Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Dengan Membaca Kamu Mengenal Dunia, Dengan Menulis Kamu Dikenal Dunia"*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

10 Catatan Penting Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak yang Meluas

6 Januari 2017   22:16 Diperbarui: 4 April 2017   17:05 21294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Data Statistik Komnas Perempuan : Sepanjang 2015 menerima laporan tentang kekerasan terhadap perempuan sebanyak 321.752 kasus. Dengan kata lain, setiap hari ada 881 kasus perempuan yang menjadi korban kekerasan. Kekerasan yang paling sering terjadi juga kasus kekerasan seksual.

1. Pemerintah harus lebih tegas dan konsisten melindungi perempuan dan anak dengan mengoptimalkan program-program perlindungan yang ada. Dan terus mensosialisasikan penggunaan UU hingga Intruksi Presiden tentang Gerakan Nasional Anti Kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Peluncuran empat dokumen terkait strategi dan rencana aksi penghapusan kekerasan terhadap ibu dan anak yang telah dilakukan oleh Kemenko PMK patut kita dukung dan beri apresiasi. Empat dokumen tersebut terdiri dari Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak (Stranas PKtA), Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak (RAN PA), Rencana Aski Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (RAN PTPPO) serta Road Map Pemulangan dan Pemberdayaan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB). Tiga diantara dokumen tersebut dapat melindungi perempuan dan anak-anak Indonesia dari kejahatan.

Adanya dokumen yang dinilai mampu melindungi anak-anak, juga telah membuat UNICEF mengapresiasi pemerintah Indonesia. Dokumen tersebut dinilai UNICEF telah merefleksikan rekomendasi-nya terkait kekerasan terhadap anak. Bahkan secara khusus, UNICEF menilai apa yang dilakukan pemerintah Indonesia ini dapat dijadikan contoh bagi negara-negara lain dalam hal perlindungan anak. Namun yang penting sekarang adalah mengawal implementasi dari dokumen-dokumen tersebut di tingkat pusat dan daerah.

2. Membangun sistem komunikasi antara orang tua dan anak. Jangan biarkan anak selalu menerima kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi di dunia maya. Sistem pengawasan patut dilakukan oleh orang tua, termasuk mengawasi pergaulan anak di lingkungan tempat tinggal. Begitu juga dengan pendidikan anak-anak di sekolah. Pihak sekolah sebaiknya tetap menekankan pendidikan agama dan karakter.

Dok: kominfo.go.id
Dok: kominfo.go.id
3. Orang tua dan para guru di sekolah juga sebaiknya memberikan pemahaman yang baik, mana bagian tubuh yang boleh disentuh dan tidak boleh disentuh. Pemahaman itu perlu disampaikan agar anak-anak terutama perempuan bisa menyikapi dan mengantisipasi perilaku kekerasan seperti kejahatan seksual.

4. Memperberat hukuman para pelaku kekerasan. Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak yang mencantumkan hukuman penjara maksimal 15 tahun sebaiknya direvisi. Hukuman wajib diperberat, tidak saja memperberat hukuman penjara, tetapi juga tambahan hukuman lainnya.

Masyarakat juga harus menyadari, efek jera para pelaku kekerasan, tidak hanya ditentukan oleh faktor hukuman, tetapi lebih penting dari itu adalah bagaimana peran orang tua dalam keluarga dan sistem pendidikan di sekolah. Kedua factor tersebut dapat membentengi anak untuk tidak terjerumus dalam kasus-kasus kekerasan.

5. Pemerintah juga harus menuntaskan persoalan anak-anak pengemis dan pengamen jalanan. Caranya, pemerintah harus berperan dalam menciptakan kota ramah anak, fasilitas pendidikan, taman dan arena bermain hingga memberi beasiswa kepada mereka untuk melanjutkan pendidikan di dalam dan luar negeri.

Sudah menjadi rahasia umum, banyak anak-anak yang kehilangan arena bermain hingga akhirnya mereka turun ke jalan. Sehingga tak heran eksploitasi anak di bawah umur untuk dijadikan pengamen dan pengemis marak terjadi. Hal ini pun tak lepas dari kurang optimalnya peran pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan. Jika hal ini terus dibiarkan maka praktik eksploitasi anak akan terus terjadi secara turun-temurun.

6. Meminta pemerintah daerah dan pusat terus melakukan upaya pencegahan kekerasan dengan melibatkan institusi yang berada di komunitas (seperti Forum Pengada Layanan, Yayasan Pusat Pemberdayaan Perempuan dan Anak, dan LSM), lembaga adat dan agama.

Merujuk kepada Lembar Fakta Catatan Tahunan (Catahu) 2016 dari Komnas Perempuan, memperlihatkan peningkatan yang cukup signifikan adalahkekerasan di ranah komunitas yakni sebanyak 5.002 kasus (31%), dimana kekerasan tertinggi adalah kekerasan seksual (61%). Jenis kekerasan seksual di komunitas tertinggi adalah: perkosaan (1.657 kasus), lalu pencabulan (1.064 kasus), pelecehan seksual (268 kasus), kekerasan seksual lain (130 kasus), melarikan anak perempuan (49 kasus), dan percobaan perkosaan (6 kasus).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun