Dengan banyaknya toko buku yang tutup secara otomatis penjualan buku pun merosot tajam. Padahal, salah satu pemasukan utama dari Trinity adalah dari royalti buku.

Memang, masih ada penjualan buku secara daring maupun ebook. Tetapi, menurut Trinity, kebiasaan orang Indonesia adalah membeli buku di toko buku selepas mereka memilah buku-buku yang lain. Praktis, walau beberapa penerbit atau pun toko buku daring begitu semangat menjual buku secara daring, itu tidak terlalu banyak. Tanpa traveling berarti pula tak ada pemasukan dari sponsorship.   

Kondisi hampir sama dialami oleh Ariev Rahman dan Murni Amalia yang mengalami penurunan publikasi mengenai traveling akibat corona ini. Disadari atau tidak, portal-portal wisata juga mulai mengurangi konten mereka karena memang tak banyak tempat wisata yang bisa dikunjungi saat ini.

Lantas, apa solusi yang bisa mereka lakukan?

Menyimpan uang dalam bentuk deposito adalah cara yang bisa dilakukan. Seperti yang dipaparkan Trinity, deposito memberikan bunga yang lumayan jika dibandingkan menyimpan uang pada tabungan. Yang terpenting adalah selalu ada dana darurat yang bisa menutupi biaya hidup selama 3-6 bulan.

Sementara itu, Ariev Rahman kini fokus mengisi konten YouTube-nya karena kini konten YouTube banyak dicari selama masa di rumah saja. Tak hanya itu, Ariev juga membuat webinar berkutat bidang yang dikuasainya.

Yang mencengangkan, ia bahkan sampai menjual kaos demi menambah penghasilan. Ariev pun juga membuka pendaftaran trip pada tahun depan. Wah boleh juga idenya.

Sementara, Murni Ridha masih berkutat pada pekerjaan utamanya karena menjadi travel writer sebenarnya bukan menjadi kegiatan utamanya.

Lalu, apa dampak bagi mental yang dirasakan akibat lama tidak jalan-jalan ini?

Lantaran bukan kegiatan utamanya, Murni Ridha masih mencoba tetap happy melakukan kegiatan di rumah saja. Ia pun menjalankan berbagai hobi barunya. Menurutnya, saat ini pun juga tak bisa jalan-jalan. Bahkan, keluar kota saja sulit.

Sementara itu, menurut Ariev, kondisi tidak jalan-jalan banyak yang menganggap dirinya libur. Padahal, ia masih bekerja di sebuah instansi dari rumah saja. Ia pun memaksimalkan waktu dengan berolahraga sambil mengasuh putranya.

Lain pula yang dialami oleh Trinity yang hampir jarang di rumah sebelum wabah Covid-19 menyerang. Dengan di rumah saja, praktis ia sempat mengalami break down dan tidak produktif menulis. Untuk itulah, kini ia mengikuti kelas-kelas menulis lagi dan kegiatan kepenulisan lain.

Dampak covid-19 memang memukul dunia pariwisata. Apakah mereka menyesal menjadi travel writer?

Semuanya sepakat menjawab tidak karena memang kegiatan jalan-jalan dan menulis adalah kegiatan yang mereka gemari. Mereka pun dan kita semua akan memulai lagi dari nol untuk merintis lagi. Ada satu paparan menarik dari mereka semua mengenai gaya hidup yang sederhana yang melekat pada mereka. 

Persepsi kaya dan banyak uang ternyata berbanding terbalik dengan pengakuan mereka yang kerap mengirit demi bisa jalan-jalan. Inilah prinsip teguh yang bisa diambil dari seorang traveler. Makanya, dengan adanya covid-19 ini menjadi momen yang tepat untuk lebih cerdas dalam mengelola keuangan.

Lalu, bagaimana proyeksi pariwisata masa depan dari ketiga travel writer ini selepas covid-19 nanti?

Ketiganya sepakat bahwa nanti pariwisata domestik akan pulih lebih dulu. Tempat-tempat menarik seperti Yogyakarta dan Bali adalah beberapa di antaranya.

Orang-orang akan berpikir bahwa yang terpenting mereka bisa jalan-jalan dulu setelah sekian lama terkungkung dalam rumah. Tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri.

Para peserta webinar. - Dokumen pribadi
Para peserta webinar. - Dokumen pribadi
Untuk itulah, menurut Trinity, demand atau permintaan terhadap jasa pariwisata masihlah ada. Selama orang beraktivitas sehari-hari, pikiran untuk jalan-jalan tetaplah terpatri.

Makanya, selepas pandemi ini, Ariev memproyeksikan akan ada diskon besar-besaran dari pelaku wisata untuk menarik kembali minat masyarakat berjalan-jalan.

Tentu, promo perjalanan domestik yang akan lebih diminati dibandingkan dengan perjalanan ke luar negeri. Apalagi, kini beberapa negara mensyaratkan ketat siapa saja yang akan masuk ke negaranya.

Pada masa mendatang, orang akan lebih kalap untuk jalan-jalan. Makanya, menurut Murni Ridha, ia melihat dulu situasi dan kondisi dan akan ke kota terdekat saja sesuai kebutuhan yang dimilikinya. Semisal, sekalian dengan menemui kerabat di luar kota.

Agar dunia pariwisata Indonesia bisa bangkit kembali, jaminan keamanan dan kesehatan juga perlu dilakukan. Pemerintah harus lebih tegas dalam memberikan izin usaha pariwisata. Pembatasan jumlah kunjungan ke tempat wisata tertentu juga bisa dilakukan. Pemberian reward bagi mereka yang baik dalam menjalankan usahanya serta punishment bagi mereka yang melanggar juga sangat dianjurkan.

Di sisi lain, ketiganya tetap akan membantu dunia pariwisata Indoensia. Baik dengan mengulas apa yang menarik dan apa yang sudah siap dari sebuah tempat wisata dalam menyambut kenormalan baru.

Dukungan bagi mereka yang terdampak langsung semisal penjual suvenir juga dilakukan. Dalam berpromosi, kehati-hatian juga tetap dilakukan dengan tentu mengulas lebih dalam sebuah tempat wisata tersebut.

Dan, bagaimana proyeksi dunia pariwisata menurut Anda sendiri?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun