Super bahagia.Â
Itulah yang dirasakan oleh adik perempuan saya yang beberapa hari lalu berhasil lulus dari sebuah PTS di Kota Malang. Batapa tidak, hampir lima tahun menimba ilmu di kampus tersebut, seakan perjalanan panjang tersebut terbayar sudah dengan gelaran wisuda yang ia jalani. Berhubung ini acara besar, beberapa bulan sebelum acara berlangsung saya sudah dikontak untuk bisa pulang ke Malang.
Tak hanya itu, ia pun sudah mempersiapkan baju keluarga yang akan dikenakan bersama saat wisuda nanti. Meski, pada kenyataannya saya hanya akan tampil saat foto bersama saja dan tidak ikut dalam sesi acara, persiapan ini sudah dilakukan jauh-jauh hari. Saya sampai heran kok acara wisuda seperti acara pernikahan yang perlu persiapan khusus dalam hal busana. Apakah peserta wisuda lain dan keluarganya akan berbuat sama lantaran dulu saat saya wisuda bapak dan ibu saya ya hanya berpakaian seadanya yang penting rapi.
Pertanyaan ini pun terjawab saat saya hadir di kampusnya. Bak acara pesta keluarga besar, ribuan keluarga datang dengan baju seragamnya masing-masing. Berbagai motif batik dan gaun menghiasi balutan ibu-ibu dan adik-adik perempuan yang hadir untuk kakaknya. Para bapak-bapak dan adik-adik laki-laki tak kalah dengan baju kemeja rapi jali dengan warna yang seragam. Serius, saya masih ternganga dengan apa yang saya lihat karena rentang waktu saya dan adik wisuda hanya sekitar 6 tahun. Perubahan drastis sudah sejauh ini.
Sembari menunggu adik saya selesai menuntaskan prosesi wisudanya, saya pun mencari tempat yang sekiranya pas digunakan sebagai photoshot. Tulisan nama kampus yang berada di dekat helipad pun menjadi pilihan. Saya dan sepupu yang bertugas sebagai fotografer pun mendekati tempat itu. Dan tak dinyana, tempat itu menjadi favorit banyak keluarga wisudawan. Beberapa diantaranya bahkan mengeglar tikar di rerumputan taman di dekat tempat tersebut untuk menjaga agar tidak ditempati oleh orang lain. Dan tentunya, para penjaja foto seperti tahun sebelumnya begitu riuh berlomba-lomba mempromosikan jasanya.
Suara itu berasal dari drum yang ditabuh oleh mahasiswa Fakultas Teknik yang begitu meriah menyambut rekannya yang berhasil wisuda. Yah maklum, saya yang dulu berkuliah di Fakultas MIPA tak pernah mengetahuinya. Maklum, anak-anak Fakultas MIPA dikenal pendiam macam saya, hehe. Meski saya pernah melihat hal serupa pada beberapa akun Instagram yang mengupas kehidupan seputar kampus. Memang jiwa korsa anak-anak Teknik saya acungi jempol. Makanya, saya sengaja merekam aksi mereka yang juga mengundang perhatian keluarga wisudawan yang hadir di dalam acara kampus tersebut.
Kemeriahan acara iring-iringan menyambit wisudawan semakin meriah ketika ada satu wisudawati yang tampil. Bukan menjadi rahasia umum, seorang mahasiswi menjadi duta yang dielu-elukan di Fakultas Teknik lantaran jumlah mereka yang amat minim. Dengan balutan kebaya yang cantik dan selempang yang melekat di badan, wisudawati ini mendapat sorakan paling meriah dari rekan-rekannya yang hampir semuanya laki-laki. Ia pun begitu gembira dan menyapa siapa saja yang melihatnya layaknya Miss Universe. Kalau saja saya tidak dipanggil untuk segera berfoto lantaran adik saya sudah selesai, bisa jadi saya larut dalam acara tersebut.
Menata diri untuk photo shoot tidaklah mudah. Terlebih, kondisi panas yang menyengat dan berbagai pernak-pernik yang harus dibawa oleh adik saya seperti karangan bunga. Enam tahun berlalu perubahan itu sangat besar. Dulu, saya hanya "dipinjami" setangkai bunga mawar yang dibawa oleh seorang rekan wanita saya. Ia pun meminta saya memberikan bunga itu kepada teman lain yang wisuda untuk bergantian. Entah ia memetiknya di mana yang jelas bunga itu sebagai pemanis saat saya bersama bapak dan ibu.
Di tengah euforia itu, saya melihat seorang wisudawan yang tampak berbeda asyik berfoto di sebuah taman. Ia tak ditemani satu pun keluarganya. Hanya seorang temannya yang membantunya mengabadikan momen itu. Rupanya, ia adalah seorang mahasiswa internasional asal Sierra Lione yang lulus bersamaan dengan adik saya. Lagi-lagi, saya langsung teringat ajang Miss Universe dengan peserta asal negara tersebut. Mereka hanya berdua dan akan kembali ke negaranya pada pertengahan Maret ini. Wah selamat.
Saya membatin. Perubahan itu benar-benar besar ya. Dulu selepas saya foto di kampus beberapa kali jepretan rasanya sudah puas. Ya sudah, saya pun ikut dan menuju studio foto yang telah ia pilih. Tak dinyana, kami pun harus antre panjang lantaran begitu banyak keluarga yang juga ingin mengabadikan momen wisuda itu. Mereka juga berbalut baju seragam yang bagus dan dandanan yang oke. Saya yang habis kehujanan jadi minder lantaran penampilan saya yang sudah tak karuan. Untunglah studio foto tersebut juga menyediakan ruang ganti dan make up sehingga saya bisa berias sebentar.
Panjangnya proses dokumentasi acara wisuda yang linear dengan perjalanan para wisdawan dalam meraih gelar memang wajar. Kapan lagi mereka bisa megabadikan momen tersebut sebelum benar-benar terjun ke dunia nyata?
Walau bagi saya hal ini cukup berlebihan tapi saya memaklumi dengan perkembangan dunia digital yang semakin pesat. Pembentukan citra diri dengan berhasil menempuh pendidikan S-1 masih menjadi persepsi umum masyarakat Indonesia. Terlebih, kebanyakan dari mereka adalah para perantau dari daerah yang cukup sulit mendapatkan gelar semacam ini. Entah bagaimana perjalanan mereka nanti di tengah sulitnya mencari kerja, itu urusan belakangan. Yang jelas gelar sarjana sudah didapat dengan dokumentasi yang begitu banyak.
Selamat atas keberhasilannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H