Hai teman-teman Kompasianer, sudah tahukah anda bahwa, di antara ribuan panil relief cerita dan dekoratif, ada ratusan panil relief alat musik yang tergambar/terpahat/terlukis pada Candi Kebanggaan kita Borobudur?
Hal ini membuktikan betapa Wonderful Indonesia sejak dulu kala, di mana nenek moyang kita dulu, kehidupannya (peradaban abad ke-8 s/d ke-10) tidak dapat terlepas dari alat-alat/instrumen musik, yang digunakan untuk keperluan pertunjukan seni atau hiburan maupun upacara. Jadi ada Sound of Borobudur yang dipentaskan saat itu.
Alat-alat/instrumen musik yang terpahat/terlukis pada panil relief di dinding dan kaki candi ternyata tidak hanya berasal dari daerah Indonesia saja, tapi juga dari negara-negara lain seperti alat musik gambus (dipetik) dan rebab (digesek) yang berasal dari timur tengah/arab dan menyebar ke eropa, alat musik sitar (dipetik) berasal dari asia selatan/India.
Kemudian ada Lute (juga alat musik yang dipetik) yang menjadi cikal bakal lahirnya alat musik gitar, yang berasal dari Eropa, dan ada lagi Simbal (alat musik yang dipukul/diketok) dari Turki yang ternyata telah dimainkan sejak zaman kuno dan terpampang pada panil relief Candi Borobudur.
                              Ini membuktikan bahwa kemungkinan besar Borobudur Pusat Musik Dunia di masa lampau.
Berbagai kisah yang mengandung nilai pengetahuan, ajaran, seni dan pesan moral ditinggalkan oleh para leluhur melalui relief-relief atau panil relief untuk generasi selanjutnya
Lalu apa yang menjadi tugas/peran generasi selanjutnya khususnya nilai seni agar Sound of Borobudur tetap menggaung dan mengema hingga masyarakat dunia pun tahu dan tertarik untuk datang ke Borobudur yang ternyata penuh dengan nilai-nilai peradaban sejarah bermutu tinggi? Ini dia:
1. Generasi selanjutnya (generasi Indonesia/segenap anak negeri sekarang) harus menyadari bahwa Borobudur beserta panil-panil relief pada dinding-dinding candi bukan hanya sekadar bangunan, tempat ibadah atau sebagai tempat swafoto, melainkan sebagai tempat untuk belajar sejarah, mega perpustakaan, literatur yang menampilkan sumber ilmu pengetahuan, dokumentasi perjalanan mengagumkan yang telah dicapai oleh leluhur/nenek moyang kita yang harus diketahui dan diungkap terutama bagi mereka yang mencintai sejarah kejayaan jejak-jejak peradaban bangsa yang tentunya berimbas di masa sekarang, seperti Kesenian Musik dan Tari.
. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Ini menjadi sebuah spirit untuk memotivasi agar kita kembali belajar pada Borobudur.
2. Melakukan riset mengeksplor alat musik yang ada di relief candi, kemudian di dibuat/diproduksi/direplika dan dibunyikan. Atau dengan kata lain melakukan proses cipta ulang alat-alat musik yang terukir di relief/panil candi.
Kegiatan ini pernah dilakukan oleh seorang seniman bernama Ali Gardy Rukmana yang mendapatkan kepercayan dan amanah dari tim Jaringan Kampung Nusantara, untuk bisa mewujudkan kembali secara fisik tiga buah alat musik dawai, yang bentuknya terpahat di relief Karmawibhangga nomor 102, 125, dan 151.
Siapa Ali Gardy Rukmana dan bagaimana ia membuat, meniru dan membunyikan alat musik yang sudah 13 abad lalu tak pernah ada wujud barangnya hingga sesuai  yang tergambar di relief Borobudur? Baca artikelnya Disini.
Kegiatan ini sudah pernah dilakukan oleh sejumlah seniman kenamaan tanah air seperti Dewa Budjana, Purwacaraka dan Trie Utami dalam acara bertajuk Sound of Borobudur yang digelar di Omah Mbudur, Kompleks Candi Borobudur pada pada Kamis (8/4/2021) lalu, seperti yang tampak foto berikut:
5. Sound of Borobudur yang dipentaskan masa dulu tentu masih sederhana, digarap seadanya dengan cara konvensional. Generasi sekarang kita bisa mengarapnya dengan sentuhan lebih modern/bantuan alat teknologi musik tanpa menghilangkan nilai-nilai sejarah, makna dan esensinya.
***
Instrumen musik yang tergambar/terpahat di relief-relief Candi Borobudur adalah salah satu representasi kekayaan seni budaya dan kemajuan peradaban nusantara yang dicapai nenek moyang kita 13 abad yang lalu.
Agar jejak-jejak kekayaan dan kemajuan peradaban tersebut tidak hilang tergerus zaman dan waktu melainkan menjadi daya tarik sejarah dunia yang tak lekang oleh waktu, maka mengeksplor atau menghadirkan kembali alat-alat musik dan tari yang tergambar pada relief-relief di Candi Borobudur dalam wujud fisik, membunyikannya kembali dan mementaskannya dalam bentuk seni pertunjukan serta workshop menjadi tugas kita bersama, bukan hanya tugas para musisi atau seniman saja.
Karena dengan tugas dan peran inilah yang akan membuka ruang bagi Sound of Borobudur untuk terus tergaung sebagai pusat kesenian dunia dan menjadi daya tarik  generasi saat ini dan masyarakat dunia.
~Salam, Farissa~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H