Kala dagangan mereka habis dibeli oleh teman mereka sendiri, mereka akan memiliki kepercayaan lebih untuk mengembangkan pangan lokal ini di suatu saat nanti. Yang terpenting, muncul kesadaran bahwa pangan lokal yang bernutrisi tidak kalah enak dan menarik dibandingkan bahan pangan kekinian yang mulai mendominasi pasar makanan di Indonesia.
Lain cerita dengan sebuah MI di Kabupaten Malang yang mengadakan kegiatan serupa dengan tajuk Pasar Siaga. Pasar ini khusus dilakukan pada hari Sabtu oleh siswa Kelas II hingga VI. Tajuk Pasar Siaga diberikan karena kegiatan ini dilakukan pada jeda kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Artinya, kegiatan promosi pangan lokal juga berdampingan dengan kegiatan pramuka yang bertujuan melatih kemandirian.
Jika di SD Brugge kegiatan pasar pangan lokal dilakukan untuk menunjang Adiwiyata, maka Pasar Siaga di sekolah ini awalnya dilakukan oleh siswa Kelas IV. Mereka mengadakan pasar sederhana dalam pembelajaran Tema Makanan Sehat dan Bergizi. Salah satu indikator pembelajaran ini adalah mengenai olahan bangan pangan.Â
Tak dinyana, siswa-siswi membawa aneka olahan pangan lokal yang variatif dan kebanyakan habis terjual. Kesuksesan kegiatan ini ternyata dilirik oleh Kepala MI Mambaul Ulum dan guru lainnya. Akhirnya, para guru pun sepakat secara teratur mengadakan pasar siaga tiap hari Sabtu.
Kandungan energi pada nagasari cukup tinggi, yakni sekitar 154 kkal tiap buah. Ada pula kandungan protein sebesar 2,09 g dan lemak sebesar 2,87 g. Dengan mempelajari kandungan nutrisi pada pangan lokal, maka para siswa juga akan sadar untuk mulai mengonsumsi pangan lokal yang enak ini demi kesehatan mereka. Terlebih, kandungan energi yang tinggi pada nagasari bisa digunakan sebagai makanan berat yang mengganjal perut pada pagi hari.
Kita bisa mengambil contoh nagasari kembali yang memang enak dan mengenyangkan. Â Pembuatannnya pun mudah tetapi membutuhkan ketelatenan. Akibatnya, generasi muda banyak yang pikir-pikir untuk membuat pangan lokal ini.Â
Maka dari itu, pengembangan teknologi pangan dilakukan untuk mendapatkan bahan baku yang murah, tahan lama, dan mudah untuk digunakan. Inilah yang mendasari perlunya upaya penelitian lebih lanjut mengenai bahan baku modifikasi pangan lokal. Salah satunya adalah penggunaan tepung premix sebagai bahan nagasari.
Tepung ini dibuat dalam bentuk instan dan menghasilkan formula terbaik dari pencampuran antara tepung beras sebesar 20% dengan tepung gandum sebanyak 80%. Waktu simpan tepung ini juga bisa sepanjang 8-10 minggu. Tak hanya itu, penggunaan tepung premix sebagai bahan dasar nagasari juga memiliki kandungan gizi seperti protein, karbohidrat, dan lemak yang lebih tinggi.