Namaku Asih Sulistyowati, seorang mahasiswi yang tengah menjalankan program KKN di kawasan Magelang Utara. Malam itu, malam Selasa Kliwon, aku dan teman-temanku, sesama mahasiswa KKN dari Desa Guntur, memutuskan untuk menonton pertunjukan wayang kulit besar-besaran di desa seberang, namanya Desa Kuan.
"Hitung-hitung buat hiburan lah ya, Sih. Daripada kita tidur, lagipula belum terlalu malam," ucap Yudi, anggota KKN sekaligus  teman dekatku sejak masuk kampus dulu.
"Iya deh, tapi nanti pulangnya jangan malam-malam ya."
"Siapppp." Yudi mengacungkan jempol sebelum akhirnya merapat ke kelompok KKN-nya yang berjumlah 9 orang.
Pertunjukan wayang kulit di Desa Kuan begitu memukau, kelihaian dalang, sinden dan para kru gamelan membuat waktu berlalu tanpa terasa. Saat jarum jam menunjukkan pukul 12.00 malam, aku mulai merasa mual dan tidak enak badan. Merasa perlu istirahat, aku pun memutuskan untuk kembali lebih dulu ke posko di Desa Guntur.
Mungkin karena pertunjukan masih seru, Yudi dan teman-teman lainnya memutuskan untuk tetap menonton hingga selesai. Aku tidak ingin pulang sendirian, tetapi aku terlalu lelah untuk bertahan lebih lama. Pak Surya, seorang warga Desa Kuan yang ramah namun selalu terlihat misterius, menawarkan diri untuk mengantarku pulang. Aku merasa lega meski sedikit cemas, karena kami harus melewati Lembah Mendongan dengan jalan kaki, jalan setapak yang terkenal mistis dan menyeramkan, menghubungkan Desa Kuan dan Desa Guntur.
"Yud, aku pulang duluan ya," pamitku sambil menyikut lengan Yudi.
Yudi menoleh dan tersenyum mengerti. "Yasudah nggak pa-pa, kamu istirahat saja dulu. Nanti aku dan teman-teman segera menyusul, ini nanggung soalnya, lagi seru-serunya, Sih."
Aku pun mengangguk dan segera berlalu. Pak Surya sudah menungguku dengan memegang senter besar.
Menjauhi hiruk-pikuk pertunjukan wayang, kami berdua pun berjalan menyusuri lembah yang diselimuti kabut tipis. Suara-suara hewan malam membuat suasana semakin mencekam. Aku berusaha tetap tenang, meski hatiku dipenuhi ketakutan tak beralasan. Tiba-tiba, pandanganku tertuju pada benda bulat berwarna hijau yang tergeletak di tepi jalan. Itu adalah sebuah kelapa muda yang tampak segar, seakan-akan baru saja dipetik. Aku yang haus dan lelah merasa begitu beruntung menemukan kelapa tersebut.