Mohon tunggu...
Lintang Jingga
Lintang Jingga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Brawijaya

I'm an ordinary student who loves all things movement, from environmental, social, political, philosophy, gender, and more.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Standarisasi TikTok: Kemunduran Era Post-Modern

11 Agustus 2024   23:40 Diperbarui: 11 Agustus 2024   23:42 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam beberapa tahun terakhir, TikTok telah menjadi platform media sosial yang sangat populer di seluruh dunia, terutama di kalangan generasi muda. TikTok, dengan format video pendeknya yang cepat dan menarik, telah mengubah cara orang -- termasuk saya -- dalam berinteraksi dengan konten digital. 

Namun, di balik popularitasnya yang meroket, saya memiliki argumen bahwa standarisasi konten di TikTok merupakan bukti kemunduran era post-modern. Untuk memahami hal ini, kita perlu melihat bagaimana TikTok mempengaruhi budaya, kreativitas, dan individualitas dari perspektif post-modernisme.

Era Post-Modern: Kebebasan dan Keragaman

Era post-modern, yang dimulai sekitar pertengahan abad ke-20, ditandai oleh penolakan terhadap narasi besar dan struktur kaku yang mendefinisikan modernisme. Post-modernisme merayakan kebebasan, keragaman, fragmentasi, dan pluralitas. Dalam seni, sastra, dan budaya, post-modernisme mendorong eklektisisme, parodi, dan permainan dengan bentuk dan makna. Tokoh-tokoh seperti Jean-Franois Lyotard, Jean Baudrillard, dan Michel Foucault adalah beberapa di antara pemikir utama yang membentuk pemahaman kita tentang post-modernisme.

Jean-Franois Lyotard, dalam bukunya "The Postmodern Condition," menggambarkan post-modernisme sebagai skeptisisme terhadap meta-narasi besar yang mendominasi pemikiran modern. Ia menekankan pentingnya keragaman narasi kecil dan lokal, yang memberikan ruang bagi ekspresi dan identitas yang berbeda. 

Michel Foucault, dengan analisisnya tentang kekuasaan dan pengetahuan, menunjukkan bagaimana struktur sosial dan institusi mempengaruhi cara kita berpikir dan bertindak, sementara Jean Baudrillard memperkenalkan konsep hiperrealitas, di mana batas antara realitas dan representasi menjadi kabur.

TikTok dan Standarisasi Konten

Namun, TikTok telah menciptakan ekosistem di mana konten yang populer cenderung mengikuti pola dan standar tertentu. Saya menyadari bahwa algoritma TikTok mempromosikan konten yang memiliki potensi viral, yang sering kali berarti video dengan format, gaya, dan tema yang serupa. 

Misalnya, seperti video yang muncul dalam FYP (For Your Page) saya dan teman-teman saya, memunculkan video berupa challenge tarian, lip-sync, dan tren tertentu yang diulang-ulang oleh pengguna di seluruh dunia. Meskipun ini menciptakan rasa komunitas dan keterhubungan, hal ini juga dapat menyebabkan homogenisasi konten dan mengurangi kebebasan ekspresi individual.

Homogenisasi dan Kreativitas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun