Menurut cerita yang saya baca, Candi Sumur ini juga dibangun atas kepergian anak Prabu Brawijaya yang menolak untuk tinggal di istana. Artinya, kedua candi ini dibangun dalam waktu yang hampir bersamaan. Seusai puas mendalami Candi Sumur, saya kembali turun. Berbincang dengan kedua bapak tadi yang sangat senang dengan adanya pengunjung. Beliau bertanya asal saya dan cukup kaget, kok ada orang Malang yang jauh-jauh ke Porong untuk lihat candi. Padahal, sekarang kan daerah Porong itu berasa kota mati. Ngapain juga ke sana?
Porong menjadi lalu lintas perdagangan dan sangat berjaya pada masa Kerajaan Majapahit. Dua candi ini adalah salah satu bukti sejarah yang masih tersisa. Sejarahpun bergulir dengan pembangunan tiada henti pasca kemerdekaan RI. Aneka perumahan, pabrik, dan segala fasilitas ada di Porong. Porong menjadi ikon kemajuan Sidoarjo, sang penyangga Surabaya. Porong menjadi pintu gerbang kemajuan Kawasan Arek yang menyumbang sebagian besar perekonomian Jawa Timur.
Hingga akhirnya, bencana pada pertengahan 2006 itu kini mengubah segalanya. Kejayaan Porong hilang seketika. Yang tersisa adalah sedikit asa dari segala ketidakpastian. Perlahan, masyarakat Porong bangkit, membangun lagi daerahnya. Dua candi yang saya kunjungi menandakan semangat itu. Bangkit dari dunia pariwisata. Meskipun itu masih perlu banyak upaya lagi.Â
Nah, bagi anda yang sedang jalan-jalan ke Surabaya atau Malang bolehlah main ke sini. Hitung-hitung, ikut membantu mendobrak perekonomian warga Porong kan yang baru saja hancur kena lumpur.
Sumber tulisan: Wikipedia
Gambar: Dokpri.
*) Silup: Bahasa Malangan untuk kata Polisi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H