Saya sudah mengenakan kacamata sejak duduk di bangku kelas 5 SD.
Dimulai dari kesulitan membaca tulisan di papan tulis, kemampuan melihat dan membaca tulisan jarak jauh semakin parah dari hari ke hari.Â
Saya bahkan tidak bisa lagi melihat tulisan dalam running text televisi ataupun papan petunjuk yang berada di jalan raya. Pertama kali mendatangi tukang lensa, ibu saya cukup terkejut.
Saya sudah menderita miopi dan harus dibantu dengan kacamata dengan kekuatan 1,5 dioptri, baik kanan maupun kiri. Tak hanya miopi, saya juga mengalami gangguan astigmatisme, ketika saya tidak bisa membedakan garis horizontal dan vertikal secara jelas.
Ketika pertama kali mengenakan kacamata, sensasi pusing tujuh kelilinglah yang terasa. Mengidap cacat mata sejak dini, membuat aktivitas saya sedikit terhambat.Â
Saya tidak bisa leluasa bermain sepak bola dan bola voli. Sering takut jikalau nanti bola yang dimainkan lawan mengenai kacamata saya.
Alhasil, dunia saya pun menjadi semakin sempit. Saya malah lebih senang menghabiskan waktu dengan membaca buku atau bermain play station 1 kala itu untuk membunuh waktu liburan.Â
Nyatanya, kegiatan ini malah membuat miopi saya bertambah parah. Belum lagi, ketika duduk di bangku SMP, saya mulai mengenal dunia maya dengan membuka aneka situs seperti Friendster, my space, hingga chatting melalui mIRC. Berjam-jam waktu saya habiskan di warnet.
Miopi yang saya idap makin tak terbendung ketika transisi dari SMP ke SMA. Saat itu, saya kerajingan bermain gim daring Ragnarok dan sejenisnya yang kerap saya lahap sepulang sekolah.Â
Dari semula hanya menggunakan kacamata 1,5 dioptri, saya harus menggunakan kacamata dengan kekuatan lensa yang lebih besar. Tiap ajaran baru, saya pasti berganti kacamata karena ketidakmampuan saya melihat benda jauh yang semakin parah.