Mohon tunggu...
Welly Eru
Welly Eru Mohon Tunggu... Novelis - Penulis

Nama Pena: Ikko Williams (Penulis novel Amin yang Sama dan Sujudku Karena Cinta)

Selanjutnya

Tutup

Kkn

Teror di Lembah Mendongan

30 Juni 2024   21:30 Diperbarui: 30 Juni 2024   23:11 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Wah nemu kelapa muda nih, Pak," ucapku girang. Kubayangkan air kelapa yang segar sebagai detoks tubuhku karena entah kenapa dari tadi perutku rasanya mules dan mual.

"Yakin mau diambil, Mbak?" tanya Pak Surya.

"Yakin saja lah Pak, namanya rezeki, masih bagus juga ini, belum bolong dimakan tupai."

Pak Surya hanya tersenyum tipis tanpa berkata apa-apa lagi saat aku memungut kelapa itu dan memeluknya untuk dibawa. Belakangan, senyum Pak Surya itu terus terbayang dalam benakku. Ada yang aneh dari sikapnya malam itu, tapi aku terlalu lelah untuk merenungkannya lebih jauh.

Sesampainya di posko, aku berterima kasih kepada Pak Surya yang kemudian berpamitan dengan wajah yang sedikit pucat. Dengan penuh kegembiraan, aku membawa kelapa tersebut masuk ke dapur dan meletakkannya di atas meja. Kelapa muda yang segar sebelum tidur terasa seperti penutup yang sempurna untuk malam yang melelahkan. Aku pun siap mencari pisau atau alat untuk membuka buah kelapa tersebut.

Namun, ketika aku menyalakan lampu dapur dan memeriksa kelapa itu lebih dekat, sesuatu yang mengerikan terjadi. Kelapa yang sebelumnya tampak segar kini bertransformasi menjadi sesuatu yang sangat mengerikan. Benda hijau itu berubah menjadi kepala manusia. Kepala itu tampak pucat, dengan mata yang terbuka lebar dan senyum menyeringai yang tak wajar di bibirnya. Aku terdiam kaku, merasakan bulu kudukku berdiri serentak, tengkukku terasa menebal dan napasku ngos-ngos an. Perutku mual dan kepalaku berputar melihat pemandangan itu, sampai akhirnya aku menjerit ketakutan sebelum kepala itu menggelinding dan menghilang begitu saja, seakan tertiup oleh angin malam yang dingin.

Jeritanku menggelegar membangunkan Pak Hari sekeluarga, pemilik posko yang sedang tidur lelap. Mereka segera berlari ke dapur dan menemukan aku terbaring lemas di lantai. Wajahku terasa dingin, tanganku mati rasa, dan napasku tersengal-sengal, seolah merebut kembali nyawaku yang hampir melayang.

"Ada apa, Dek Asih? Apa yang terjadi?" tanya Pak Hari penasaran.

Dengan terengah-engah aku menjawab. "Saya tadi nemu buah kelapa Pak di Mendongan, tapi setelah sampai di sini malah berubah jadi sepenggal kepala laki-laki dengan senyuman menyeringai."

Suara istigfar lalu segera merebak pada orang-orang yang mengelilingiku.

Aku lantas digotong ke atas posko dan sayup-sayup kudengar ada yang menangisiku juga sambil mengoleskan minyak kayu putih di tangan dan leherku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kkn Selengkapnya
Lihat Kkn Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun