Ini berarti masyarakat tidak perlu lagi membeli lahan tersebut. Analoginya seperti ini, misalnya kita memiliki kebun pepaya 1000 meter dan terdampak pembangunan jalan tol. Maka pemerintah melalui Badan Bank Tanah akan mengganti 100% tanah tersebut dengan HPL di lokasi terdekat, dengan luas yang sama dan bisa kita kelola serta bersertifikat hak pakai. Lalu bagaimana dengan pepayanya yang seharusnya mempunyai nilai jual? Tenang, pemerintah akan menggantinya juga dalam bentuk uang dan ini disebut sebagai "ganti tanam tumbuh."
2. Melakukan Verifikasi
Nah, di sini Badan Bank Tanah akan menentukan kelayakan sang penerima lahan. Tujuannya untuk memastikan bahwa calon penerima memang berhak atas tanah tersebut. Verifikasi di sini seperti penentuan apakah calon penerima bisa mengelola lahannya, berkompeten mendirikan usaha di atasnya, berkeinginan kuat mengembangkan pertaniannya, dan lain sebagainya.
3. Menyerahkan Lahan
Setelah verifikasi selesai, lahan akan diserahkan secara resmi kepada masyarakat. Disebut resmi karena masyarakat akan mendapatkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) atas tanah tersebut. SHP ini diterbitkan di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) milik Badan Bank Tanah. Masa berlaku SHP ini adalah 10 tahun.
4. Sertifikat Hak Milik
Jika selama 10 tahun masyarakat memanfaatkan lahan tersebut dengan baik, maka mereka akan mendapatkan Sertifikat Hak Milik (SHM). SHM ini merupakan bukti kepemilikan yang lebih kuat dan permanen. Menarik ya ternyata, siapapun pasti mau!
Melihat manfaat besar yang begitu berlimpah dalam segala aspek pertanahan, saya kira Badan Bank Tanah adalah harapan yang menjanjikan untuk kehidupan dan perputaran roda perekonomian Indonesia, baik sekarang maupun bagi anak cucu kita kelak. Tidak heran jika dalam praktiknya, tujuan Badan Bank Tanah telah tercapai satu persatu.
Menuju Ekonomi Berkeadilan