Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Macet dan Audio Ambyar, Dilema Karnaval 17an

2 September 2019   08:39 Diperbarui: 2 September 2019   08:48 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rombongan peserta karnaval membawa pesan anti rasisme. - Dokumen Pribadi

Perhelatan perayaan HUT RI ke-74 berakhir sudah dengan hadirnya bulan September.

Di berbagai daerah, perayaan ini acapkali ditutup dengan perhelatan karnaval budaya yang diselenggarakan oleh pemerintah RW, Desa/Kelurahan, Kecamatan, hingga Kota/Kabupaten. Karnaval semarak pun menjadi gong pamungkas perhelatan akbar ini yang berlangsung tiap tahun sekali.

Di balik gempita perhelatan karnaval 17an -- sebutan bagi karnaval ini -- turut pula mengiringi berbagai polemik yang turut hadir dan semestinya perlu ditindaklanjuti. Sebagai bahan pertimbangan agar karnaval serupa pada tahun berikutnya bisa lebih baik dan diterima oleh segenap lapisan masyarakat, polemik ini harus ditindaklanjuti.

Polemik pertama tentunya kemacetan. Seiring penggunaan jalan untuk kegiatan ini, otomatis pengguna jalan yang jalurnya dilewati oleh rute karnaval harus mengalah. Biasanya, rute yang akan dilalui oleh peserta karnaval lebih dulu dibagikan di berbagai media -- baik media sosial maupun selebaran -- agar pengendara motor dan pengguna jalan lain bisa melakukan antisipasi.

Untuk tidak melewati terlebih dahulu jalan yang dimaksudkan guna menghindari kemacetan parah. Biasanya, pihak penyelenggara karnaval maupun pihak berwenang -- seperti kepolisian maupun Dinas Perhubungan -- akan memberikan jalan alternatif yang bisa dilalui oleh pengguna jalan lain.  

Nyatanya, selain imbauan itu kadang tidak tersosialisasi dengan baik, volume kendaraan yang menumpuk di akhir pekan menjadikan kemacetan itu tetaplah terjadi. Demikian pula jalan alternatif yang diberikan sebagai solusi untuk mengurangi kemacetan malah akhirnya justru penyebab kemacetan. Selain sempit, jalan ini juga digunakan peserta karnaval untuk mempersiapkan diri.

Berlatih menari, menyiapkan barisan, hingga melakukan pengecekan sound system. Alhasil, dengan adanya kegiatan pra karnaval ini, jalan alternatif pun juga tak bisa dilalui. Solusi yang bisa diambil oleh pengguna jalan pun hanya satu. Tidak pergi ke mana-mana dan berdiam diri di rumah. Lantas, bagaimana jika mereka ada keperluan seperti sakit atau ada kegiatan mendesak lainnya?

                                                                                                        Peserta karnaval melakukan check sound

Kondisi semakin diperparah jika ada beberapa kegiatan karnaval dari dua atau tiga wilayah berbeda melakukan karnaval secara serentak. Kadangkala, rute yang mereka lalui beririsan menggunakan sebuah jalan utama. Dengan adanya irisan karnaval tersebut, secara otomatis tingkat kemacetan semakin parah. Pengguna jalan lain harus menyiapkan kesabaran esktra guna bisa melewati jalan tersebut. Belum lagi, jika rute kanaval malah melewati jalan alternatif yang digunakan pengguna jalan sebagai andalan. Yang terjadi selanjutnya, warna merah pada Google map akan menyala terang dan seakan mengerikan untuk dilalui.

Masalah kemacetan ini sebenarnya masih bisa ditoleransi dengan menahan emosi dan sadar diri. Masalah muncul jika pengguna jalan dan pengatur jalan tidak bisa menahan emosi akibat suasana panas terik yang melanda. Salah paham dan berujung konflik pun akan muncul.

Seperti yang terjadi pada seorang pria pengendara motor di Malang yang mengaku telah dipukul oleh oknum perangkat keamanan desa saat karnaval berlangsung. Sang pria mengaku dipukul pada bagian helm oleh oknum tersebut. Kejadian tersebut berlangsung sangat cepat dan sang pria memang telah mengikhlaskan. Walau jika dilihat kejadian ini merugikan pengendara motor, tetapi jika didalami dengan seksama, keduanya juga melakukan kesalahan.

Pengendara motor tersebut bisa jadi menerobos jalan di sebuah perempatan yang diatur oleh petugas keamanan. Kondisi jalan macet dan suasana panas membuat konflik itu kerap terjadi. Inilah yang harus menjadi pembelajaran ke depan untuk memberikan pengamanan esktra pada simpul-simpul kemacetan karena kerap saya temui petugas keamanan dari desa kurang bisa sigap dalam mengurai kemacetan. Akibatnya, masih banyak pengendara jalan yang seenaknya memasuki jalan yang sudah ditutup untuk kegiatan karnaval.

Seorang pengendara motor mengaku dipukul oleh seorang oknum petugas keamanan desa. - Dok. Komunitas Peduli Malang./Screenshoot pribadi
Seorang pengendara motor mengaku dipukul oleh seorang oknum petugas keamanan desa. - Dok. Komunitas Peduli Malang./Screenshoot pribadi
Selain kemacetan, penggunaan sound system pun juga menjadi catatan tersendiri. Semakin ke belakang, karnaval ternyata bukan lagi menjadi ajang untuk menampilkan kreativitas warga. Karnaval malah menjadi adu kuat piranti sound system peserta karnaval. Siapa yang bisa menghadirkan sound system terbesar, paling menggelegar, dan paling ambyar seakan menjadi jawara karnaval.

Walau kocek yang dirogoh sangatlah dalam, tetapi bagi beberapa pihak sound yang menggelegar tersebut dianggap berlebihan. Memboroskan uang dan malah menganggu pengguna jalan dan warga sekitar yang dilalui oleh peserta karnaval. Bagi beberapa pihak, cukup sound yang terdengar oleh pengunjung karnaval saja yang bisa digunakan. Tidak perlu menggunakan sound yang super besar hingga memekakkan telinga. Jika ada orang sakit yang butuh istirahat dan ketenangan tetapi malah ada karnaval dengan sound menggelegar -- yang bisa didengar hingga jarak 1 km hingga lebih -- tentu itu sangat menggganggu.

Pro kontra penggunaan sound. Dok. Komunutas Peduli Asli Malang/ Screeshot pribadi.
Pro kontra penggunaan sound. Dok. Komunutas Peduli Asli Malang/ Screeshot pribadi.
Masalah sound ini semakin runyam ketika banyak peserta karnaval yang tidak mengindahkan aturan keselamatan saat karnaval berlangsung. Banyak diantara peserta -- terutama yang menjadi dirigen penari -- naik ke atap sound dan berjoget sepanjang karnval berlangsung. Kadangkala, selain menggunakan mobil pick up, truck besar menjadi alat transportasi yang mereka gunakan. Bisa dibayangkan betapa berbahayanya tindakan ini.

Aksi berbahaya ini pun tak kerap memakan korban. Beberapa pemuda di Lumajang terlukan dan harus dirawat di sebuah Puskesmas lantaran terjatuh dari atas truck. Mereka jatuh saat truck yang mereka naiki melewati atap gapura yang terlalu rendah dan sound terlalu tinggi. Dengan kejadian semacam ini, untuk karnaval tahun selanjutnya haruslah diberikan pemahaman dan aturan mengenai penggunaan sound. Berapa jumlah sound yang boleh terpasang dan apa saja yang tidak boleh dilakukan di atas sound.

Sound cilik tapi horeg. Sound kecil tapi menggelegar. Ambyar. - Dokumen Pribadi.
Sound cilik tapi horeg. Sound kecil tapi menggelegar. Ambyar. - Dokumen Pribadi.
Sebelum karnaval berlangsung, penyelenggara bisa menyosialisasikan aturan tersebut dan mendorong agar peserta karnaval untuk lebih menitikberatkan pada kreativitas -- seperti kostum dan atraksi -- dan bukan pada adu gelegar sound. Rute karnaval yang akan dilewati harus benar-benar dipahami dan diantisipasi agar tidak terjadi kembali hal-hal yang diinginkan.

Semuanya kembali kepada tujuan penyelenggaraan karnaval sebagai wadah kreativitas warga, menjalin keakraban, dan memaknai perayaan proklamasi kemerdakaan.

Sekian, salam ambyar.   

Sumber:

(1) (2) (3)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun