Orang Serbia menganggap orang Albania musuh dan demikian pula sebaliknya.
Dua etnis berbeda latar belakang dan agama tersebut menjadi seteru sejak bertahun-tahun lamanya. Konflik yang semakin memuncak dengan kehadiran sebuah negara bernama Kosovo pada 2008.Â
Sebuah negara yang secara de facto merdeka, namun belum diakui secara menyeluruh oleh dunia internasional. Termasuk, negara Serbia yang mengklaim Kosovo adalah bagian dari provinsinya walau sejak Perang 1999, wilayah ini telah berada dalam pemerintahan khusus PBB.
Kosovo memang berbeda. Tanah unik ini dihuni oleh mayoritas etnis Albania yang beragama Islam dengan beberapa kantong dipenuhi oleh etnis Serbia yang beragama Kristen Ortodoks. Wilayah enklave, daerah kantong mayoritas Serbia cukup tersebar merata meski banyak yang terkonsentrasi di wilayah utara Kosovo.
SinopsisÂ
Film diawali dengan adegan seorang anak SD yang sedang belajar menulis sebuah karangan di sekolahnya. Anak bernama Nenad (diperankan Filip Subari) tersebut menjadi satu-satunya siswa di sekolah yang dikelola oleh Uni Eropa dan PBB. Setiap harinya, ia harus diantar jemput oleh tentara KFOR (Tentara internasional pimpinan NATO untuk Kosovo) dengan tank anti peluru. Kegiatan ini dilakukan karena ia harus melewati daerah yang dihuni oleh mayoritas etnis Albania sebelum sampai di rumahnya.
Nenad memang sangat malang. Sang ayah gemar minum alkohol, berwatak tempramental, dan kerap menghardiknya dengan ucapan kasar. Kebencian sang ayah dengan orang-orang Albania menambah daftar kelam kehidupan Nenad yang tumbuh dengan kebencian.
Meski begitu, sang kakek yang hanya bisa berbaring di atas ranjang dan akhirnya meninggal menjadi penguat baginya. Ia tak memupuk benci pada orang-orang Albania. Termasuk, saat dua anak Albania, memintanya ikut masuk ke dalam tank yang ia tumpangi. Mereka pun juga kerap bermain bersama hingga ada salah seorang cucu pemuka masyarakat Albania yang tidak suka jika teman-temannya bermain bersama seorang anak Serbia.
Dengan membawa pistol rakitan, ia pun mulai mengajak Nenad juga ikut bermain di dekat lonceng gereja. Nenad yang menolak karena harus mencari imam gereja untuk pemakaman kakeknya akhirnya mengikuti permainan petak umpet itu. Hingga, Nenad kembali menolak dan Baskim pun mulai menembaki lonceng gereja. Nenad yang berlindung di dalam lonceng hanya bisa ketakutan. Malang, peluru yang dilontarkan Baskim malah mengenai kakinya.
Nenad yang terperangkap di dalam lonceng gereja hanya bisa pasrah. Ia merasa, kematiannya akan datang menjemput seperti halnya yang terjadi pada kakeknya. Hingga akhirnya, ada seorang malaikat yang menyelamatkannya. Sosok tersebut adalah Baskim, teman Albanianya yang menyadari kesalahannya dan benar-benar menganggapnya sebagai sahabat terbaik yang pernah ia miliki.
Gambaran Konflik di Daerah Enklave
Hidup di daerah konflik dan merupakan enklave merupakan hal tak mudah. Film ini cukup apik menggambarkan kondisi itu. Gambaran ini terlukis pada beberapa adegan penting, semisal saat bus yang ditumpangi bibi Nenad, Milica (diperankan Anica Dobra) diserang saat menuju enklavenya.
Milica yang akan melihat ayahnya juga bertemu dengan rombongan pesta pernikahan orang-orang Albania yang melintas. Walau ada banyak darah yang mengalir di tubuh orang-orang Serbia dari Beograd tersebut, nyatanya mereka bak dua makhluk yang berlainan jenis. Tak ada interaksi. Tak ada pandangan mata dan tentunya tak ada komunikasi.
Pereda Ketegangan Konflik Kosovo-Serbia
Kehadiran film Enklava ini juga menjadi salah satu poin dalam upaya damai konflik Sebia-Kosovo. Peristiwa rusuh 2004 yang menjadi ide dasar film ini menjadi bukti bahwa bibit kebencian bisa dimulai sejak dini. Peristiwa sekecil apapun bisa menyulut kemarahan besar. Termasuk, upaya Serbia yang mencoba membuka layanan kereta api ke Kosovo dengan gerbong kereta bertuliskan "Kosovo adalah bagian dari Serbia" pada 2017 lalu.
Upaya untuk memprovokasi semacam itu juga harus dihentikan. Konflik kedua etnis ini tidak semudah menukar wilayah enklave Serbia dengan enklave Albania. Adegan kakek Nenad yang begitu ingin dikuburkan di Kosovo, bukan di Serbia adalah bukti nyata itu. Meski ia adalah orang Serbia, namun Kosovo merupakan tanah kelahirannya dan Albania adalah saudaranya. Pesan inilah yang coba disampaikan walaupun berbeda etnis dan agama dengan latar belakang konflik yang panjang, bagaimanapun hidup berdampingan adalah hal terbaik.
Pesan bagi Indonesia dan dunia
Walau film ini dikritik lantaran lebih condong memihak orang Serbia, bukan berarti kisahnya tak bisa dijadikan hikmah. Sebagai negara multi etnis, Indonesia juga harus bisa banyak belajar. Kebencian antar etnis dan agama benar-benar mengerikan. Terusir, terbunuh, dan masa depan kelam menjadi gambaran yang bisa dipetik dalam film ini.
***
Sumber:
Â
Â