"Mama minder pa, kalau pagi belanja sayur ke warung ceu Wati cuma kangkung doang sama tempe. Suka ada yang nyinyir emak-emak komplek, katanya 'ngirit amat tiap hari masaknya cuma kangkung'."
"Menu makan kita tidak jauh dari 2T pa, paling banter balado ikan pindang itu pun sebulan sekali."
"Mama suka ngiri paa sama emak-emak di FB tiap hari posting makanan yang enak-enak, 'OTW nyari sop iga buat makan siang', atau ada lagi yang posting 'Sedang nemanin si kecil makan ayam geprek', terus ada juga yang posting 'Hari ini masaknya cumi rica-rica kesukaan pak suami, yang mau ayo merapat'."
"Sedangkan kita nih pa kita, pagi tumis kangkung, siang tumis kangkung lagi, malam masih tumis kangkung sisa pagi."
"Mama juga ingin masak yang enak buat keluarga kita paa, ingin sekali-kali makan di luar biar kaya orang-orang, apa papa gak ingin hidup senang punya usaha tetap dan punya banyak uang."
Ceu Uneh seolah-olah ingin puas menumpahkan kekesalannya yang selama ini ia pendam. Sebenarnya kalau uang cadangan tidak terpakai ia tidak terlalu pusing dengan urusan dapur. Cuma masalahnya uang cadangan kepakai buat kondangan dan membeli batik tunik model baru yang ia pesan ditoko online. Sehingga pikirannya sedikit labil karena gas sudah bau menyengat tanda mau habis, dan beras juga hanya tersisa untuk masak beberapa hari.
Ia jadi baper dan menumpahkan kekesalan kepada anak serta suaminya yang seharian hanya tiduran dan megangin HP. Sementara kang Ikin hanya diam mendengar istrinya nyerocos kemana-mana. Ia juga menyadari yang diucapkannya benar, setiap istri pastinya ingin merasa bahagia dengan segala kebutuhan keluarga tercukupi. Kang Ikin juga bukannya tak ingin memberikan yang terbaik buat istrinya, tapi keberuntungan belum berpihak kepadanya.
"Maa." Kang Ikin memegang tangan istrinya, yang langsung ditepiskan oleh ceu Uneh.
"Maa maafkan papa, selama ini menggantungkan hidup sama mama."
"Papa merasa salah belum bisa bertanggung jawab kepada keluarga. Mungkin mama juga masih ingat, sedari awal sudah papa katakan 'Cuma mama harta papa satu-satunya', jadi gak punya apa-apa lagi selain mama."
"Terus nasihat pak Ustad RW juga waktu jadi wali nikah kita dulu 'Kalau jodoh takan pergi kemana', mungkin kita berjodoh maa, makanya setelah menikah kita gak pernah kemana-mana."