Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Akhiri Ujian Persatuan Bangsa Ini Melalui Momen Idulfitri

5 Juni 2019   08:00 Diperbarui: 5 Juni 2019   11:41 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ramadan tahun ini bisa jadi merupakan Ramadan terberat yang dialami oleh bangsa Indonesia.

Bangsa kita harus menghadapi konflik pasca-pilpres yang berujung pada Peristiwa 22 Mei hingga adanya keinginan beberapa pihak untuk melaksanakan referendum memisahkan diri. 

Sebuah kengerian, kalau bisa dikatakan demikian, terjadi pada bangsa ini. Saya masih ngeri melihat wajah-wajah polisi yang bercucuran darah dan sudah sangat kecapekan menghadapi bangsanya sendiri. 

Saya ngilu kala mendengar kematian beberapa anak bangsa yang seharusnya tak terjadi di saat kita sedang mendekatkan diri pada Sang Ilahi. Pertanyaan pun timbul dalam diri, mengapa hal ini dialami oleh bangsa Indonesia di bulan suci?

Padahal, bangsa ini memiliki semboyan yang sangat dihargai oleh bangsa lain. Semboyan yang sejak dulu kala, menjadi lem pemersatu yang kuat untuk terus menggerakkan gelora persatuan dan kesatuan. Bhinneka Tunggal Ika, yang terus dipelajari sejak kita duduk di bangku Taman Kanak-Kanak menjadi satu hal yang sejatinya tak boleh dilupakan dan harus terus dijalankan oleh bangsa ini.

Namun, sejak negara api menyerang, atau orang bisa menyebutnya Pilpres-pilpresan, semuanya berubah. Bhinneka Tunggal Ika seakan hanya ada di awang-awang. Ia seperti utopia yang hanya segelintir orang memaknainya.

Dengan demikian, dari tingkat yang paling bawah, bibit untuk membuka permusuhan dan perselisihan sejatinya sudah nampak. Kala WAG keluarga, rekan satu angkatan, dan beberapa komunitas kecil lebih banyak membicarakan perbedaan daripada persamaan.

Saling sindir, saling memberikan serangan kepada orang yang berbeda pilihan, hingga tindakan provokasi lain yang membuat ajang silaturahmi menjadi ajang saling benci. Ajang nostalgia menjadi ajang untuk menyerang mereka yang tak sama.

Lantas, dari bibit-bibit kecil itu, kemudian semakin meluas hingga skala yang lebih besar. Skala nasional seperti yang bisa kita lihat beberapa hari ke belakang. Saat bangsa ini benar-benar terbagi menjadi beberapa kelompok. Tak hanya dua, namun banyak dengan kepentingannya masing-masing.

Inikah yang sesungguhnya dialami oleh bangsa ini? Perpecahankah? Atau mungkin, ini hanya sebuah periode sulit agar bangsa kita bisa bersatu lagi?

Kalau boleh memilih dan harus memilih, saya akan memilih opsi yang kedua. Ya, ini adalah salah satu periode sulit yang dilalui bangsa ini agar bisa lebih tangguh lagi. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa seseorang akan mengalami kenaikan tingkat dengan ujian terlebih dahulu. 

Ujian ini akan menjadikan seseorang bisa lebih tangguh dan belajar sabar, menahan diri, dan menyelesaikan masalah sehingga ia bisa lebih baik lagi.

Demikian pula yang terjadi dengan bangsa ini. Indonesia sedang diuji agar bisa menjadi bangsa yang lebih hebat lagi. Ujiannya tak main-main. Berlangsung di bulan suci. Kita, sebagai bangsa Indonesialah yang mengalami ujian itu. Kita yang menjalani kenaikan level itu. Apakah pantas kita naik level dan menjadi bangsa hebat di kemudian hari dengan rasa persatuan yang kuat?

Jawabannya adalah seberapa kuat kita menahan segala emosi dan egoisme diri untuk bisa melawan ujian itu. Ujian perpecahan yang cukup menganga dan bisa saja menyebar luas. Dan ujian itu sendiri,sesungguhnya diakhiri pada momen Idulfitri.

Jika ujian itu berlangsung selama bulan Ramadan, maka Idulfitri bisa disejajarkan dengan pembagian rapor atau hasil ujian. Kala kita bisa memaafkan mereka yang pernah menyakiti kita, maka kita akan bisa mendapatkan nilai yang sempurna. Terlebih, jika kita memulai komunikasi lebih dahulu dengan baik dan menurunkan ego untuk merasa lebih hebat, maka sesungguhnya kita telah memulai langkah yang istimewa.

Kala kita bisa memahami, bahwa manusia tidak ada yang sempurna, di situlah kita memberi sebuah makna yang paripurna. Sehebat apapun kita, sebanyak apapun kekayaan ataupun ilmu kita, namun jika kita merasa masih ada kekurangan di dalam diri kita dan mau mengakui kesalahan kita, niscaya hasil ujian itu akan menjadikan kita lebih baik lagi.

Apalagi, jika perbuatan ini diikuti oleh orang-orang terdekat di lingkungan keluarga, masyarakat, bahkan berbangsa dan bernegara, maka ujian yang sedang dialami bangsa Indonesia akan bisa dilalui. Saat pemimpin bangsa dan para pendukungnya saling meminta maaf, menyerukan persatuan dan kesatuan, serta berkomitmen untuk menjaga keutuhan NKRI di momen Idulfitri, langkah inilah yang sesungguhnya dinanti.

Langkah yang juga harus diikuti oleh segenap lapisan masyarakat. Menghentikan penyebarluasan narasi kebencian, saling sindir, dan tindakan provokasi lainnya. Mengupayakan persamaan tujuan daripada perbedaan tajam diantara masing-masing pihak yang berkepentingan. Tak hanya lewat dalam beberapa hari saja, namun upaya bersama ini harus pula dilakukan setelah momen Idulfitri berlangsung.

Jika dianalogikan oleh warna-warni kehidupan, bangsa ini memang memiliki aneka warna dan identitasny masing-masing. Momen idulfitri adalah jembatan emas untuk merangkai warna-warni itu. - Dokpri
Jika dianalogikan oleh warna-warni kehidupan, bangsa ini memang memiliki aneka warna dan identitasny masing-masing. Momen idulfitri adalah jembatan emas untuk merangkai warna-warni itu. - Dokpri

Bangsa ini sudah lelah dengan segala bentuk perpecahan di dalamnya yang membuatnya semakin rapuh. Berat memang untuk mengucapkan maaf dan menurunkan ego di dalam diri. Tapi, akan lebih berat jika kebencian, perselisihan, dan permusuhan terus bersemayam di hati. Karena sesungguhnya itu bukanlah sosok manusia Indonesia sejati.

Di momen Idulfitri ini, bangsa Indonesia sejatinya juga sedang merayakan hasil ujiannya selama bulan Ramadan. Tak ada cara lain dalam perayaan tersebut selain saling memaafkan.


Naik pesawat bersama teman

Bangsa hebat harus bisa saling memaafkan

Salam. Selamat Idulfitri. Mohon maaf jika ada tulisan saya yang kurang berkenan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun