Ada masanya ketika passion masa lalu kembali mengusik. Menggelitik jiwa untuk kembali menikmati setiap iramanya. Seperti halnya apa yang sedang saya alami dalam satu tahun terahir.Â
Kurang lebih 19 tahun. Â Saya meninggalkan dunia yang sangat saya gemari di usia muda, setidaknya sejak masa-masa mengenyam dunia mahasiswa di sebuah pesantren di wilayah timur. Ya, saat masih berstatus mahasiswa, passion saya adalah organisasi. Ada sebuah kebahagiaan yang didapat saat energi, pikiran, waktu, banyak tercurah dalam gerak organisasi lengkap dengan segala pernak-pernik di dalamnya.Â
Organisasi bagi saya adalah kampus kedua, tempat saya belajar mengenali warna kehidupan secara lebih komplek, tempat saya mengasah nalar, idealisme, serta kemampuan 'mu'asyarah' dengan ragam karakter di dalamnya. pun yang tak kalah penting, organisasi adalah media pembelajaran yang efektif untuk mengenali, memahami sebuah realitas.Â
Namun perjalanan kehidupan pada suatu titik menempatkan saya pada sebuah pilihan; antara terus hidup dalam irama gerak organisasi atau konsentrasi pada tanggung jawab pada tugas baru sebagai kepala rumah tangga yang wajib menafkahi. Dalam dua pilihan tersebut, pada ahirnya saya harus memilih meninggalkan dunia yang begitu mengasyikan. Memilih jalan kedua.
Dalam pikiran saya saat itu, mengurus organisasi adalah jalan ibadah. Saat itu kebetulan posisi sebagai Sekjend DPC SARBUMUSI Gresik, salah satu sayap NU yang fokus pada advokasi dan pendampingan kaum buruh. Namun, melaksanakan tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga apalagi dalam posisi awal menikah dan tanpa pondasi ekonomi yang memadai juga adalah sebuah jihad. Jadilah saya memilih lepas dari hiruk pikuk organisasi dan memilih mencari pekerjaan di sebuah pabrik baja di wilayah Manyar, Gresik.Â
Dalam kurun waktu 19 tahun. Nyaris seluruh hidup saya tercurah hanya untuk urusan keluarga, murni untuk urusan keluarga. Paling hanya sedikit waktu saya coba sisihkan untuk menulis di beberapa platform online; puisi, esai, cerpen, atau sekadar tulisan garing tak bermakna. sekadar untuk tetap menjaga kewarasan nalar dan pikiran saja. Ahihihi
Tahun 2021. Usai memondokkan putri sulungku di pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo. Pesantren yang juga pernah saya diami selama kurang lebih 8 tahun. Getar kerinduan pada romantisme organisasi mendadak kembali menggeliat. Kenangan-kenangan masa lalu saat di Pesantren kembali berlesatan terutama saat momen kunjungan wali santri. Ada sebuah hasrat yang lambat laun kian buncah di dada. Hasrat untuk kembali merasakan sensasi dalam dunia organisasi.Â
Adalah hasrat yang kemudian membuncah dan merupa badai. Hingga pada ahirnya menuntun langkah ini untuk masuk dan belajar kembali cara berorganisasi di organ alumni pesantren. IKSASS (Ikatan Santri Alumni Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo). Belajar kembali, benar-benar belajar kembali bagaimana berorganisasi. Meski kemudian di pertengahan tahun 2023 mendapat amanah sebagai Sekretaris Majelis Tanfidz IKSASS Rayon Pantura yang mencakup wilayah Gresik, Tuban, Lamongan, Bojonegoro. Namun pada prinsipnya saya tetap seorang murid, seorang santri yang sedang belajar mengaji kembali dalam organisasi.
Takdir sepertinya masih akan terus mengukir cerita. Saat pada ahirnya ada geliat untuk lebih serius lagi belajar organisasi dan ilmu kemasyarakatan. Keinginan untuk berbuat, lebih banyak lagi menuntun saya untuk memasuki belantara politik. Hadirlah PSI. Sebuah partai politik yang sejak awal kemunculannya begitu mencuri perhatian saya. Â Memantik hasrat hati untuk bisa mengenal lebih dekat. Sayang, tak menemukan jalan ke sana.Â
Baru pada Ahir September 2023, secara tak sengaja menemukan laman PSI Login. Tak menyia-nyiakan waktu, saya pun langsung login sebagai member baru di PSI. Tak ada harapan muluk, selain memuaskan hasrat hati untuk mencoba mengenal lebih dalam partai anak muda tersebut. Setidaknya, saya ingin membuktikan premis awal saya tentang PSI.Â
Ada banyak pertanyaan saya dapat usai login PSI. Namun salah satu yang paling menggelitik tanggapan adalah, "kenapa harus pilih PSI? bukan partai lain yang berbasis agama apalagi punya background sebagai santri. Mestinya, masuk dong ke partai politik yang di dalamnya banyak dikelola kaum santri."
Kenapa harus pilih PSI? Kenapa bukan partai berbasis santri?Â
Bagi saya, saat menjatuhkan pilihan haruslah yang sesuai dengan sebuah harapan masa depan, dan punya keterkaitan dengan nilai-nilai dasar yang saya pelajari selama ini. PSI mempunyai jawaban itu.Â
Tentang harapan masa depan. PSI sebagai organisasi politik jelas mengusung sebuah ide-ide progresif khas anak muda tentang bagaimana membangun sebuah bangsa berkemajuan, berkemandirian, dan menempatkan kesetaraan dalam kompleksitas budaya bangsa yang berbhineka. PSI Hadir sebagai jalan penyampai suara 'Tuhan' untuk menciptakan kondisi kehidupan manusia yang manusiawi, kehidupan manusia yang memanusiakan manusia dalam setiap kebijakan-kebijakan para pemangku kewenangan.Â
DNA PSI yang berwarna 'Kebajikan' dan 'Keragaman' adalah darah yang memompa jantung bangsa ini, menjadi energi bagi setiap elemen bangsa untuk terus bergerak menjadikan negeri ini menjadi negeri mandiri. Negeri yang mampu mengelola setiap potensi di dalamnya termasuk juga kebhinekaan sebagai sebuah potensi unik yang tidak dimiliki bangsa-bangsa lain. Semua itu demi dan hanya untuk sebuah cita-cita besar tercapainya negeri berkeadilan, berkemakmuran.Â
Lalu apakah santri seharusnya masuk ke PSI?Â
Saya pribadi meyakini justru bila kita melihat DNA tersebut, juga sepak terjang anak-anak muda PSI saat ini. Sepantasnyalah bila kaum santri ikut ambil bagian dalam perjuangan politik PSI.
Kenapa demikian? Bukankah santri adalah kaum yang senantiasa digembleng, didedar tentang nilai-nilai kebajikan berbasis keyakinan agama? Bukankah santri adalah kaum yang dipersiapkan untuk senantiasa mengasah kepedulian, peka terhadap ragam realitas kehidupan di sekitarnya?Â
Nilai-nilai kebajikan, norma kehidupan saat ini menjadi ruh dari PSI. Menjadi darah dan energi PSI untuk menjaga, merawat, bahkan merajut kembali apa yang pernah terkoyakkan oleh budaya politik feodalisme, oleh karakteristik oportunisme politik yang menghalalkan segala cara demi sebuah kekuasaan.
Kesadaran anak-anak muda PSI akan pentingnya menjaga bangsa ini dengan nilai kebajikan, kesadaran akan pentingnya merawat keragaman sebagai potensi bangsa adalah kesadaran seorang santri untuk menjadi corong bagi terciptanya kehidupan masyarakat Madani. Masyarakat yang mampu hidup rukun, damai, sejahtera dalam kompleksitas perbedaan yang melingkupi. Maka, memilih PSI bagi seorang santri adalah ikhtiar mengaji kembali lembaran kitab-kitab kuning yang setiap hari digeluti.Â
Salam ...Â
Gresik, 04 November 2023
Penulis adalah new member di PSI
Sementara ini ketiban sampur sebagai Ketua DPC PSI Kecamatan Manyar.
Sekadar pejaga pintu sementara untuk kader muda PSI yang lebih berbobot.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H