Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Enklava," Mekarnya Persahabatan di Tengah Api Konflik SARA

19 Maret 2019   09:36 Diperbarui: 19 Maret 2019   09:40 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang Serbia menganggap orang Albania musuh dan demikian pula sebaliknya.

Dua etnis berbeda latar belakang dan agama tersebut menjadi seteru sejak bertahun-tahun lamanya. Konflik yang semakin memuncak dengan kehadiran sebuah negara bernama Kosovo pada 2008. 

Sebuah negara yang secara de facto merdeka, namun belum diakui secara menyeluruh oleh dunia internasional. Termasuk, negara Serbia yang mengklaim Kosovo adalah bagian dari provinsinya walau sejak Perang 1999, wilayah ini telah berada dalam pemerintahan khusus PBB.

Kosovo memang berbeda. Tanah unik ini dihuni oleh mayoritas etnis Albania yang beragama Islam dengan beberapa kantong dipenuhi oleh etnis Serbia yang beragama Kristen Ortodoks. Wilayah enklave, daerah kantong mayoritas Serbia cukup tersebar merata meski banyak yang terkonsentrasi di wilayah utara Kosovo.

Enklave Serbia diantara mayoritas Albania di Kosovo yang ditunjukkan warna merah. (Wikipedia).
Enklave Serbia diantara mayoritas Albania di Kosovo yang ditunjukkan warna merah. (Wikipedia).
Salah satu kantong yang menjadi ajang sengketa dua etnis tersebut adalah Vrelo. Dengan kekayaan alam yang melimpah, perebuatan atas tanah leluhur yang sama-sama dilakukan oleh kedua etnis itu coba digambarkan melalui film Enklava. Sebuah film produksi gabungan sineas Serbia-Jerman ini memaparkan bagaimana kehidupan warga etnis Serbia dalam sebuah enklave yang dikelilingi oleh mayoritas etnis Albania. Diproduksi tahun 2015, film yang menjadi nominasi Piala Oscar kategori film berbahasa asing terbaik tersebut banyak mendapat banyak pujian meski tak luput dari kritik.

Sinopsis 

Film diawali dengan adegan seorang anak SD yang sedang belajar menulis sebuah karangan di sekolahnya. Anak bernama Nenad (diperankan Filip Subari) tersebut menjadi satu-satunya siswa di sekolah yang dikelola oleh Uni Eropa dan PBB. Setiap harinya, ia harus diantar jemput oleh tentara KFOR (Tentara internasional pimpinan NATO untuk Kosovo) dengan tank anti peluru. Kegiatan ini dilakukan karena ia harus melewati daerah yang dihuni oleh mayoritas etnis Albania sebelum sampai di rumahnya.

Nenad, seorang anak Serbia yang jadi satu-satunya murid di sekolahnya. Sumber : Enklava film./ Screenshoot pribadi
Nenad, seorang anak Serbia yang jadi satu-satunya murid di sekolahnya. Sumber : Enklava film./ Screenshoot pribadi
Saat perjalanan, tak jarang tank yang ditumpangi dilempari oleh anak-anak Albania yang hanya bisa melihat Nenad bersekolah. Sementara, mereka menghabiskan waktu dengan bermain atau menggembala domba. Nenad hanya tinggal bersama ayahnya, Voji (diperankan Neboja Glogovac) dan kakeknya yang sedang sakit keras, Milutin (diperankan Meto Jovanovski).

Nenad berangkat sekolah dengan tank tentara. Sumber : Enklava film./ Screenshoot pribadi
Nenad berangkat sekolah dengan tank tentara. Sumber : Enklava film./ Screenshoot pribadi
Nenad tak punya teman. Tak ada anak Sebia lain di dekatnya. Kehadiran seorang imam Gereja Ortodoks Timur dari Beograd, ibu kota Serbia, menjadi warna baru baginya. Sang imam yang juga menumpang tank untuk sampai di bekas runtuhan Gereja Ortodoks Timur kerap mengajak Nenad bermain, belajar, dan menanyakan segala hal tentang keluarganya.

Nenad memang sangat malang. Sang ayah gemar minum alkohol, berwatak tempramental, dan kerap menghardiknya dengan ucapan kasar. Kebencian sang ayah dengan orang-orang Albania menambah daftar kelam kehidupan Nenad yang tumbuh dengan kebencian.

Meski begitu, sang kakek yang hanya bisa berbaring di atas ranjang dan akhirnya meninggal menjadi penguat baginya. Ia tak memupuk benci pada orang-orang Albania. Termasuk, saat dua anak Albania, memintanya ikut masuk ke dalam tank yang ia tumpangi. Mereka pun juga kerap bermain bersama hingga ada salah seorang cucu pemuka masyarakat Albania yang tidak suka jika teman-temannya bermain bersama seorang anak Serbia.

Nenad dan sang ayah. Sumber : Enklava film./ Screenshoot pribadi
Nenad dan sang ayah. Sumber : Enklava film./ Screenshoot pribadi
Anak bernama Baskim (diperankan Denis Muri) tersebut begitu menyimpan dendam pada orang-orang Serbia. Ia menganggap ayah Nenad adalah pembunuh ayahnya. Baginya, orang-orang Serbia harus enyah dari tanah kelahirannya. Kebenciannya semakin menjadi-jadi kala ia melihat Nenad yang bisa bermain dengan teman satu etnisnya.

Dengan membawa pistol rakitan, ia pun mulai mengajak Nenad juga ikut bermain di dekat lonceng gereja. Nenad yang menolak karena harus mencari imam gereja untuk pemakaman kakeknya akhirnya mengikuti permainan petak umpet itu. Hingga, Nenad kembali menolak dan Baskim pun mulai menembaki lonceng gereja. Nenad yang berlindung di dalam lonceng hanya bisa ketakutan. Malang, peluru yang dilontarkan Baskim malah mengenai kakinya.

Apapun etnis dan agamanya, bagi anak-anak bisa bermain bersama adalah kebahagiaan. Sumber : Enklava film./ Screenshoot pribadi
Apapun etnis dan agamanya, bagi anak-anak bisa bermain bersama adalah kebahagiaan. Sumber : Enklava film./ Screenshoot pribadi
Saat ia ditanya oleh kakeknya, siapa dalang penembakan terhadap dirinya, Baskim malah menjawab anak Serbia itulah yang menembaknya. Segera, kemarahan orang-orang Albania meledak. Mereka mulai membakar bekas Gereja Ortodoks Timur dan menghancurkan segala hal yang berbau Serbia.

Nenad yang terperangkap di dalam lonceng gereja hanya bisa pasrah. Ia merasa, kematiannya akan datang menjemput seperti halnya yang terjadi pada kakeknya. Hingga akhirnya, ada seorang malaikat yang menyelamatkannya. Sosok tersebut adalah Baskim, teman Albanianya yang menyadari kesalahannya dan benar-benar menganggapnya sebagai sahabat terbaik yang pernah ia miliki.

Gambaran Konflik di Daerah Enklave

Hidup di daerah konflik dan merupakan enklave merupakan hal tak mudah. Film ini cukup apik menggambarkan kondisi itu. Gambaran ini terlukis pada beberapa adegan penting, semisal saat bus yang ditumpangi bibi Nenad, Milica (diperankan Anica Dobra) diserang saat menuju enklavenya.

Milica yang akan melihat ayahnya juga bertemu dengan rombongan pesta pernikahan orang-orang Albania yang melintas. Walau ada banyak darah yang mengalir di tubuh orang-orang Serbia dari Beograd tersebut, nyatanya mereka bak dua makhluk yang berlainan jenis. Tak ada interaksi. Tak ada pandangan mata dan tentunya tak ada komunikasi.

Rombongan pengantin Albania melintas di samping orang-orang Serbia yang baru saja diserang. Sumber : Enklava film./ Screenshoot pribadi
Rombongan pengantin Albania melintas di samping orang-orang Serbia yang baru saja diserang. Sumber : Enklava film./ Screenshoot pribadi
Begitu pula ketika imam Gereja Ortodoks Timur mengantarkan Baskim yang ia temukan tergeletak di tengah jalan ke rumah kakeknya. Gambaran konflik itu masih bisa terlukis saat sang imam dan sang kakek Baskim bertemu. Tak ada ucapan terima kasih, klarifikasi, bahkan sepatah katapun tak terucap dari kedua  orang tersebut. Hanya pandangan mata yang penuh curiga yang begitu tampak.

Baskim terluka dan diantarkan imam Gereja Ortodoks Timur ke kakeknya. Sumber : Enklava film./ Screenshoot pribadi
Baskim terluka dan diantarkan imam Gereja Ortodoks Timur ke kakeknya. Sumber : Enklava film./ Screenshoot pribadi
Untunglah, film ini ditutup dengan apik. Saat Nenad mengungsi ke Beograd dan kembali sekolah, ia bahkan bercerita bahwa teman muslim Albanianya adalah teman terbaik. Ia juga tak marah ketika teman-teman Serbianya malah mengatainya sebagai anak Albania. Bagi Nenad, ia tak punya musuh. Semuanya adalah teman yang bisa ia ajak bermain.

Pereda Ketegangan Konflik Kosovo-Serbia

Kehadiran film Enklava ini juga menjadi salah satu poin dalam upaya damai konflik Sebia-Kosovo. Peristiwa rusuh 2004 yang menjadi ide dasar film ini menjadi bukti bahwa bibit kebencian bisa dimulai sejak dini. Peristiwa sekecil apapun bisa menyulut kemarahan besar. Termasuk, upaya Serbia yang mencoba membuka layanan kereta api ke Kosovo dengan gerbong kereta bertuliskan "Kosovo adalah bagian dari Serbia" pada 2017 lalu.

Upaya untuk memprovokasi semacam itu juga harus dihentikan. Konflik kedua etnis ini tidak semudah menukar wilayah enklave Serbia dengan enklave Albania. Adegan kakek Nenad yang begitu ingin dikuburkan di Kosovo, bukan di Serbia adalah bukti nyata itu. Meski ia adalah orang Serbia, namun Kosovo merupakan tanah kelahirannya dan Albania adalah saudaranya. Pesan inilah yang coba disampaikan walaupun berbeda etnis dan agama dengan latar belakang konflik yang panjang, bagaimanapun hidup berdampingan adalah hal terbaik.

Di Beograd, Serbia, Nenad malah diejek sebagai orang Albania. Sekolah harusnya juga menjadi dasar peredam bibit konflik SARA. Sumber : Enklava film./ Screenshoot pribadi
Di Beograd, Serbia, Nenad malah diejek sebagai orang Albania. Sekolah harusnya juga menjadi dasar peredam bibit konflik SARA. Sumber : Enklava film./ Screenshoot pribadi
Gambaran kerugian akibat konflik yang tak kunjung selesai juga tergambar apik dalam film ini. Ketika rumah, tempat ibadah, dan fasilitas umum harus rusak menjadi bukti nyata itu. Bukti yang semakin miris ketika pendidikan seorang anak tak bisa berlangsung dengan baik. Saat Nenad tak bisa sekolah lagi lantaran sekolahnya ditutup untuk waktu yang tidak bisa ditentukan.

Pesan bagi Indonesia dan dunia

Walau film ini dikritik lantaran lebih condong memihak orang Serbia, bukan berarti kisahnya tak bisa dijadikan hikmah. Sebagai negara multi etnis, Indonesia juga harus bisa banyak belajar. Kebencian antar etnis dan agama benar-benar mengerikan. Terusir, terbunuh, dan masa depan kelam menjadi gambaran yang bisa dipetik dalam film ini.

Tidak ada yang menang dalam sebuah konflik. Sumber : Enklava film./ Screenshoot pribadi
Tidak ada yang menang dalam sebuah konflik. Sumber : Enklava film./ Screenshoot pribadi
Begitu pula masyarakat internasional. Kasus penembakan di masjid New Zealand menjadi bukti nyata itu. Kebencian etnis dan agama tak mengenal pandang bulu termasuk di negara yang dianggap paling damai sekalipun. Meski berbeda, namun saudara yang berlainan SARA dengan  kita tidak untuk kita musuhi. Bukankah Tuhan menciptakan kita berbeda agar kita saling mengenal?

***

Sumber:

(1) (2) (3) (4)

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun