Ketertinggalan kakak Alif, menghantarakan nya pada pukul 20:19 wib, kusut wajahnya seperti wol penuh dengan beledu. Matanya layu, bibir nya tandus. Energi nya telah dihisap, kulitnya lengket dengan siraman air garam, nampak jelas letih itu mengancam.
Baca Juga: Sang Petualang Dunia Simulasi
"Alif sudah berangkat Bu?" tahu bahwa Alif hari itu akan berangkat, setiba di ruang tamu tidak mewah.
"Sudah, Alif tadi nunggu kamu pulang" bergegas menyiapkan makanan.
"Tadi lembur Bu. Jalan nya juga macet" sambungnya.
"Oh" angguk paham Ibu, "Yasudah makan dulu" perintahnya.
"Bapak kemana Bu?" disela lahap nya.
"Bapak, ngontrol kebun. Sebentar lagi juga pulang" ucapanya, "Katanya lagi musim Babi berkeliaran di kebun, makanya panen singkong berkurang. Itu pun yang dijual dipasar cuma sisa-sisa dari Babi" sambung putus asa.
"Kenapa Babi itu enggak di tangkap saja Bu?" tanyanya.
"Babi itu sangat liar, dulu waktu Alif ngontrol dengan Sabit, Dedi dan Ajid. Katanya, tajam taringnya se usia nya, Babi nya membabi buta, Ajid di seruduk dibuatnya"
"Oya Bu!" penasaran  dengan cerita, Eka bak anak kecil sebelum tidur di dongengkan oleh cerita.
"Iya, untung aja Babi itu masuk kolong selangkangan Ajid" sinar matanya tajam, menatap Eka kelaparan.
"Di tembak aja Bu" katanya.
"Alif pernah membidiknya pake senapan angin milik Dedi, tapi si Babi lari nya gesit, belum sempat Alif menarik picu, si Babi udah kabur disemak-semak" tarik nafas lelah.
"Kalau singkongnya di tebar, terus dikasih racun gimana Bu?" alternatifnya.
"Endusannya pekat Ka, Si Babi tau, mana singkong yang dikasih racun dan engga, Alif juga pernah dikasih racun dari Sabit, buat meracun, tapi si Babi pintar memilah" tegasnya terlintas terbayang.
"Yasudah pasang perangkap aja Bu" saranya.
"Kecerdikan terlatih si Babi, buatnya semakin pintar. Alif, Sabit, Dedi dan Ajid juga pernah buat perangkap" terhenti.
"Terus, kena Bu?" potong asyik dengerkan cerita.
"Kena sih, tapi anak Babi yang mau jadi Babi dari Babi, itu pun karena terperosok saja kaki kanan nya" sambungnya.
"Malangnya anak Babi itu, belum cocok jadi Babi Bu" balasnya mengakhiri lapar secukupnya.
Sekian.
Dalam proses penulisan karya selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H