Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kompromi Kebebasan Individu dan Kepentingan Bersama di Jakarta

21 Juni 2019   09:28 Diperbarui: 22 Juni 2019   08:41 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah taman kota di Jakarta. - Dokumentasi pribadi

Sebuah taman kota di Jakarta. - Dokumentasi pribadi
Sebuah taman kota di Jakarta. - Dokumentasi pribadi

Ketika saya menaiki Bus TransJakarta, semangat untuk kehidupan lebih baik lagi pun tampak. Para pekerja yang berjalan cepat di sepanjang jembatan penghubung antar halte TransJakarta menjadi bukti. Jakarta adalah daya tarik kehidupan sekaligus menunjukkan sisi lainnya yang keras. Yang hanya mampu dilewati mereka yang memiliki daya juang tinggi.

Penumpang menyesaki Bus TransJakarta. - Dokumentasi pribadi
Penumpang menyesaki Bus TransJakarta. - Dokumentasi pribadi

Di sisi lain, Jakarta menyimpan cerita kelamnya sendiri. Saat saya menaiki ojek daring menuju sebuah tempat, dengan asyiknya melewati gang-gang sempit. 

Sepanjang gang itu, rumah berhimpitan satu sama lain. Menurut sang driver, apa yang saya lewati itu belum ada apa-apanya jika melihat bagian Jakarta lain yang lebih kumuh dan mengerikan. Ya, saya paham hal itu karena sering mendengar dan menyaksikan tayangan di televisi mengenai kemiskinan Jakarta. 

Saya juga kerap mendengar ada sebuah tur singkat yang menuju tempat-tempat kumuh di Jakarta. Tur Kemiskinan Ibu Kota, begitu mereka menyebutnya.

Pengemudi ojek daring melewati jalan sempit di perkampungan padat penduduk. Kalau di Malang/Jogja, melewati daerah seperti ini diharuskan turun. - Dokumentasi pribadi
Pengemudi ojek daring melewati jalan sempit di perkampungan padat penduduk. Kalau di Malang/Jogja, melewati daerah seperti ini diharuskan turun. - Dokumentasi pribadi

Walau sempat ngilu dengan apa yang saya lihat, namun ada satu pelajaran berharga yang saya dapat. Warga Jakarta, yang hidup di gang-gang sempit itu, tampak bahagia dengan kehidupan mereka. Terlepas dari jeratan kehidupan yang sedang mereka jalani, saya hampir tak melihat wajah kusam warga di sana.

Ibu-ibu yang sedang asyik bersenam pagi, anak-anak yang bermain bola, hingga para orang tua yang bercakap-cakap dengan logat "loe gue end". Bagi saya, mereka tampak enjoy aja. 

Padahal, saya sudah mengelus dada kala makan di sebuah warung tegal dan mendapati tagihan makanan saya sebesar 20.000 ribu rupiah dari perkiraan saya yang hanya 12.000 rupiah.

Semua akhirnya kembali kepada preferensi masing-masing orang. Bagi saya sendiri, Jakarta tetaplah asyik untuk dikunjungi jika hanya sekadar berwisata atau menengok sanak saudara. Untuk menjalani kehidupan nyata sehari-hari, rasanya mental saya belum siap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun