Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diundang atau Tidak, Uang "Buwuhan" Harus Tetap Jalan

14 Januari 2020   08:27 Diperbarui: 14 Januari 2020   08:33 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Uniknya lagi, awalnya kami memberikan uang buwuhan itu dalam bentuk kado. Berupa barang yang kira-kira bisa digunakan bagi calon mempelai yang akan membangun biduk rumah tangga. Lama-lama, mengingat kesibukan kami yang tiada henti dan tak banyak rekan yang hadir saat resepsi pernikahan, maka kado barang pun diganti dengan uang.

Biasanya, ada saja anggota kelas kami yang mendengar desas-desus rekan yang akan menikah. Saya sampai heran bagaimana bisa mereka mendapatkan kabar itu. Rekan yang diam-diam melaksanakan hajatan pernikahan pun akhirnya tak bisa menutup diri. Lha sudah kecatat arisan buwuhan.

Makanya, meski acara pernikahan sudah berlangsung lama atau bahkan mempelai wanita sudah hamil, uang itu akan tetap diberikan. Kami juga akan menagih uang buwuhan bagi anggota yang belum membayar. 

Walau terkesan sedikit memaksa, tetapi hal ini tetap dilakukan karena uang buwuhan ini adalah salah satu -- atau bahkan satu-satunya -- tanda pertemanan dan kekerabatan. Kalau kegiatan ini dihilangkan, bisa jadi ada rekan yang sengaja menghilang dari peradaban. Tak memberi kabar jika ia menikah.

 Padahal, kami semua tentu bahagia dengan adanya pernikahan itu terlepas apapun drama yang terjadi di dalamnya. Dan uang buwuhan juga sebagai tanda bahagia kami yang tidak bisa menghadiri acara resepsi.  

Walau  tidak datang, yang penting uang buwuhan sampai di rekening mempelai pernikahan. Kalau ada yang bisa hadir, maka semua uang itu akan dititipkan kepada yang hadir jadi satu.

Di samping itu, adanya uang buwuhan, meski tidak banyak, sekitar 30 orang dikali 50.000 rupiah, bisa jadi modal awal bagi mereka yang baru menjalin hubungan sah. Ini juga sebagai penyemangat bagi mereka agar terus berjuang di kehidupan baru yang tidak mudah. 

Jadi, ketika ada desas-desus siapa yang akan menikah dalam waktu dekat, maka grup WA baru untuk mengumpulkan uang buwuhan pun akan dibuat. Tak perlu waktu lama untuk mengumpulkan uang buwuhan.

Sebagai generasi milenial, saya dan sebagian besar rekan saya sebenarnya tidak mau ambil pusing masalah undang mengundang ini. Kami masih menjaga tradisi lama dari orang tua kami. Namun, kami juga tak mau terlalu larut dalam gunjingan undangan respsi pernikahan.

Diundang atau tidak, datang atau tidak, asal yang bersangkutan dekat dan pernah memiliki hubungan dekat dengan kita, ya bagi saya wajib memberi uang buwuhan.

Sekian.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun