Mohon tunggu...
Iklima Syukriah
Iklima Syukriah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa Semester 2 Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indonesia Merdeka, Korupsi Menggelora

19 Juni 2022   21:37 Diperbarui: 19 Juni 2022   21:37 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Korupsi bukanlah suatu hal baru dan asing bagi masyarakat Indonesia, bahkan korupsi seolah menjadi hal wajar di negeri ini. Korupsi merupakan suatu tindak kejahatan seperti penggelapan uang, penerimaan suap, dan semacamnya yang menguntungkan individu tersebut dan merugikan banyak pihak termasuk negara. Berbagai informasi di media massa, 

baik digital maupun cetak mengenai kasus korupsi pun dapat dengan mudah diakses dan diketahui oleh masyarakat luas. Upaya pemberantasan korupsi telah dilaksanakan sejak dahulu kala dengan menggunakan berbagai cara. Tetapi kenyataannya hal tersebut belum memberikan efek jera bagi masyarakat Indonesia khususnya di birokrasi untuk melakukan tindak pidana korupsi.

Indonesia termasuk salah satu negara yang masih memiliki tingkat korupsi yang tinggi. Hal ini didukung dengan data survey Transparency International Indonesia (TII) pada tahun 2021, yang menyebutkan bahwa Indonesia berada pada peringkat ke 96 dari 180 negara dengan skor 38. 

Ditambah lagi dengan data dari Indonesian Corruption Watch (ICW) yang berhasil mengungkap 553 kasus pada tahun 2021. Dari jumlah itu terdapat 1.173 tersangka dengan potensi kerugian negara mencapai sebesar Rp. 29,438 triliun. Tingginya angka korupsi di Indonesia inilah yang menyebabkan salah satu faktor Indonesia termasuk kategori negara dengan demokrasi cacat (flawed democracy).

Tingkat korupsi yang masih tinggi salah satunya disebabkan karena pemahaman masyarakat terhadap sikap antikorupsi yang kurang kuat ditanamkan pada diri manusia sehingga masyarakat terjerumus kedalam lubang hitam korupsi.

 Keinginan untuk memiliki harta berlimpah merupakan motif untuk melakukan korupsi, yang mana sebenarnya pendapatan mereka mencukupi, namun dikarenakan kurangnya moral dan sikap tamak yang membuatnya melakukan tindakan kriminal ini.

Perilaku dari seseorang tidak dapat dilepaskan dari kondisi seseorang tersebut dan juga lingkungan dimana ia berinteraksi dengan sesamanya. Semakin berkembangnya era global yang tak dapat dipungkiri saat ini, menyebabkan semakin banyaknya manusia yang berkeinginan untuk hidup dengan gaya modern. 

Dari sinilah yang dapat melahirkan manusia yang hedonis, individualis, materialis, dan pragmatis. Akibatnya timbulah masalah baru terutama krisis moral, yang justru bukan untuk kemajuan bangsa ini. 

Maraknya tindakan kriminal yang dilakukan terhadap golongan lemah pun tak kunjung usai, bahkan sampai tingkat elite dengan sikapnya yang otoriter dan diktator. Para pejabat yang melakukan tindakan korupsi juga bisa terjadi karena partai politik yang kurang menyeleksi calon-calon yang berkualitas untuk menempati kursi anggota dewan, juga peraturan korupsi yang kurang tegas dan bertele-tele sehingga tidak membuat jera para pelakunya.

Korupsi seakan telah menjadi budaya yang sulit diberantas. Bahkan korupsi mampu mengancam semua struktur di negeri ini, baik sosial, ekonomi, ataupun politik. Salah satu kasus korupsi yang sempat hangat menjadi perbincangan masyarakat yaitu mengenai kasus korupsi Djoko Tjandra. 

Dilansir dari detik.com, Djoko Tjandra melarikan diri ke Malaysia pada tahun 2008 dan baru ditangkap pada tahun 2020 setelah terendus hendak mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Pada kasus surat palsu Djoko Tjandra di hukum 2,5 tahun penjara dan 4,5 tahun penjara di kasus korupsi menyuap pejabat. 

Tak hanya itu, Djoko Tjandra juga harus menjalani hukuman korupsi 2 tahun penjara di kasus korupsi cessie Bank Bali. Dana yang disimpan di rekening dana penampungan atau Bank Bali diperintahkan oleh Mahkama Agung untuk dikembalikan kepada negara yang jumlahnya sebesar Rp. 546 milyar. 

Dengan berbagai permasalahan tersebut, Djoko Tjandra harus dipenjara selama 9 tahun. Permasalahan pelarian Djoko Tjandra sepanjang kurang lebih 11 tahun tersebut sudah menggerus kewibawaan pemerintah. 

Permasalahan skandal Djoko Tjandra ialah kenyataan empiristik terbentuknya mal administrasi ataupun dengan kata lain mis manajemen pemerintahan. Dengan demikian bisa dinyatakan bahwa kemiskinan pada sesuatu negara disebabkan oleh salah urus tata kelola pemerintahan.

Dampak korupsi sangat terlihat jelas di negeri ini, mulai dari masalah kemiskinan yang terus meningkat sampai terhambatnya pembangunan. Korban utama dari kejahatan ini tentu ialah rakyat. Yang miskin menjadi semakin miskin. 

Pajak yang dibayarkan oleh rakyat yang seharusnya digunakan untuk fasilitas dan kemajuan negara justru disalahgunakan hanya untuk memperkaya para pejabat, rakyat dianggap sebagai "boneka" yang bisa dipermainkan, tidak adanya jaminan hak dan kesejahteraan bagi rakyat. Selain itu, inflasi besar-besaran juga terjadi, serta pembangunan ekonomi yang terganggu.

Di tahun 2045, 100 tahun Indonesia merdeka. Namun, melihat kenyataan-kenyataan yang ada, sudahkan Indonesia benar-benar merdeka? Mampukah Indonesia terbebas dari praktik korupsi? Tentu pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat kita berpikir, sebagai warga negara terutama penerus bangsa ini, apa yang bisa kita wujudkan untuk Indonesia yang lebih maju tanpa korupsi.

Banyak harapan untuk kedepannya terhadap kasus korupsi di Indonesia. Sebagai penegak hukum seharusnya mampu mentaati etika profesi yang mereka miliki sehingga keadilan dapat ditegakkan. Dalam proses penuntutan suatu perkara diharapkan setiap penegak hukum mampu berkontribusi dalam keberlangsungan dari penuntutan perkara. 

Dan baik pejabat maupun masyarakat biasa, tidak boleh pilih kasih dalam penindakan hukum bagi pelaku korupsi. Di mata hukum, semua warga negara memiliki derajat dan perlakuan yang sama sebagaimana negara kita merupakan negara hukum. 

Namun, korupsi bukan hanya menjadi urusan dan tanggung jawab Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan Kejaksaan saja, tetapi juga harus segera ditangani oleh seluruh kalangan masyarakat.

Tindakan-tindakan yang merugikan seperti ini dapat diminimalisir dengan adanya budaya malu yang tinggi yang dimiliki oleh seluruh masyarakat. Jika terindikasi adanya tindak pidana korupsi, sebagai rakyat kita juga berhak mengawasi dan melaporkan kepada institusi terkait. 

Sudah sepatutnya kita peka dan peduli terhadap keadaan bangsa kita sendiri. Hilangkan dogma negatif bahwa semua pejabat melakukan korupsi, yang realitanya masih banyak juga anggota-anggota dewan dan aparatur pemerintahan yang jujur serta memprioritaskan rakyatnya. Kita juga harus berpikir positif dan selalu menanamkan sikap jujur agar di masa mendatang dapat mewujudkan pemerintahan yang bersih di negara tercinta ini, Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun