Berbicara hobi, saya tak punya hobi lain selain menulis, membaca, dan jalan-jalan.
Kalau toh ada, mungkin hanya menyanyikan lagu berbahasa Tagalog pada aplikasi karaoke. Namun, di bulan puasa ini, tentu hobi unfaedah itu harus dihentikan. Maka, fokus saya hanya membaca dan menulis yang saya lakukan setiap hari.
Beruntung, Kompasiana mewadahi hobi menulis saya. Berkat Program Samber THR, saya jadi memiliki dorongan kuat untuk menulis setiap hari. Kalau biasanya saya puasa Daud, kini jadwal menulis saya ya puasa Ramadan. Sehari menulis sehari menulis lagi hingga penuh satu bulan.
Walau ada hadiah khusus yang menggiurkan dan cukup banyak, nyatanya saya masih tidak berorientasi kepada hadiah-hadiah tersebut. Fokus utama saya hanya ada dua. Pertama, melatih daya tahan menulis saya serta merangkai kata dengan cepat dan tepat.
Maklum, meski bulan puasa, saya juga bekerja di dunia nyata. Waktu untuk menulis juga dibagi dengan waktu untuk bekerja dan juga beribadah. Dengan intensitas yang "dipaksa" lebih intensif, maka saya sekalian berlatih untuk mengasah kemampuan menulis lebih baik lagi. Terutama, berlatih untuk menulis topik tertentu yang telah diberikan. Bukan topik sekena hati saya seperti yang saya tulis selama ini.
Kedua, saya sedang berlatih membuat desain ilustrasi sederhana mengenai apa yang saya tulis dalam sebuah artikel. Saya terpacu untuk melakukan hal itu setelah mengikuti kelas desain beberapa waktu lalu. Meski belum sempurna dan ada kesalahan di sana-sini, namun paling tidak dengan adanya program Samber THR, saya jadi lebih variatif dalam menyalurkan hobi saya.
Nah, bagaimana saya bisa membagi waktu antara membaca, menulis, dan kegiatan lain?
Kegiatan menulis ini, baik di Kompasiana, blog pribadi, maupun media daring tempat saya berkontribusi, tetap saya lakukan selepas salat subuh. Godaan untuk tidur selepas subuh dan sahur memang benar adanya. Namun, dengan melakukannya untuk menulis, maka godaan ini perlahan hilang. Saya jadi terpacu untuk terus menulis hingga jarum jam menunjukkan pukul 6 pagi tanda saya harus memulai aktivitas di dunia nyata.
Selepas Asar, sembari menunggu berbuka, biasanya saya meneruskan lagi tulisan yang belum selesai atau desain yang masih mentah. Ada kalanya, saya merombak lagi tulisan saya dari awal jika dirasa perlu. Walau sehari harus menulis, saya tidak ingin menurunkan kualitas tulisan saya seperti saat saya menulis di hari biasa.
Sebelum tidur, selepas mengaji, saya kembali mengecek tulisan saya. Apakah ada kesalahan atau ada hal lain yang dirasa perlu untuk diperbaiki. Untuk desain, biasanya saya juga sudah melakukan tahapan perampungan dan mulai menyimpan hasil desain tersebut dalam bentuk jpeg ataupun png.
Sebagai langkah terakhir, tentu saya membuat draft tulisan beserta gambar ilustrasi, gambar pendukung, atau tautan yang diperlukan serta tagar di bawah tulisan. Saya pastikan kegiatan ini benar-benar rampung sebelum saya tidur malam.
Jika Anda melihat tulisan saya tayang pukul 3 pagi, maka tulisan ini sejatinya sudah saya persiapkan malam harinya. Alasan saya mengunggah tulisan pada jam tersebut agar ada pembaca yang tertarik membaca tulisan saya mengingat saat itu sedang berlangsung ibadah sahur. Saya juga ingin memacu penulis lain untuk menayangkan tulisannya pada hari itu juga agar kegiatan ini bisa dilakukan lebih masif lagi.
Berhubung saya tidak melakukan buka puasa bersama, maka kegiatan menulis ini bisa lebih saya maksimalkan. Bahkan, sembari menunggu berbuka puasa, di awal Ramadan ini naskah buku saya sudah rampung dan telah saya kirimkan ke penerbit. Tak berselang lama, keputusan untuk naik cetak pun datang. Insya Allah, di bulan Agustus nanti buku saya bisa terbit. Jadi, saya cukup bersyukur bisa memaksimalkan waktu menunggu berbuka puasa untuk merampungkan buku.
Jika akhir pekan tiba, waktu untuk menulis biasanya beralih untuk membaca. Kalau masih ada waktu panjang, saya biasanya pergi ke taman kota untuk membaca buku yang saya pinjam dari perpustakaan. Kadangkala, saya juga ikut larut dalam hiruk-pikuk keramaian taman kota sembari mencari ide tulisan saya untuk hari-hari berikutnya.
Sebenarnya, masalah hobi yang masih bisa dilakukan tergantung dari diri kita masing-masing. Masa-masa menunggu berbuka puasa sejatinya masa-masa yang cukup cepat untuk dilalui dibandingkan jam-jam sebelumnya. Maka, kembali lagi kepada pribadi masing-masing, bagaimana ia memaksimalkan waktu menunggu berbuka puasa. Apakah bisa melakukan hobi dengan baik atau hanya berdiam diri terpaku di dalam genggaman dunia maya dan berkutat dengan media sosial.
Bagaimana dengan Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H