"Sudah sedemikian darurat kah Aceh dari Campak dan Rubella, sehingga harus ada Perlindungan Imunisasi MR?"
Dan berbagai tanggapan lain yang mempertanyakan tentang kondisi Aceh yang mencanangkan kampanye atau sosialisasi imunisasi MR.
Saya pikir berbagai pertanyaan dan tanggapan tersebut dapat terjawab dari Data Dinas Kesehatan Provinsi Aceh yang menyebutkan, untuk kasus klinis penyakit Campak pada tahun 2016 ditemukan 1.588 kasus, dan pada tahun 2017 terdapat 1.027 kasus. Sementara sampai Juli 2018 sudah ditemukan sebanyak 1.157 kasus.
Data Case Based Measles Surveilance (CBMS) Aceh 2012 -2017, ditemukan 221 kasus Campak dan 176 kasus Rubella. Data tersebut dengan cacatan tidak semua kabupaten/kota melapor dan tidak semua sampel diperiksa laboratorium.
Status Kehalalan Vaksin MR sebagai Perlindungan Imunisasi Pencegah Campak dan Rubella
Baru- baru ini ada masalah atau kasus yang terjadi di beberapa sekolah madrasah di Aceh terkait Suntik Vaksin MR. Sekolah-sekolah di bawah naungan Kementerian Agama itu menerbitkan surat imbauan terkait vaksin tersebut di lingkungan madrasah. Isi himbauan tersebut antara lain meminta untuk menunda proses penyuntikan vaksin terhadap murid atau siswa di madrasah.
Penundaan proses penyuntikan ini lantaran pihak sekolah banyak mendapat pertanyaan dari masyarakat dan wali murid termasuk kepala madrasah soal status kehalalan vaksin MR. Â Karena hingga kini belum mendapatkan fatwa halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Apalagi di Aceh yang notabene penduduknya mayoritas muslim sehingga suatu produk harus ada jaminan halalnya.
Saya pikir memang benar vaksin MR ini harus segera membutuhkan sertifikasi halal dari MUI atau dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) demi keamanan pemakaian.
Terkait masalah sertifikasi halal dari Vaksin MR ini, baru-baru ini yang saya ketahui MUI atau BPJPH sudah mengeluarkan fatwa No.33 Tahun 2018 yang membolehkan penggunaan vaksin MR. Fatwa ini tertuang pada poin 3 yang berbunyi "Penggunaan Vaksin MR produk dari SII pada saat ini, dibolehkan (mubah) karena ada kondisi keterpaksaaan atau darurat, dimana belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci. Disamping itu, juga karena ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diberikan Perlindungan Imunisasi dan belum adanya vaksin yang halal. Namun jika sudah ditemukan adanya vaksin yang halal dan suci, maka kebolehan vaksin MR menjadi tidak berlaku.
Sejauh yang saya ketahui pun, vaksin MR yang telah digunakan di seluruh provinsi di Pulau Jawa pada tahun 2017 dan yang akan digunakan seluruh provinsi di luar Jawa, termasuk Aceh berasal dari India. Vaksin MR telah memperoleh izin edar dari Badan POM Indonesia, karena PT. Biofarma selaku produsen vaksin di Indonesia belum mampu memproduksi vaksin ini.