Yang mencengangkan, ia bahkan sampai menjual kaos demi menambah penghasilan. Ariev pun juga membuka pendaftaran trip pada tahun depan. Wah boleh juga idenya.
Sementara, Murni Ridha masih berkutat pada pekerjaan utamanya karena menjadi travel writer sebenarnya bukan menjadi kegiatan utamanya.
Lalu, apa dampak bagi mental yang dirasakan akibat lama tidak jalan-jalan ini?
Lantaran bukan kegiatan utamanya, Murni Ridha masih mencoba tetap happy melakukan kegiatan di rumah saja. Ia pun menjalankan berbagai hobi barunya. Menurutnya, saat ini pun juga tak bisa jalan-jalan. Bahkan, keluar kota saja sulit.
Sementara itu, menurut Ariev, kondisi tidak jalan-jalan banyak yang menganggap dirinya libur. Padahal, ia masih bekerja di sebuah instansi dari rumah saja. Ia pun memaksimalkan waktu dengan berolahraga sambil mengasuh putranya.
Lain pula yang dialami oleh Trinity yang hampir jarang di rumah sebelum wabah Covid-19 menyerang. Dengan di rumah saja, praktis ia sempat mengalami break down dan tidak produktif menulis. Untuk itulah, kini ia mengikuti kelas-kelas menulis lagi dan kegiatan kepenulisan lain.
Dampak covid-19 memang memukul dunia pariwisata. Apakah mereka menyesal menjadi travel writer?
Semuanya sepakat menjawab tidak karena memang kegiatan jalan-jalan dan menulis adalah kegiatan yang mereka gemari. Mereka pun dan kita semua akan memulai lagi dari nol untuk merintis lagi. Ada satu paparan menarik dari mereka semua mengenai gaya hidup yang sederhana yang melekat pada mereka.Â
Persepsi kaya dan banyak uang ternyata berbanding terbalik dengan pengakuan mereka yang kerap mengirit demi bisa jalan-jalan. Inilah prinsip teguh yang bisa diambil dari seorang traveler. Makanya, dengan adanya covid-19 ini menjadi momen yang tepat untuk lebih cerdas dalam mengelola keuangan.
Lalu, bagaimana proyeksi pariwisata masa depan dari ketiga travel writer ini selepas covid-19 nanti?
Ketiganya sepakat bahwa nanti pariwisata domestik akan pulih lebih dulu. Tempat-tempat menarik seperti Yogyakarta dan Bali adalah beberapa di antaranya.