Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Lupa Diet di Angkringan Kelas Resto Wedangan Omah Lawas Solo

13 Maret 2020   08:17 Diperbarui: 13 Maret 2020   08:20 2366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbagai lauk di Angringan Omah Lawas Solo. - Dokumen Pribadi

Solo yang masih bersaudara dengan Jogja tentu memiliki kekayaan budaya yang hampir serupa. Kuliner adalah salah satu diantaranya. Bukan saja surabi dan nasi liwetnya, Solo juga memiliki khazanah angkringan yang begitu menggugah selera.

Uniknya, beberapa waktu terakhir, banyak angkringan yang sudah tak lagi menempati pinggir jalan dan berstatus pedagang kaki lima. Beberapa diantaranya sudah bertransformasi menjadi warung makan yang cukup luas. Dan ada pula yang sudah mengalami pergeseran wujud menjadi sebuah resto yang membuat daya tariknya semakin paripurna.

Meski tentu, ada beberapa pertanyaan yang timbul seputar harga yang ditawarkan. Berada di sebuah bangunan bagus tentu ada harga lebih dibandingkan di pinggir jalan. Angkringan yang semula terasosiasi dengan makanan yang murah pun berubah menjadi makanan kelas atas. Apakah itu benar adanya?

Ternyata tidak juga. Walau awalnya saya menemukan konsep angkringan resto dengan harga makanan yang cukup mahal, tetapi akhirnya saya mendapatkan sebuah angkringan resto yang harganya tak jauh dari angkringan kaki lima. Naluri saya pun mengatakan bahwa dompet saya dan uang di dalamnya tak akan banyak terkuras habis demi nafsu makan saya yang kini mulai menggila.

Wedangan Omah Solo namanya. Saya langsung tertarik datang ke sana. Selain telah melihat ulasan positif di Google map, letaknya kebetulan dekat dengan penginapan saya di kawasan Serengan, Kota Surakarta. Angkringan resto ini tepatnya berada di Jalan Dr. Supomo, Mangkubumen, Banjarsari, Surakarta. Hanya kurang dari 5 menit saya sudah berada di lokasi santapan ini.

Makan angkringan serasa di kafe. - Dokumen Pribadi
Makan angkringan serasa di kafe. - Dokumen Pribadi

Apa yang diulas di Google map ternyata benar. Menempati sebuah bangunan tua dengan taman yang cukup luas, saya sangat takjub pada awalnya. Baru kali ini saya memasuki sebuah tempat makan yang serasa kafe tapi menjual nasi kucing dan kawan-kawannya.

Tanpa banyak kata, saya langsung mengajak kawan saya untuk segera memesan apa saja yang ada di sana. Ternyata, oleh pelayan resto, saya diarahkan untuk memesan minuman terlebih dahulu. Ada banyak minuman yang tersaji di sini. STMJ dan beberapa racikan kopi adalah favoritnya. Sayang, penyakit GERD yang menyerang membuat saya hanya bisa memesan teh hangat.

Pesan minum dulu. Eh, Masnya sadar kamera, je! - Dokumen Pribadi
Pesan minum dulu. Eh, Masnya sadar kamera, je! - Dokumen Pribadi

Lantas, saya memilih beberapa macam nasi kucing yang dijual di sini. Wah, melihat bungkusan nasi yang tersaji di depan saya membuat saya bingung. Ada nasi oseng tempe yang menjadi menu wajib, nasi sawi asin, nasi sambael teri, nasi sambal suwir ayam, nasi ati, dan beberapa varian lain. Kalau saja perut saya normal dan menampung banyak, maka saya akan mengambil semuanya. Saya pun memutuskan untuk membeli nasi oseng tempe yang juga sering saya beli di Jogja.

Astaghfirullah saya pilih yang mana ya. - Dokumen Pribadi
Astaghfirullah saya pilih yang mana ya. - Dokumen Pribadi

Harga satu bungkus nasi kucing adalah 7.000 rupiah. Kalau dilihat memang lebih mahal dari nasi kucing pada umumnya yang hanya sekitar 2.000 rupiah. Namun, jangan salah. Porsinya jauh lebih besar. Kira-kira, sekitar 2,5 kali dari porsi nasi kucing pada umumnya. Ya sebandinglah dengan harga.

Lepas memilih nasi, saya pun harus galau berlipat saat akan memilih lauk pendamping nasi yang akan saya santap. Ditata rapi di sebuah gerobak, lauk-lauk itu seakan memanggil saya untuk mengambil mereka. Ada tempura, sosis, aneka baceman seperti tempe dan tahu, mendoan, ayam bakar, tahu isi, telur puyuh, telur dadar, tempe menjes, otak-otak, usus, dan beberap olahan cumi serta udang. Astaghfirullah, godaan untuk mengambil semua seakan hinggap di jendela. Semoga saya masih bisa terselamatkan oleh hidayah dari Tuhan Yang Maha Esa untuk realistis bisa makan lauk yang mana saja.

Bingung kan mau memilih yang mana? - Dokumen Pribadi
Bingung kan mau memilih yang mana? - Dokumen Pribadi

Saya pun akhirnya mengambil tahu isi, tempe menjes, telur dadar, telur puyuh, dan ayam bakar. Masih sedikit kan? Saya PD mengambil itu semua lantaran harga satu lauk berkisar 3.000 hingga 10.000 rupiah saja. Lagi pula, rekan saya sedang tidak ingin mengambil lauk jadi ya saya anggaran makan saya habiskan semua, hehe.

Sama halnya dengan angkringan pada umumnya, sebelum disantap makanan harus dibakar dulu. Saya pun awalnya menunggu di tempat pembakaran selepas membayar di kasir yang habis sekitar 35.000 untuk dua orang. Ternyata, saya sebenarnya tak perlu menunggu karena makanan akan diantar nantinya. Akhirnya, saya pun meminta rekan untuk memilih tempat.

Jangan lupa dibakar dulu ya - Dokumen Pribadi
Jangan lupa dibakar dulu ya - Dokumen Pribadi

Sempat akan memilih di taman, tetapi kami tiba-tiba ingin lesehan. Jadi, kami pun masuk ke ruangan resto itu dan menempati bagian tengah. Luas juga ternyata. Banyak keluarga yang memilih Wedang Omah Lawas Solo ini untuk bersantap bersama keluarga. Ada pula ruangan VIP yang bisa dipesan jauh hari jika ada acara khusus. Nama omah lawas memang pantas disematkan karena selain menempati rumah lama, aneka ornamen yang ada di dalamnya cukup antik. Beberapa lukisan menghiasi dinding ruangan. Seakan-akan saya lupa sedang akan menikmati angkringan.

Tak terasa, makanan pun tiba. Nah, ini yang ditunggu-tunggu. Saya langsung membuka  bungkusan nasi yang sudah hangat. Menyantap satu suapan nasi oseng tempe adalah surga dunia. Walau sedikit pedas, saya masih bisa menoleransinya. Bumbu kecap yang menyertainya juga menjadi pelengkap yang asyik. Dipadupadankan dengan beberapa macam baceman, rasanya menyantap hangat nasi kucing itu adalah hal bahagia saat berada di Solo. Rekan saya yang memesan nasi sambal teri pun juga bisa merasakan hal sama. Sambalnya tidak terlalu pedas dan masih bisa ditoleransi. Jika kurang sambal masih bisa minta ke pelayannya.

Penampakan nasi oseng tempe yang saya pesan. - Dokumen Pribadi
Penampakan nasi oseng tempe yang saya pesan. - Dokumen Pribadi

Mari makan. - Dokumen Pribadi
Mari makan. - Dokumen Pribadi

Maaf ya, saya kalap, heuheu. - Dokumen Pribadi
Maaf ya, saya kalap, heuheu. - Dokumen Pribadi

Ternyata kenyang juga makan satu porsi nasi kucing ini. Saya juga bisa berlama-lama dan tak keburu ada pembeli lain yang sering saya alami saat makan nasi kucing pada umumnya. Jadi, jangan lupa datang ke sini saat ke Solo Raya.       

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun