Saat masih mengajar, saya juga harus beradaptasi dengan kegiatan wisata yang dilakukan oleh Bapak/Ibu Guru. Termasuk, saat berwisata ke tempat-tempat yang lebih dikenal oleh para generasi senior.
Tempat seperti ini biasanya memiliki fasilitas gazebo yang nyaman, tidak terdapat jalan yang menanjak, serta tentunya tak jauh dari pusat kota. Salah satu tempat wisata yang sering jadi jujugan adalah wisata Dempok. Sebuah wisata bendungan yang berada di Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.
Uniknya, wisata ini memiliki kriteria seperti yang dipaparkan sebelumnya. Malah, bagi saya yang milenial, sepertinya tak ada spot menarik untuk bisa dibagikan ke laman Instragram saya.Â
Makanya, wisata ini menjadi primadona bagi rombongan pejabat, ibu-ibu PKK, ibu-ibu pengajian, dan para bapak-bapak yang mengajak serta anak istrinya. Kalau pemuja konten Instagram macam saya, sepertinya tidak.
Apa yang menarik dari tempat ini?
Lokasinya yang tak terlalu jauh dari pusat Kota Malang menjadi alasannya. Dari Malang, saya hanya perlu menuju Kota Kepanjen dan meneruskan perjalanan ke arah Bendungan Sengguruh.Â
Perjalanan lalu dilajutkan menuju Jalan Raya Desa Gampingan. Selepas melewati Lembah Kera, maka jalan akan mulai bergelombang. Di ujung jalan itulah akan tampak sebuah bendungan yang mulai mongering. Inilah Bendungan Dempok itu.
Sebenarnya, bendungan ini masih satu rangkaian dengan Bendungan Karangkates. Ia berada di sisi timur Karangkates yang telah mengalami banyak perubahan.Â
Perubahan yang sangat terlihat adalah sedimentasi di hampir semua tepinya. Sedimentasi ini bahkan membuat ilalang dan rerumputan bisa tumbuh subur di area bekas danau.


Tak perlu repot, deretan warung sudah siap menampung hasil tangkapan ikan untuk dimasak dengan cara dibakar ataupun digoreng. Tentu, dengan sambal khas yang akan memanjakan lidah pengunjung.
Sembari menunggu masakan matang, ada beberapa kegiatan yang bisa dilakukan. Tentu, mencari tempat untuk makan siang harus menjadi prioritas. Terlambat sedikit, gazebo-gazebo yang dibangun akan segera penuh. Maklum saja, bukan hanya rombongan bermotor atau bermobil yang datang ke sini, tetapi juga rombongan bus dan truk para pekerja yang sekadar singgah dan menikmati suasana.

Bukit ini merupakan bekas bendungan yang telah mengering. Saya mencoba setapak demi setapak menaiki bukit yang telah ditumbuhi tanaman liar itu. Dan alamak, usaha saya tak sia-sia. Dari atas bukit, tampak pemandangan danau yang elok dipadu dengan deretan pohon pinus di pinggirnya. Samar-samar terlihat mobil-mobil yang mulai memenuhi area parkir.

Kami diajak naik perahu berkeliling bendungan. Mumpung acara makan-makan belum mulai, begitu instruksinya. Kami pun turun dan segera menuju dermaga untuk naik ke kapal yang telah siap. Dengan tiket sebesar 5.000 rupiah, kami pun mulai berkeliling.



Rupanya, batas antara Bendungan Dempok dengan bagian Bendungan Karangaktes yang lain itu terdapat semacam keramba yang bisa jadi digunakan oleh penduduk sekitar untuk budidaya ikan. Makanya, bendungan ini seolah-olah terpisah dari Bendungan Karangkates padahal keduanya adalah satu kesatuan.
Sekitar 15 menit perhahu berjalan kami telah tiba di dermaga kembali. Dan memang waktunya pas. Pengelola warung dengan semangatnya mengeluakan nila bakar dan wader goreng lengkap dengan sambal dan lalapan. Yang teristimewa, sambal yang disajikan adalah sambal mangga muda. Yang terkenal pedas, ganas, dan asam seperti nyinyiran para tetangga.

Setelah mengerjakan rapor dan kegiatan lain, kami sangat bersyukur bisa sejenak melepas penat di Wisata Bendungan Dempok yang sayang untuk dilewatkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI