Candirejo, desa mungil yang terlukis di kaki Gunung Merapi, adalah tempat di mana napas tradisi dan keindahan budaya lokal terus berdetak dalam harmoni alam. Dikelilingi lanskap menakjubkan yang dihiasi oleh jembatan gantung menawan, terjuntai di atas sungai sebening kristal, desa ini bak cermin sejati keindahan Nusantara. Di sinilah, secercah mimpi dan harapan mahasiswa dari berbagai jurusan berlabuh melalui program Kuliah Kerja Nyata, menghadirkan semangat baru bagi Candirejo yang mempesona.
Dengan semangat yang menyala dan harapan yang besar, Ayunda, Gema, Prasasta, Sasmita, dan Dyandra berkumpul di pinggir Desa Candirejo.
"Dengan kita di sini, kuharap kita bisa memperkenalkan potensi wisata desa ini," ucap Ayunda sambil mengedarkan pandangan di antara pemandangan megahnya gunung merapi, matanya berbinar penuh semangat.
"Bismillah. By the way, aku punya beberapa ide tentang teknologi pertanian modern yang bisa kita ajarkan ke warga," tambah Gema dengan nada optimistis. "Kita bisa mulai dengan ide sistem irigasi otomatis."
Prasasta mengangguk setuju. "Kita juga harus membantu UMKM lokal berkembang. Aku sudah memikirkan beberapa strategi pemasaran yang mungkin bisa kita terapkan."
Sasmita, yang selalu penuh kreatifitas, menambahkan, "Dan jangan lupa, kita bisa memperkenalkan kerajinan lokal ke pasaran yang lebih luas. Budaya dan seni di sini luar biasa."
Dyandra tersenyum, menatap teman-temannya dengan keyakinan. "Aku yakin, kedatangan kita di sini akan membawa perubahan. Mari kita buat Candirejo bersinar lebih terang."
Kelima mahasiswa itu pun saling bertukar pandang, tekad mereka bulat, dan semangat mereka terus membara. Mereka siap memasuki gapura bertuliskan "Selamat datang di Candirejo."
***
Di hari pertama kedatangan mereka di kantor kelurahan, Desa Candirejo menyambut lima mahasiswa KKN itu dengan upacara adat yang meriah. Warga desa, dengan senyum penuh kehangatan, menghadirkan alunan gamelan yang membuat suasana semakin semarak.
"Selamat datang, Mbak Mbak, Mas Mas," sambut Pak Sastro, sang kades. "Semoga kalian betah bertugas di sini ya. Kami harap kehadiran kalian bisa membawa perubahan di Candirejo ini," sambungnya dengan keramahtamahan.
Ayunda, cewek chinesee bertubuh mungil yang dikenal dengan ketekunan dan kasih sayangnya terhadap alam, membalas senyuman Pak Sastro. "Terima kasih, Pak Sastro. Kami sangat senang bisa berada di sini. Kami berharap bisa memulai sesuatu yang bermanfaat untuk desa ini."
Gema, cowok asal Ambon yang berambut kriwil dan selalu menciptakan inovasi teknologi, mencicipi jajanan pasar Wajik Kletik yang disuguhkan dengan penuh antusias. "Wahhh, rasa gula kelapanya begitu kuat. Ini luar biasa!" serunya, sambil memandang hidangan dari warga desa dengan kagum.
Prasasta, seorang cowok kurus berkacamata tebal dengan ide revolusioner dalam ekonomi, menggigit Nasi Tiwul dan mengangguk setuju. "Rasanya sangat khas dan unik. Kita harus memikirkan cara agar makanan khas seperti ini bisa dijual lebih luas," cetusnya sambil berpikir.
Dan Sasmita, cewek tambun berjilbab kelahiran Yogyakarta yang artistik dan penuh kreasi budaya, memandangi sekeliling dengan mata berbinar. "Desa ini memiliki keindahan yang luar biasa. Kita bisa memasukkan unsur budaya desa ini dalam promosi wisata," usulnya dengan bersemangat.
Sementara Dyandra, seorang cewek tomboy asal sunda yang visioner dalam menganalisis bisnis, menambahkan dengan senyuman penuh keyakinan, "Betul, kita bisa melakukan banyak hal di sini. Potensi desa ini sangat besar dan melimpah euy."
Pak Sastro tersenyum melihat semangat mereka. "Kami sangat berterima kasih atas antusiasme kalian. Apa yang kalian inginkan ada di desa ini, jika kita bekerja bersama-sama, pasti akan tercapai."
Kehangatan warga desa dan kekayaan budaya yang mereka temui di hari pertama itu membuat hati kelima mahasiswa semakin mantap. Mereka merasa diterima dengan baik dan siap menghadapi tantangan serta peluang yang ada di Desa Candirejo dengan semangat berkobar.
***
Hari-hari berikutnya dimulai dengan proyek mereka masing-masing. Gema, anak informatika, mengajarkan warga cara membuat blog dan memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan pariwisata desa. Sasmita, mahasiswa seni budaya, merancang pameran seni dan pertunjukan tari tradisional untuk menarik wisatawan. Ayunda, yang belajar agronomi, membantu petani setempat menerapkan teknik pertanian organik.
Suatu hari, saat berkeliling desa, Prasasta menemukan kelompok ibu-ibu sedang membuat Serabi Notosuman, kue tradisional lezat yang memiliki daya tarik tersendiri. "Kenapa tidak kita perkenalkan ke luar desa dan dijual secara online?" usul Prasasta.
Dyandra, yang memiliki latar belakang bisnis, setuju dan segera mengadakan pelatihan tentang manajemen bisnis dan pemasaran online kepada ibu-ibu tersebut. Mereka pun dengan semangat belajar hal baru yang dianggap bisa memberikan kesejahteraan lebih.
Namun, tidak semua berjalan mulus. Suatu hari, ada rumor bahwa desa tetangga merencanakan proyek besar (rumah wisata karaoke) yang masih pro-kontra dan bisa merugikan Candirejo karena wisatawan akan lebih memilih tempat tersebut. Ini membuat para mahasiswa dan penduduk desa merasa cemas, lantaran proyek besar tersebut bisa menutupi potensi Candirejo.
Dalam forum pengajian mingguan desa, Ayunda pun berdiskusi dengan tim dan para tokoh masyarakat. "Kita perlu acara besar yang bisa menarik perhatian," ucapnya.
"Setuju!"
"Setuju!"
"Wah, ide bagus itu!"
Masyarakat tampak antusias untuk mereleasasikannya.
***
Mereka pun merancang festival budaya lokal dengan tema 'Merapi Bersatu', berharap mampu mengalihkan isu-isu pro kontra yang menanas dalam proyek desa tetangga dan mengundang wisatawan ke Candirejo.
Festival 'Merapi Bersatu' menjadi ajang luar biasa. Penampilan seni seperti tari Topeng Ireng, musik gamelan, dan pameran kerajinan tangan dipersiapkan dengan penuh semangat. Yang paling menarik tentu saja pertunjukan Wayang Potehi, wayang khas Tiongkok-Indonesia yang bercerita tentang persatuan dan keberanian.
Di tengah festival, Ayunda dan Pak Sastro memperkenalkan Serabi Notosuman kepada para pengunjung yang membludak dan menjelaskan bagaimana mendukung UMKM lokal bisa membantu ekonomi desa. Banyak pengunjung yang terpesona pada kelezatan serabi dan tertarik untuk melakukan pemesanan secara online.
Selama festival berlangsung, datanglah rombongan wisatawan dari kota yang ternyata adalah juri lomba desa wisata tingkat provinsi. Mereka kagum dengan keunikan Desa Candirejo dan upaya yang dilakukan oleh tim KKN.
***
Beberapa minggu kemudian, hasil lomba diumumkan dan Desa Candirejo mendapatkan penghargaan sebagai desa wisata berbasis kearifan lokal terbaik. Kabar ini disambut dengan suka cita oleh seluruh warga desa.
Di akhir program KKN, Pak Sastro mengadakan acara perpisahan yang haru. "Kalian telah memberi kami harapan baru. Desa kami tidak hanya terlihat oleh masyarakat luas, tetapi juga mendapatkan pembelajaran berharga dari kalian," ucap Pak Sastro dengan mata berkaca-kaca.
Ayunda dan teman-temannya tersenyum penuh kebahagiaan. Mereka berhasil meninggalkan jejak yang berarti di desa tersebut. Desa Candirejo tidak lagi hanya dikenal sebagai tempat yang indah, tetapi juga sebagai komunitas yang berkembang berkat semangat persatuan dan inovasi mereka.
Setelah kembali ke kampus, Ayunda, Gema, Prasasta, Sasmita, dan Dyandra masih terus menjalin komunikasi dengan warga Desa Candirejo. Proyek-proyek yang mereka mulai semakin berkembang dan membawa lebih banyak pengunjung ke desa tersebut. Mereka telah menyulam impian di lereng Merapi dan meninggalkan warisan yang berharga bagi generasi berikutnya.[]
---
Ikko Williams
Magelang, 28 Juni 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H