Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Indahnya Rembulan, Teriknya Matahari"*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pelik dan Dilematisnya Penambangan Pasir dan Timah di Indonesia

13 November 2016   20:59 Diperbarui: 13 November 2016   22:30 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pulau Sebaik yang luasnya sekitar 50 Hektare kini kondisinya sudah kering dan tandus. Diperkirakan, puluhan juta ton pasir di pulau tersebut sudah berpindah ke Negeri Singa. Padahal sebelumnya pulau ini sangat indah, (dok metrotvnews.com).

Pertambangan dan Konflik di Sekitarnya

Jika ada dampak pasti akan ada konflik. Tak jarang potensi konflik di pertambangan kerap terjadi. Seperti pada pertambangan pasir laut dan timah, yang disebabkan karena perebutan lahan tambang diantara kelompok-kelompok penambang. Mengingat kelompok-kelompok ini biasanya melakukan penambangan secara ilegal, yang mana tidak ada pembagian dan penetapan wilayah penambangan yang jelas diantara mereka. Kemudian cara kerja kelompok-kelompok penambang skala kecil ini yang berpindah-pindah tanpa memiliki izin usaha pertambangan (IUP) yang tepat, menyebabkan konflik perebutan lahan pertambangan menjadi kasus yang banyak terjadi.

Selain itu para penambang yang sebagian besar ilegal ini seringklai menambang di sembarang tempat, bahkan di tempat-tempat yang dilindungi dan dilarang untuk di tambang. Misalnya di kawasan lindung, sepadan pantai, sepadan sungai hingga pemukiman masyarakat. Sehingga tak jarang terjadi kericuhan antara para penambang ilegal dengan aparat yang ingin menertibkan.  Kejadian seperti ini tentu akan menimbulkan ketegangan dan kecemasan masyarakat di sekitarnya, dan sangat memungkinkan menjadi konflik yang serius.

Konflik seputar lahan pertambangan tidak hanya terjadi diantara para kelompok penambang saja. Namun pembagian hak guna lahan yang kadang rancu, juga terjadi antara badan usaha pertambangan dengan masyarakat maupun badan usaha lainnya. Misalnya tumpang tindih hak guna lahan antara perusahaan pertambangan dengan perusahaan lainnya. Adakalanya juga ditemukan kasus perebutan hak guna lahan. Namun yang lebih pelik jika perebutan lahan juga terjadi antara pihak pengusaha pertambangan dengan masyarakat.

Pertambangan laut pun tak jarang mengalami konflik. Konflik yang terjadi pada pertambangan pasir laut dan timah di laut biasanya terjadi karena perbedaan kepentingan antara nelayan dengan pengusaha pertambangan. Seperti yang telah diutarakan, dampak negatif dari pertambangan ini adalah kerusakan pada ekositem pantai seperti pada hutan mangrove dn terumbu karang, yang menyebabkan berkurangnya habitat biota laut, sehingga jumlah dan jenis biota laut akan menurun. 

Penurunan jumlah dan jenis biota laut ini akan berdampak pula pada menurun-nya jumlah tangkapan para nelayan yang berarti mengurangi pendapatan para nelayan yang selama ini bergantung pada hasil laut. Banyaknya kapal keruk maupun kapal isap yang beroperasi di laut, dan ditambah dengan para penambang ilegal yang jumlahnya tak sedikit, tentu akan menurunkan pendapatan para nelayan. Perbedaan kepentingan terhadap sumber daya laut inilah yang menimbulkan konflik diantara kelompok nelayan dengan para penambang.

Kapal Keruk Vox MaximaDi wilayah Provinsi Banten(dok VerbumNews.com)
Kapal Keruk Vox MaximaDi wilayah Provinsi Banten(dok VerbumNews.com)
Nelayan Banten bentangkan spanduk perlawanan pada perahu-perahu mereka. Hal ini wajar karena kegiatan pertambangan pasir laut dirasa telah merenggut wilayah tangkapan ikan masyarakat, sehingga pencari ikan harus lebih jauh mencari buruannya dan menambah beban operasional. (dok beritabanten.co.id)
Nelayan Banten bentangkan spanduk perlawanan pada perahu-perahu mereka. Hal ini wajar karena kegiatan pertambangan pasir laut dirasa telah merenggut wilayah tangkapan ikan masyarakat, sehingga pencari ikan harus lebih jauh mencari buruannya dan menambah beban operasional. (dok beritabanten.co.id)
Meskipun konflik-konflik seperti ini belum berujung pada kerusuhan, konflik massa, hingga menimbulkan korban jiwa, namun kejadian-kejadian seperti ini tentu bukan sesuatu yang diharakan dan terus terjadi.

Mengingat adanya peningkatan perebutan dan tumpang tindih hak guna lahan, maka sangat penting untuk dipikirkan solusi dari permasahan ini secara bersama-sama oleh berbagai pihak termasuk pemerintah daerah, para pemilik usaha pertambangan dan masyarakat.

Solusi: Penanganan Konflik Pertambangan Dengan Kebijakan Pemerintah

Jika dicermati, konflik yang banyak muncul pada usaha pertambangan baik di darat maupun di laut, khususnya pertambangan pasir dan timah, sebagian besar berkaitan dengan izin pemanfaatan lahan/lokasi pertambangan maupun tumpang tindih penggunaan lahan. Karena memang pada pertambangan apapun yang dilakukan oleh perusahaan berbadan hukum, tentu harus ada sederetan perizinan yang harus dipenuhi sebelum melakukan usaha pertambangan. 

Bentuk perizinan yang diperlukan antara lain, izin kelayakan lingkungan yang diperoleh bila perusahaan telah menyusun dokumen lingkungan dan telah disahkan. Dokumen lingkungan itu berupa dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan atau Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL) maupun Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH). Dalam dokumen lingkungan tersebut didata dan dipelajari mengenai dampak besar dan penting yang mungkin ditimbulkan dari usaha pertambangan yang dilakukan. Selain itu juga dicantumkan usaha dan rencana tindak untuk meminimalisir dampak yang mungkin tersebut.

Salah satu isu yang sering dibicarakan dalam penyusunan dokumen lingkungan adalah penanganan terhadap konflik penggunaan lahan terhadap perlindungan lingkungan.  Dalam dokumen lingkungan yang dibuat oleh pemilik usaha pertambangan dijelaskan secara mendetail mengenai penaganan konflik lahan sejak pembebasan lahan yang akan digunakan, maupun penaganan permasalahan yang menyangkut konflik kepentingan dengan masyarakat, misal para nelayan pada usaha tambang pasir laut dan timah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun