"Lihat tu tetangga kita buk Lisa, walau pandemi wabah corona, keluarga mereka ceria-ceria saja, seperti tidak mengalami masalah keuangan gitu, padahal mereka juga memiliki dua anak seperti kita yang usianya sama dan suaminya juga bekerja seperti papa. Mungkin lebih baik kita selidiki tetangga kita itu." Komentar bu Salma.
"Oo, ingin jadi detektif swasta?" olok pak Hendra setelah ia memuji istrinya. "Ini akibat rajin nonton film drama korea. Sudah emak-emak masih berminat menjadi detektif swasta, he,he,he.....
Bu Salma betul -betul kesal, sebal dan kecewa karena ditertawakan suaminya. Padahal ia belum selesai  memaparkan rencana keuangannya. Ia tidak peduli lagi dengan suaminya dan diam-diam akan menyelidik secara santun manajemen keuangan keluarga bu lisa yang menjadi tetanganya itu.
***
Di atas adalah realita yang terjadi tempat tinggalku. Dua orang ibu rumah tangga yang profilnya nyaris sama bernama Salma dan Lisa, masing-masing berusia 40-an. Suami Salma berusia 43 tahun bekerja di sebuah perusahaan sebagai manajer. Dikaruniai dua orang anak, satu masih duduk di kelas 2 SMP dan satunya lagi akan melanjutkan kuliah. Gaji mereka saat saya singgung, enggan dijawab, namun mereka hanya berasumsi sekitar sekian juta rupiah sebulan.
Sementara Lisa yang punya hubungan saudara dengan saya, suaminya berusia 45 tahun yang juga bekerja sebagai manajer senior di sebuah perusahaan dengan penghasilan kurang lebih sama dengan keluarga Salma. Mereka juga dikaruniai dua orang anak, yang pertama juga akan masuk kuliah dan yang kedua mau masuk SMA.
Lalu apa yang membedakan kedua keluarga tersebut? Ternyata  kedua keluarga yang berpenghasilan kurang lebih sama itu, bisa memiliki gaya hidup yang berbeda. Keluarga Lisa tidak mewah tapi cukup. Mereka sepertinya tidak pernah kehabisan uang setiap tanggal 20, bisa mempunyai produk keuangan atau investasi seperti deposito, perhiasan, properti dan reksadana walau tidak besar-besar amat serta selalu dapat membayar pengeluaran-pengeluarannya.
Sementara keluarga Salma, baru tanggal berapa, uang sudah habis. Rasanya penghasilan mereka tidak pernah cukup. Inilah yang membedakan, pada perbedaan gaya hidup atau perbedaan keinginan.
Ya, kebutuhan dua keluarga tersebut kurang lebih sama. Sembako, transportasi, listrik, air, telepon/pulsa HP dan seterusnya, pasti sama. Perbedaanya adalah keinginan. Keluarga yang satu mungkin memiliki keinginan yang tidak ada batasnya, sementara keluarga yang satu lagi tidak. Bisa juga dua keluarga tersebut memiliki keinginan yang sama banyaknya, tapi keluarga yang satu dapat mengendalikannya sehingga bisa memiliki produk keuangan/investasi. Sebaliknya, keluarga yang satunya lagi tidak bisa.
Saat ini  tidak sedikit fakta yang menunjukkan bahwa kebanyakan dari kita seringkali memakai gaji untuk hal-hal yang memang kita inginkan terlebih dahulu sebelum membeli hal-hal yang kita butuhkan. Jadi pantas saja banyak orang yang sudah kehabisan uang bahkan sebelum mereka membeli kebutuhannya.
***