Warung di tanah lapang. - Dokumen Pribadi
Kami pun mulai mendaki bukit. Dimas memilihkan jalan yang lebih dekat tetapi memiliki elevasi yang cukup ekstrem. Saya -- yang hampir setiap tahun mengalami kenaikan berat badan dengan cukup signifikan -- harus terengah dan sesekali berhenti. Walau demikian, saya cukup menikmati perjalanan ini lantaran di sepanjang jalan setapak yang saya lalaui, telah tersedia lampu penerangan di sisi jalan. Tempat sampah yang memadai juga tersedia. Yang membuat saya semakin kagum adalah adanya beberapa bangku yang dipasang di bagian jalan yang cukup datar. Jadi, pengunjung yang sudah
ngos-ngosan seperti saya akan bisa beristirahat sejenak.
Saya memanfaatkan bagku tersebut barang sebentar. Dimas yang tertawa melihat saya kepayahan mencoba menyemangati saya. Rasa semangat saya baru kembali membara ketika saya melihat ada sesosok Bapak paruh baya yang turun dari puncak bukit. Ia yang mengenakan lampu kepala tampak cukup kepayahan menuruni bukit sambil membawa baki berisi gelas.
Jalan menuju puncak bukit dengan penerangan memadai. - Dokumen Pribadi
Ia pun menyapa kami dan turun menuju tanah lapang tempat warung-warung berjajar. Dimas mengatakan bahwa bapak itu memang bertugas membawa berbagai makanan dan minuman untuk pengunjung di atas bukit. Jadi, sang bapak akan bolak-balik naik turun bukit sepanjang malam itu sambil membawa aneka pesanan pengunjung. Menurut Dimas, ini adalag salah satu bentuk pelayanan khas dari wisata bukit ini.
Sungguh saya tercekat dan membulatkan tekad untuk bisa segera menuju puncak. Dan akhirnya kami tiba. Di puncak bukit itu, tampak samar-samar gemerlap Kota Purwokerto yang sangat jelita. Kota semu yang masih bagian dari Kabupaten Banyumas ini memang menawan. Ia tak hanya menyuguhkan keindahan alam tetapi keindahan bentang sosial di dalamnya. Tak heran, ia mendapat julukan kota pensiun lantaran kenikmatannya untuk singgah dalam waktu lama. Memberi pelayanan maksimal kepada siapa saja yang singgah ke sana.
Salah satu spot foto di puncak bukit. - Dokumen Pribadi
Termasuk pula salah satu rekan Dimas yang bertugas menjaga puncak bukit ini. Ia melayani banyak pengunjung terutama mahasiswa yang kemping di sana. Aneka tenda dan peralatan kemping pun tersedia dengan murah. Satu hal lagi yang membuat saya semakin takjub adalah adanya fasilitas internet di puncak bukit ini. Baru kali ini saya menemui tempat wisata dengan fasilitas tersebut. Untuk menikmatinya, saya harus membayar password wifi seharga 1.000 rupiah untuk satu jam penggunaan. Sungguh, harga yang sangat murah.
img20181215192626-5dbb8775d541df2918042212.jpg
Dimas (kiri) dan rekannya yang menjadi pengelola wisata ini. Dengan akses internet cepat mengunggah foto pun segera bisa dilakukan. - Dokumen Pribadi
Koneksi internet yang saya dapat cukup lancar. Saya langsung bisa mengunggah foto terbaik saya di Instagram yang langsung mendapat ratusan likes dari follower setia. Kalau tahu begini, mestinya saya  membawa laptop sembari menulis artikel di Kompasiana. Kapan lagi
ngeblog dari atas bukit ditemani segelas kopi hangat dan keindahan Kota PWT.
Hampir tiga jam lamanya saya berada di puncak bukit. Kalau tak ingat besok harus pulang dengan KA Logawa selepas subuh, pasti saya keenakan dan memutuskan menginap di sana. Di Bukit Agaran, sebuah bukit cantik yang memesona. Sebuah tempat wisata yang memiliki manajemen sederhana tetapi betul-betul memanjakan para pengunjungnya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Trip Selengkapnya