Sifat mandiri ini dapat muncul karena mereka menikmati segala kegiatan yang mereka lakukan satu hari penuh. Tak seperti kegiatan pembelajaran di kelas setiap hari, mereka seakan tak peduli dengan orang tua mereka yang berada di pintu gerbang sembari menunggu mereka.Â
Berkonsentrasi melakukan kegiatan dan kewajiban dengan hati gembira membuat sifat mandiri mereka terpupuk dengan perlahan.
Walau memiliki tujuan baik, namun belum semua sekolah bisa melakukan kegiatan Persari ini. Padahal, kegiatan ini bisa menginisiasi pemahaman kepada anak-anak mengenai pentingnya gerakan Pramuka. Memahamkan kepada mereka bahwa pramuka itu menyenangkan dan banyak hal yang dipetik untuk kehidupan sehari-hari.
Selain biaya, alasan lain yang sering muncul adalah kurangnya pembina Pramuka Siaga di sekolah tersebut. Berbeda dengan Pramuka Penggalang, Pramuka Siaga memang membutuhkan bimbingan yang ekstra.Â
Kegiatan pembinaan yang sifatnya pribadi, bukan kelompok atau kasikal menjadi salah satu alasan perlunya banyak pembimbing dalam kegiatan ini. Alasannya, sifat dari pribadi masing-masing peserta akan dapat diketahui sehingga pengembangan lebih lanjut bisa dilakukan.Â
Untuk mengatasi kekurangan pembina itu, maka sekolah dapat melibatkan guru kelas atau guru lain. Bisa juga, melibatkan kakak-kakak Pramuka Penggalang yang telah diberi pengarahan untuk ikut membantu membina pembina utama.
Pembagian kelompok kecil (barung) juga dilakukan dengan tidak memuat banyak peserta di dalam satu barung, semisal 6-8 peserta. Berbeda dengan kelompok regu dalam Pramuka Penggalang yang bisa mencapai 10 peserta tiap regunya.
Bagaimanapun, sistem kepelatihan dan pembentukan kepramkaan akan lebih bermakna dan mengena jika mulai dilakukan sejak tingkat terendah, yakni Pramuka Siaga.Â
Bagaimana bisa mereka akan bisa mencintai Pramuka dengan sepenuh hati dan mempraktikkan ajaran-ajaran Pramuka di dalam kehidupan sehari-hari jika tidak ditanamkan sejak dini?