Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Pagi yang Sepi di Museum Perjuangan Yogyakarta

1 Mei 2018   00:47 Diperbarui: 1 Mei 2018   16:17 2995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Replika kelas STOVIA - Dokumen Pribadi

Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII yang menyatakan daerah Yogyakarta adalah bagian dari NKRI dengan status Daerah Istimewa - Dokumen Pribadi
Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII yang menyatakan daerah Yogyakarta adalah bagian dari NKRI dengan status Daerah Istimewa - Dokumen Pribadi
Ada pula meja dan kursi tamu yang digunakan Kompol Widodo (salah satu  pemimpin TNI saat perang fisik) ketika menyusun taktik. Tersimpan pula tempat tidur Bung Karno saat diasingkan oleh golongan pemuda di  Rengasdengklok, Jawa Barat sehari sebelum proklamasi. 

Koleksi yang  menurut saya cukup bagus adalah rangkaian lukisan yang mengisahkan  beberapa peristiwa penting. Beberapa peristiwa tersebut diantaranya  adalah Pertempuran Kotabaru, Suasana Dapur Umum, hingga Serangan Umum.   Ada pula koleksi lain berupa patung kepala tokoh-tokoh penting, seperti  KH Ahmad Dahlan, Ki Hajar Dewantara, RA Kartini, dan lain sebagainya.

Patung Torso KH Ahmad Dahlan dan Lukisan salah satu perang melawan Belanda.- Dokumen Pribadi
Patung Torso KH Ahmad Dahlan dan Lukisan salah satu perang melawan Belanda.- Dokumen Pribadi
Kursi meja yang digunakan oleh Kompol Widodo - Dokumen Pribadi
Kursi meja yang digunakan oleh Kompol Widodo - Dokumen Pribadi
Setelah menuntaskan bagian lantai 1, masih ada bagian lain yang sayang  untuk dilewatkan. Bagian ini berupa ruangan bawah tanah yang khusus menyimpan jejak Budi Utomo dalam sejarah pergerakan nasional. Jejak  sejarah ini memuat aneka bukti sejarah tumbuh kembangnya rasa nasionalisme yang dimulai dari berdirinya organisasi tersebut. Kita bisa  melihat beberapa tulisan dari gologan terpelajar untuk membangkitkan semangat rasa nasionalisme bangsa Indonesia. 

Melalui pamflet, surat  kabar, hingga forum-forum diskusi mereka giat menyatukan berbagai golongan di Indonesia. Dari peninggalan sejarah ini kita bisa menarik  pelajaran bahwa dengan segala keterbatasan yang ada, mereka rela mencurahkan apa yang mereka bisa untuk menyatukan Indonesia. 

Kalau kita  renungkan dengan acara memecah belah bangsa melalui kabar bohong dan  segerombolannya saat ini, rasanya kok sangat berdosa sekali. Bukan hal  mudah untuk menyampaikan pesan-pesan persatuan semacam itu melalui media  yang masih sederhana.

Jejak dr. Soetomo dalam naskah di lantai bawah - Dokumen Pribadi
Jejak dr. Soetomo dalam naskah di lantai bawah - Dokumen Pribadi
Beberapa gagasan dr. Soetomo lewat surat kabar untuk menggugah persatuan dan nassionalisme bangsa Indonesia.- Dokumen Pribadi
Beberapa gagasan dr. Soetomo lewat surat kabar untuk menggugah persatuan dan nassionalisme bangsa Indonesia.- Dokumen Pribadi
Nah, ada satu lagi koleksi yang sangat bernilai sejarah tinggi. Sebuah  replika ruangan kuliah STOVIA terpajang dengan cantik di lantai dasar  ini. Di dalam replika tersebut, terpajang beberapa kursi lengkap dengan  papan tulisnya. Ruang kuliah STOVIA ini menyimpan cerita sejarah berupa  akan dikeluarkannya dr. Soetomo dari perkuliahan karena menggerakkan  rasa nasionalisme. Hal ini sesuai dengan petikan pernyataan dr. Soetomo  yang berbunyi:

"Sekali peristiwa saya hampir-hampir dikeluarkan dari sekolah dokter  itu, oleh karena kedudukan saya sebagai ketua organisasi kami. Sementara  guru menuduh saya hendak berusaha melawan pemerintah. Menjawab tuduhan  itu, atas usulan Goenawan, teman-teman kami pun minta agar mereka juga  dikeluarkan jika saya dikeluarkan."     

Replika kelas STOVIA - Dokumen Pribadi
Replika kelas STOVIA - Dokumen Pribadi

Maka, patutlah setiap tanggal 20 Mei selalu diperingati sebagai hari  kebangkitan nasional. Jejak kebangkitan itu kini tersimpan rapi di  museum ini. Namun sayang, keberadaan jejak itu tak lantas banyak orang Indonesia  peduli atau sekedar mengenangnya. Sepinya museum ini seakan menjadi  bukti. 

Walau tak memiliki spot swafoto yang dapat dibanggakan ke seluruh  dunia, jangan sampai nanti ada rasa penyesalan karena jejak-jejak itu  hilang ditelan zaman. Atau, ada bangsa lain yang lebih paham tentang  jejak sejarah bangsa Indonesia dibanding kita sendiri. 

Mungkin juga, kita memang sudah tertutup ego untuk terpecah belah dan melupakan bagaimana tokoh-tokoh perjuangan pergerakan kemerdekaan bersusah payah untuk menyatukan bangsa ini. Kalau ini benar, sungguh terkutuklah kita sebagai sebuah bangsa yang besar yang tak bisa menghargai jasa para pahlawannya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun