Wabah covid-19 yang merebak sejak bulan Maret 2020 kemarin benar-benar mengganggu kegiatan ekonomi keluarga saya. Ayah saya yang biasanya mendapat orderan untuk membuat topi dan seragam sekolah, kini harus menutup usahanya sementara waktu. Alasannya, ketidakpastian kapan sekolah bisa normal kembali membuat permintaan terhadap barang atribut sekolah ini menurun drastis.
Sementara, adik saya yang biasanya banjir orderan buket bunga untuk kegiatan wisuda juga tak lagi menerima satu pun orderan. Tak lain, kini prosesi wisuda dilakukan secara daring. Sementara, saya pun mengakhiri kegiatan bimbel yang saya kelola karena kegiatan sekolah memang masih terhenti. Hanya ibu saya yang tetap melakukan tugas administrasinya sebagai guru meski di rumah saja.
Praktis, tak banyak pemasukan yang bisa kami dapatkan. Pada awal wabah ini merebak, mulanya kami bingung untuk melakukan pekerjaan baru yang bisa menghasilkan. Akhirnya, setelah melakukan beberapa kali pertimbangan, akhirnya adik saya berjualan kue dan ayah saya membuat masker untuk dijual. Â
Sedangkan, saya kebagian untuk menjual serta mengantarkan barang yang dibeli oleh para pelanggan. Berjualan adalah cara yang bisa dilakukan dengan mudah saat ini karena kegiatan konsumsi masih berjalan. Berjualan pun menjadi cara cerdas berperilaku di tengah pandemi ini.
Mulanya, adik saya tidak berniat untuk menjual kue yang dimasaknya. Ini bermula dari upaya menghemat pengeluaran jajan di luar agar keuangan keluarga tetap terjaga sekaligus menyalurkan hobinya. Dengan membuat kue sendiri, pengeluaran untuk konsumsi makanan di luar pun menjadi terkendali. Jika pengeluaran untuk konsumsi bisa dikendalikan, maka penarikan simpanan di bank secara besar-besaran (rush money) Â pun tidak terjadi.
Lama-kelamaan, kue yang dibuat oleh adik saya digemari oleh kerabat dekat. Beberapa diantara mereka ada yang memesannya untuk dikonsumsi sendiri atau digunakan sebagai kue hantaran lebaran kemarin. Walau belum banyak, tetapi kegiatan ini bisa menjadi pengisi waktu luang baginya yang sementara ini belum bekerja. Tak hanya itu, adik saya juga mendapat pemasukan yang lumayan meski melakukan aktivitas di rumah saja. Ia juga tidak lagi meminta uang dari ayah atau ibu saya karena sudah bisa mendapat pemasukan sendiri.
 Keputusan ini diambil selain mempertimbangkan masa simpan bahan yang cenderung lebih singkat, juga menjadi cara cerdas untuk menjaga stabilitas keuangan. Alasannya, modal yang dimiliki oleh adik saya tidaklah terlalu banyak. Bagaimana jika sudah membeli banyak bahan tetapi akhirnya rusak sebelum digunakan?
Lain halnya yang dilakukan oleh ayah saya yang semakin rajin membuat masker dari kain perca. Beliau mengumpulkan kain perca untuk dibuat masker nonmedis dengan berbagai tipe dan ukuran. Mulai anak-anak hingga dewasa. Dengan tekun, beliau membuat hampir seratus masker tiap hari untuk dijual di toko terdekat dan beberapa tetangga.