Walau beberapa detik kemudian sandal berwarna biru itu terlihat kembali, nyatanya ia kembali lenyap tergulung ombak. Muncul lenyap hingga akhirnya benar-benar lenyap. Barangkali, ia sudah terbawa arus Samudra Hindia dan akan ditemukan oleh penjaga Pulau Chrismast atau bahkan pengunjung pantai di Australia. Ah entahlah. Yang jelas saya bergidik melihat ganasnya ombak yang menggulung sandal jepit saya.
Kini, saya hanya mengenakan satu buah sandal jepit di bagian kiri. Lantaran terasa unfaedah, maka saya pun melarung sandal saya yang masih tersisa itu dan memilih tidak beralaskan kaki. Dengan tertatih-tatih, saya pun akhirnya tiba di bagian bibir pantai yang lain.
Rupanya, di sana sudah ramai oleh anak-anak seusia SMA yang bermain sepak bola. Walau ombaknya ganas, tetapi pantai ini memiliki bibir pantai yang luas. Pasir halus yang membungkusnya membuat pantai ini bisa digunakan untuk berbagai kegiatan. Kemah, bermain voli, atau bahkan panggung kontes kecantikan. Dibandingkan pantai-pantai selatan di Malang yang lain saya rasa bibir pantai ini yang terluas.
Makanya, pengelola pantai ini menyediakan semacam
camping area yang bisa digunakan siapa saja yang ingin bermalam. Wah, seru juga ya. Namun, saya masih ingin menjelajah pantai yang lain. Jadi, mungkin lain waktu dan setelah corona mereda ini pengalaman itu akan saya coba. Jadi, saya memilih bermain ayunan yang dipasang di sebuah pohon besar.
Lantaran masih cukup sepi dan tidak ada pengunjung lain, maka saya pun mengayunkan tubuh saya yang tambun. Sambil memandang birunya air laut dan menikmati sepoi angin yang berembus, sungguh surga dunia bisa saya rasakan. Suara jangkrik yang menandakan musim kemarau tiba menambah syahdu suasana. Kalau diteruskan, bisa-bisa saya ketiduran.
Rekan saya pun mengajak saya mencuci kaki dan segera cabut. Butuh tenaga ekstra untuk kembali ke parkiran karena kami harus menaiki puluhan anak tangga. Walau agak berat untuk menyudahi perjalanan ini, tetapi saya puas bisa datang ke salah satu pantai terbaik di Malang ini. Yang harus dikunjungi jika pandemi mengerikan ini berakhir. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Trip Selengkapnya