Sembari menunggu masakan matang, ada beberapa kegiatan yang bisa dilakukan. Tentu, mencari tempat untuk makan siang harus menjadi prioritas. Terlambat sedikit, gazebo-gazebo yang dibangun akan segera penuh. Maklum saja, bukan hanya rombongan bermotor atau bermobil yang datang ke sini, tetapi juga rombongan bus dan truk para pekerja yang sekadar singgah dan menikmati suasana.
Bukit ini merupakan bekas bendungan yang telah mengering. Saya mencoba setapak demi setapak menaiki bukit yang telah ditumbuhi tanaman liar itu. Dan alamak, usaha saya tak sia-sia. Dari atas bukit, tampak pemandangan danau yang elok dipadu dengan deretan pohon pinus di pinggirnya. Samar-samar terlihat mobil-mobil yang mulai memenuhi area parkir.
Kami diajak naik perahu berkeliling bendungan. Mumpung acara makan-makan belum mulai, begitu instruksinya. Kami pun turun dan segera menuju dermaga untuk naik ke kapal yang telah siap. Dengan tiket sebesar 5.000 rupiah, kami pun mulai berkeliling.
Rupanya, batas antara Bendungan Dempok dengan bagian Bendungan Karangaktes yang lain itu terdapat semacam keramba yang bisa jadi digunakan oleh penduduk sekitar untuk budidaya ikan. Makanya, bendungan ini seolah-olah terpisah dari Bendungan Karangkates padahal keduanya adalah satu kesatuan.
Sekitar 15 menit perhahu berjalan kami telah tiba di dermaga kembali. Dan memang waktunya pas. Pengelola warung dengan semangatnya mengeluakan nila bakar dan wader goreng lengkap dengan sambal dan lalapan. Yang teristimewa, sambal yang disajikan adalah sambal mangga muda. Yang terkenal pedas, ganas, dan asam seperti nyinyiran para tetangga.
Setelah mengerjakan rapor dan kegiatan lain, kami sangat bersyukur bisa sejenak melepas penat di Wisata Bendungan Dempok yang sayang untuk dilewatkan.