"Aku Cemburu pada Hujan" adalah lebih dari sekadar novel. Ini adalah cermin yang mungkin akan memantulkan bagian dari diri kamu yang terlupakan, cerita yang akan kamu bawa, seperti payung, dalam cuaca jiwamu yang tidak menentu.
Aku tidak hanya menuliskan kisah ini; aku mengajak kamu untuk tenggelam dalam setiap adegan, merasakan setiap emosi, dan pada akhirnya, berdiri bersamaku di tengah hujan, membiarkan yakinkan bahwa tidak ada pertumbuhan tanpa air mata, dan tidak ada perenungan yang lebih dalam dari melihat ke dalam hati kita sendiri.
Saat kamu menutup buku ini, jika kamu memilih untuk bergabung dalam dunia Tyas dan cemburu pada tetes-tetes hujan pemikiran yang telah kucurahkan, aku berharap kamu akan menemukan secercah kedamaian, atau setidaknya, rasa cemburu yang sama dengan yang kumiliki terhadap hujan. Novel ini adalah bacaan Ramadanku tahun ini di tengah jedaku menulis cerita baru, mengingatkanku bahwa tulisan ini pernah menyemangatiku ketika aku kehilangan semangat menulis. Tokoh Kusumaningtyas seolah mengatakan: "Tolong tuntaskan kisahku. Dan tetap semangat menggarap kisah-kisah baru yang bermakna."
Akhir kata, semoga suatu hari nanti kamu bersempatan membaca novel ini hingga menemukan arti rindu yang sebenarnya.
Ikko Williams
Magelang, 27 Maret 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H