5. Asyiknya Ikut Nangkring
Nilai tambah yang dimiliki oleh Kompasiana sebagai platform blog bersama adalah seringnya acara temu para Kompasianer yang disebut Nangkring. Sayang, acara yang dilakukan berkala tiap bulan bahkan tiap minggu ini tak bisa saya ikuti. Hanya sekali saja saya mengikutinya, yakni ketika bertemu Bu Risma, Walikota Surabaya. Itupun sudah lama, tahun 2014. Kala itu, saya yang minder bertemu orang baru bisa bersua banyak Kompasianer yang asyik. Bahkan, beberapa diantaranya saya temukan di tengah jalan. Saat sama-sama berpeluh mencari lokasi Nangkring berada (baca di sini).
6. Asyiknya Ikut Lomba
Kompasiana juga sering mengadakan lomba. Tak tanggung-tanggung, hadiah lomba di sini bisa mencapai jutaan. Sayang, dari beberapa kali ikut lomba, tak satupun saya berhasil memenangkannya. Saya tak terlalu kecewa karena peserta lomba sangat brilian dalam menulis. Kembali ke tujuan awal, keikutsertaan saya dalam lomba di Kompasiana adalah mengukur sampai mana kemampuan menulis saya berkembang.
7. Asyiknya Nulis Buku
Meski tak pernah merasakan manisnya menang lomba, namun di Kompasiana saya pernah merasakan asyiknya menerbitkan buku. Buku yang saya terbitkan adalah buku antologi yang mengupas harapan kepada Presiden Jokowi yang baru dilantik kala itu. Buku ini diterbitkan oleh penerbit Mayor pula. Dan yang membuat saya bahagia adalah buku tersebut terpajang di rak utama seluruh toko buku se-Indonesia. Momen ini adalah momen paling bahagia dan asyik dalam hidup saya. Sampai sekarang saya masih belum percaya jika saya bisa menerbitkan buku. Kalau tak menulis di Kompasiana, mustahil momen tak terlupakan ini akan terjadi.
Tak selamanya menulis di Kompasiana berjalan mulus. Layaknya kehidupan, kadang ada juga waktu saat kesulitan itu terjadi. Salah satunya ketika tak bisa masuk ke akun Kompasiana. Terutama, saat server Kompasiana sedang diperbaiki. Saat-saat itu adalah saat galau. Apalagi, ketika semangat menulis sedang berada di atas awang-awang. Resah, gundah, gulana, dan tak nyaman untuk makan campur aduk. Belum lagi, jika ada komentar sahabat Kompasianer belum sempat terbalas. Paripurna sudah kegalauan ini.
Rasa galau itu sebenarnya bisa diatasi dengan membuat tulisan dulu dan mengunggahnya saat kondisi Kompasiana stabil. Namun, sudah menjadi hal umum ketika menulis, saya juga menyelanya dengan membaca artikel teman. Saat akun Kompasiana kembali normal, galau pun hilang. Rasa kangen untuk kembali menulis dan bersua dengan rekan Kompasianer bisa terobati. Dan, saya selalu menemukan keasyikan galau semacam ini.
9. Asyiknya Kompasiana jadi Bagian Perjalanan Hidup
Dari keasyikan-keasyikan di Kompasiana, saya akhirnya bisa memutuskan bahwa Kompasiana adalah bagian dari perjalanan hidup saya. Ya, waktu berharga saya ada di Kompasiana. Kalau pada suatu saat nanti ada buku biografi yang mengupas kisah saya, maka Kompasiana akan saya masukkan dalam tinta emas sejarah perjalanan hidup seorang Ikrom Zain. Teman-teman yang mengenal saya sudah mengecap saya sebagai Kompasianer, sebutan yang disematkan pada penulis di Kompasiana. Saya sangat bangga akan sebutan itu. Tak banyak teman saya menyandangnya.