Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Balik Kehebohan Lomba Drumband

16 April 2019   09:41 Diperbarui: 16 April 2019   10:06 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diantara ekstrakurikuler lainnya, drumben atau marching band merupakan ekskul yang paling diminati.

Beranggotakan hampir 100 siswa, drumben adalah kunci dalam mempromosikan sekolah kepada khalayak luar. Menjadi etalase sekolah yang menjadikannya tanda untuk tetap eksis. Drumben masih menjadi tolak ukur sebuah sekolah berhasil atau tidak. Selain nilai ujian dan parameter lain tentunya.

Nilai prestise dari drumben membuatnya diminati banyak wali murid. Ketika pendaftaran siswa baru, alasan pertama calon wali murid menyekolahkan anaknya ke sekolah tempat saya mengajar dulu adalah karena drumbennya sering menang. Sering tampil di muka umum dan menurut mereka sangat membanggakan.

Maklum, ekskul drumben sudah melegenda di sekolah ini. Usianya mungkin hampir puluhan tahun. Lintas generasi sudah mencicipi berbagai alat dan posisi di dalamnya. Bahkan, ada wali murid yang begitu bangga dulu pernah menjadi mayoret saat bersekolah di sini pada era 90an. Ia juga ingin mewarisi bakatnya kepada putrinya dengan menyekolahkan anaknya di sekolah saya. Sungguh epik.

Antusiasme tinggi yang dimiliki ekskul drumben membuat pelatih drumben harus bisa menyeleksi calon pemain sejak dini. Pak Teguh, seorang guru seni di sebuah SMP yang tak jauh dari sekolah saya melakukan hal itu. Ia telah menjadi pelatih drumben beberapa tahun lamanya. Berkat tangan dinginnya, drumben menjadi salah satu alasan sekolah saya cukup disegani di lingkungan sekitar.

Biasanya, seleksi dilakukan pada kelas 3 atau kelas 4 awal. Seleksi menyasar siswa yang akan mengisi posisi penting, semisal mayoret dan pemain perkusi. Beberapa posisi penting yang cukup mempengaruhi harmoni dalam iringan lagu drumben menjadi patokan utama seleksi. Untuk bagian pembawa bendera, biasanya hanya anak perempuan kelas 3 yang menjadi pengisinya tanpa ada seleksi. Mereka akan menjadi pembawa bendera dulu sebelum bisa memainkan alat musik di dalam barisan.

Barisan pengibar bendera. - Dokpri
Barisan pengibar bendera. - Dokpri
Pemain pianika diambil dari anak-anak yang telah memiliki alat musik ini dan terbiasa memainkannya. Pemain senar drum diambil dari anak yang memiliki tubuh besar dan kuat membawa alat tersebut selama berjam-jam. Dan tentu, mayoret dipilih dari anak perempuan yang memiliki paras lumayan namun bisa memberikan aba-aba dengan baik.

Selain cantik, mereka harus cakap menjadi pemimpin di lapangan. Uniknya, dalam beberapa kali kesempatan, pengisi mayoret justru berasal dari siswi yang sebenarnya secara kemampuan akademik tidak terlalu menonjol. Tapi, ketika mereka tampil dan menunjukkan kemampuannya, semua mata akan tertuju padanya. Barisan anggota drumben bisa terusun rapi. Harmoni dalam musik yang mereka mainkan bisa terdengar asyik. Inilah yang membuat saya percaya bahwa setiap anak memiliki keistimewaan.

Dokpri
Dokpri

Keseruan dalam kegiatan drumben biasanya terjadi saat latihan. Baik latihan rutin maupun latihan menjelang lomba. Latihan menjelang lomba merupakan latihan yang cukup menyita energi. Tak sekadar sepulang sekolah, latihan juga dilakukan sebelum bel masuk saat pagi hari dan saat istirahat.

Dokpri
Dokpri

Tentu, para guru pun harus ikut menyiapkan dan mengatur segala rupa sebelum siswa-siswi berlatih. Kesulitan terbesar tentu mengatur mereka agar bisa serius dalam latihan. 

Namanya saja anak SD, ya jangan kaget mereka langsung kegirangan saat memegang alat yang baru dikeluarkan. Jadi, bukan nada indah yang keluar namun bunyi memekakkan telinga yang menyeruak. Sungguh, suara saya sampai habis kala mengingatkan mereka agar tak memainkan alat terlebih dahulu.

Pun saat istirahat digunakan untuk latihan. Kadang, saya harus berpacu dengan materi agar masih bisa menerangkan pelajaran sebelum siswa yang ikut drumben bersiap latihan. Bagi saya, pelajaran haruslah tetap nomor 1 apapun yang terjadi. Makanya, saat lomba drumben berlangsung, suara saya harus dipacu lebih esktra lagi.

Untungnya, Pak Teguh, sang pelatih cukup tegas dalam mengatur anak-anak. Ia begitu garang namun tetap disukai anak-anak. Komandonya cukup mudah dipahami. Sesekali, ia juga memberi humor untuk menurunkan ketegangan. Terlebih, jika waktu lomba sudah sangat dekat dan tim masih belum kompak. Rasanya, setiap detik digunakan untuk latihan dan latihan. Saya kadang sampai hafal lagu dan nada yang dimainkan anak-anak.

Selain tim yang belum kompak, salah satu masalah pelik yang melanda tim drumben adalah biaya operasional. Meski operasional ekskul drumben dibiayai dana BOS. Sayang, itu belum cukup untuk bisa mengkover seluruh pembiayaan. Maklum, untuk ikut ekskul drumben, banyak biaya yang harus dikeluarkan lho bukibuk.

Kostum yang kerap berganti, sepatu, dan tentu konsumsi saat lomba dan latihan juga harus dikeluarkan. Untuk transportasi, pemeliharaan alat, pelatih, dan pendaftaran lomba, biasanya sekolah yang menanggung. Oh ya, jangan lupakan make up dan aneka riasan yang mengiringi bagi siswi yang ikut dalam barisan. Dilihat banyak orang, tentu tak akan ada orang tua yang rela anaknya tampil apa adanya. Masak iya sang anak tampil kulu-kulu (bulukan) di depan umum.

Dokpi
Dokpi

Makanya, sebelum memutuskan akan mengikuti sebuah lomba atau event lain, sekolah akan mengumpulkan wali murid. Berbagai metode pengumpulan biaya akan dibicarakan secara matang. Maklum, tidak semua wali murid berkecukupan. Banyak juga yang berasal dari kalangan menengah ke bawah.

Jadi rapat demi rapat yang melelahkan juga mengiringi siswa yang berlatih. Agar tak ada dusta diantara kita, alias wali murid dan pihak sekolah, segala hal yang masih belum pas pun dibicarakan. 

Untungnya, kendala yang kerap menjadi ketidaksepahaman biasanya mengenai warna kostum yang akan dipakai. Selera orang berbeda. Ada yang suka merah, hijau, jingga, ataupun pink.

Jika sudah mantap, hari H lomba menjadi saat yang paling mendebarkan. Beberapa jam sebelum lomba, kehebohan mencapai klimaksnya. Ruang guru ataupun aula seperti kapal pecah. 

Wali murid hilir mudik untuk memastikan segala persiapan sudah berjalan maksimal. Pernah suatu ketika, lomba yang diikuti bertepatan dengan hari terakhir ujian sekolah kelas 6. Bisa dibayangkan bagaimana riwehnya.

Lomba drumben biasanya dibagi menjadi dua kategori. Kategori pertama adalah berjalan di jalan raya seperti karnaval yang disebut play pass. Kategori kedua disebut dengan kategori display. 

Peserta lomba akan bermain dan menunjukkan kekompakan dengan tampil di sebuah aula besar/gedung olahraga. Seringkali, tim sekolah saya ikut dua kategori itu. Jadi, selepas berjalan jauh pada hari pertama, mereka masih akan bermain di GOR keesokan harinya. Sungguh luar biasa.

Dokpri
Dokpri

Untuk kategori play pass, yang membuat capek justru menunggu waktu giliran tampil. Entah apa alasannya, seringkali pelatih drumben mendaftarkan tim kami dalam klasemen SMP. Jadi, kami harus menunggu klasemen TK dan SD untuk berjalan terlebih dahulu. Barulah, pada sore hari menjelang petang, anak-anak baru berjalan.

Keriwehan yang sebenarnya baru terasa kala mengikuti kategori display. Guru-guru yang mendampingi tim drumben harus berkejaran dengan waktu menata marka di tengah arena sebagai simbol berjalan atau berpindah formasi. Lucunya, sering kali para guru salah menempatkan marka tersebut. 

Alhasil, ketika anak-anak tampil, kebingungan pun terlihat dari tribun. Untunglah, mereka bisa mengkondisikan formasi sesuai yang telah dilakukan saat latihan.

Dokpri
Dokpri

Dokpri
Dokpri

Dokpri
Dokpri

Ikut mendampingi lomba drumben merupakan kegiatan paling menguras tenaga. Inilah alasan kenapa Kepala Sekolah juga turun gunung mendampingi guru, wali murid, dan siswa saat lomba maupun latihan. Selepas latihan, kami para guru benar-benar merasa sangat puas apapun hasilnya. 

Makan bersama di pinggir jalan ketika petang sudah menjelang adalah kegiatan yang paling menyenangkan dan tentunya kami rindukan. Sejenak, berbagai masalah yang mendera di sekolah terlupakan begitu saja.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun