Suatu sore. 16.15 WIB.
Di ruang TU sekolah.
"Jeng, jadi buka pakai apa?" tanya saya kepada tiga guru muda yang sejak pagi melakukan input PPDB. Hanya tinggal kami berempat.
"Gimana kalau Padang, Jeng. Kok lagi ingin yang pedas-pedas," seru Bu Amel. Guru Kelas 1 sambil mengecek kembali Data Pribadi siswa.
"Jangan, Jeng. Berat di ongkos. Pak Bos kan cuma kasih segini. Mana cukup?" kata Bu Desti, Guru Kelas 2 yang begitu perhitungan dengan anggaran makan.
Satu guru lagi masih tak bergeming. Saya mencoba mencari pendapatnya. Biasanya beliau yang paling bijak. Maklum, paling "senior".
"Jeng, Ris. Gimana kita-kita ini. Jadi dapat asupan gizi apa?"
Yang ditanya masih sibuk. Menatap laptopnya. Penasaran, saya melihat apa yang sebenarnya ia kerjakan. Eh ternyata, beliau juga sedang memikirkan apa yang akan kita makan. Sebuah kata kunci pencarian di Google,"100 tempat buka puasa murah di Malang" pun terketik.
"Kita ke sini saja," tiba-tiba tetua adat bersabda.
Saya melihat sebuah warung lalapan di sebuah jalan entah di mana, di layar monitor Notebook Guru Kelas 3 ini,
"Waduh, jeng. Maharani itu. Coba cek deh, berapa rupiah bensin kalau ke sana. Terus, lalapan ayamnya pasti masih di atas 10K. Belum lagi antrenya. Yang lain dong!" seru Bu Desti.