Pelajaran ketiga, penggunaan anggaran yang digunakan  Pemkot Malang juga harus belajar dari apa yang dilakukan pemerintah kolonial saat pandemi pes. Pemerintah kolonial membangun Kampung Kayutangan dalam proyek penataan kota.Â
Di kampung yang kini menjadi salah satu kampung tematik wisata Kota Malang itu, pemerintah membangun jalur-jalur sungai dengan bentukan baru dan juga semacam saluran air di mulut gang seperti sebuah kamar. Saluran ini akan mengontrol debit air sehingga pengendalian habitat tikus bisa ditangani.
Mirisnya, di tengah pandemi ini, Pemkot Malang malah sempat melakukan peletakan batu pertama gedung bersama Pemkot Malang. Sontak, kegiatan ini langsung dipaido -- dihujat -- oleh warga Malang karena sangat tidak tepat. Kalau saja hujatan itu tidak bertubi-tubi dari segenap lapisan masyarakat, bisa jadi pembangunan ini terus berlangsung. Akhirnya, Pemkot Malang pun membatalkan pembangunan yang menelan dana sekitar 45,4 miliar rupiah tersebut.
Dana yang banyak tersebut bisa dialihkan untuk upaya pencegahan covid-19 secara lebih masif. Semisal tentang perbanyakan tempat cuci tangan hingga melakukan upaya sterilisasi di dalam kampung-kampung serta fasilitas umum lainnya.
Pembelajaran terkahir adalah keseriusan dalam usaha menerjunkan tim medis terkait wabah yang tengah berlangsung. Pemerintah kolonial meminta mahasiswa-mahasiswa STOVIA untuk terjun langsung ke Kota Malang setelah banyak dokter Belanda yang tidak berani datang ke kota ini akibat wabah yang semakin mengerikan.
Dokter Tjipto Mangoenkoesoemo adalah salah satu dokter muda yang terjun langsung ke Malang pada tahun 1911. Beliau tanpa rasa takut datang ke kota ini untuk menyisir wilayah Kota Malang dengan konsentrasi penderita wabah pes yang tinggi.Â
Beliau juga mengkritik kebijakan pemerintah kolonial Belanda mengenai keterbatasan APD dan adanya pengucilan masyarakat yang terkena penyakit pes. Melalui tulisannya yang berjudul De Pest op Java en Hare Bestrijding, kisahnya saat berjuang di Kota Malang melawan wabah pes dipaparkan dengan lengkap.
Melawan stigma masyarakat terhadap mereka yang terjangkit penyakit juga menjadi pekerjaan rumah. Masih banyak warga Malang yang memiliki stigma buruk terhadap mereka yang tidak saja positif menderita covid-19 tetapi yang masih berstatus ODP dan PDP.
Dari kisah yang ditulis oleh Dokter Cipto yang kini namanya menjadi salah satu nama jalan di Kota Malang, Pemkot Malang sebenarnya harus mau belajar banyak.Â
Tak hanya Pemkot Malang, masyarakat Kota Malang juga harus yakin dengan pola hidup sehat dan pembatasan kegiatan yang sesuai dengan keadaan saat ini, wabah ini akan bisa diatasi. Keberhasilan Kota Malang yang bisa kembali normal setelah pagebluk pes dan menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang menerapkan karantina wilayah harus terus diambil spiritnya.