Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Indahnya Rembulan, Teriknya Matahari"*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pelik dan Dilematisnya Penambangan Pasir dan Timah di Indonesia

13 November 2016   20:59 Diperbarui: 13 November 2016   22:30 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pulau Sebaik yang luasnya sekitar 50 Hektare kini kondisinya sudah kering dan tandus. Diperkirakan, puluhan juta ton pasir di pulau tersebut sudah berpindah ke Negeri Singa. Padahal sebelumnya pulau ini sangat indah, (dok metrotvnews.com).

Lebih jauh mengenai usaha pertambangan timah dengan sistem open mining, dampaknya sungguh besar terkait terjadi banyaknya pembukaan lahan. Pembukaan lahan ini tentu akan menyebabkan kerusakan ekosistem dan menghasilkan lubang-lubang tambang atau istilahnya kolong dalam bahasa setempat. Rusaknya satu ekosistem tentu akan berdampak pula pada ekosistem yang lain. 

Selain itu kerusakan ekosistem secara berkelanjutan juga akan menyebabkan perubahan iklim, serta mengakibatkan menurun-nya jumlah keanekaragaman hayati (biodiversity) atau kelangkaan flora dan fauna. Dampak-dampak tersebut telah terasa di Kepulauan Bangka Belitung.  Kelangkaan flora dan fauna tersebut selain merugikan biodiversity karena menurun-nya plasma nutfah  juga membuat masyarakat kehilangan manfaat dari flora dan fauna tersebut. Seperti ikan, burung dan berbagai tanaman yang bernilai ekonomis.

Lubang-lubang tambang timah di wilayah Bangka-Belitung yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat (dok blogs.uajy.ac.id)
Lubang-lubang tambang timah di wilayah Bangka-Belitung yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat (dok blogs.uajy.ac.id)
Banyaknya lubang tambang di wilayah Bangka-Belitung juga akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Bukan saja karena kurangnya usaha pemanfaatan lubang-lubang tambang tersebut, tetapi juga karena lubang-lubang tambang itu menjadi tempat perkembangbiakan berbagai jenis nyamuk. 

Meningkatnya populasi nyamuk ini menimbulkan keresahan bagi masyarakat maupun pemerintah setempat. Pasalnya nyamuk-nyamuk ini merupakan vektor bagi penyakit malaria demam berdarah dan penyakit kaki gajah. Bahkan Bangka merupakan wilayah endemis penyakit malaria, dan lubang-lubang tambang ini turut memperpanjang mata rantai penyebaran penyakit-penyakit ini. Dari segi kesehatan masyarakat, selain menimbulkan berbagai penyakit secara tidak langsung, pertambangan timah juga menyebabkan perubahan kondisi air tanah dan menimbulkan masalah karena pembuangan tailing.

Tailing dihasilkan dari operasi pertambangan dalam jumlah yang sangat besar. Sekitar 97 persen dari bijih yang diolah oleh pabrik pengolahan bijih akan berakhir sebagai tailing. Tailing mengandung logam-logam berat dalam kadar yang cukup mengkhawatirkan, seperti tembaga, timbal atau timah hitam, merkuri, seng, dan arsen. Ketika masuk kedalam tubuh makhluk hidup logam-logam berat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan.

Masalah pembuangan tailing ini semakin pelik bila pertambangan timah dilakukan di laut (off shore mining). Pembuangan tailing ini dengan metode apapun tetap akan menyebabkan peningkatan kekeruhan. Semakin kuat arus laut, penyebaran tailing ini akan semakin luas dan pada akhirnya akan menimbulkan sedimentasi pada terumbu karang dan mangrove. Semakin besar ombak akan membawa limbah tailing ini menyebar lebih jauh sehingga sedimentasi yang dihasilkan semakin sulit dikendalikan. 

Akibatnya pun dapat ditebak, sedimentasi pada terumbu karang dan hutan mangrove akan merusak perkembangbiakan biota laut lainnya. Sedangkan kita tahu, keberadaan biota laut ini juga merupakan sumber pencaharian bagi nelayan dan juga sumber protein hewani yang tidak habis-habisnya bagi masyarakat. Sedimentasi yang terjadi besar-besaran di laut seputar wilayah Bangka dan Belitung, secara signifikan menurunnya jumlah tangkapan nelayan. Sehingga tak heran, meskipun dikelilingi laut yang luas, harga komoditi sumber hewani laut di Bangka Belitung tetap tinggi dibanding daerah-daerah lain.

Bila pembuangan tailing ini dilakukan di sungai, maka akan mengakibatkan pendangkalan sungai. Di Bangka Belitung sendiri sekarang sudah jarang ditemui sungai yang dalam dan berair jernih. Sebagian besar sungai terlihat keruh berwarna kecoklatan atau kehitaman, karena kandungan lumpur dari buangan tailing yang tinggi. Namun demikian tak jarang aliran sungai ini tetap dimanfaatkan masyarakat untuk keperluan MCK sehari-hari. Sedimentasi ini turut- berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas air permukaan di sekitar wilayah pertambangan itu sendiri. Bukan hanya di sungai, pendangkalan ini juga terjadi di pantai dan hutan mangrove.

Untuk  meninimalisir dampak-dampak tersebut, sudah menjadi kewajiban perusahaan penambang untuk melakukan berbagai upaya, terutama peningkatan kesadaran para pemilik modal akan pentingnya lingkungan bagi kelangsungan hidup masyarakat banyak. Karena peningkatan kesadaran ini, akan diikuti oleh upaya-upaya lain seperti reklamasi revegatasi dan rehabilitasi. Pada penambangan timah, upaya reklamasi, revegatasi dan rehabilitasi amat perlu dilakukan. 

Pada tambang di darat dapat dilakukan dengan menanam tumbuhan untuk mengembalikan kondisi lahan seperti semula. Sebagai tannaman perintis, maka untuk reklamasi perlu dipilih tanaman yang dianggap mampu bertahan dengan keadaan lahan bekas pertambangan yang kritis dan miskin hara, seperti tanaman Akasia. Sedangkan upaya reklamasi, revegatasi dan rehabilitasi pada tambang laut dapat dilakukan dengan melakukan transplantasi terumbu karang yang diharapkan akan mampu mengembalikan ekosistem laut seperti sedia kala. Upaya reklamasi, revegatasi dan rehabilitasi lahan bekas tambang, baik di darat maupun di laut, juga menjadi salah satu upaya penanganan tailing dan limbah lainnya yang berwawasan lingkungan.

Selain karena tumbuh-nya kesadaran para pemilik modal atau pengusaha pertambangan, hal ini juga ditekankan daam pasal 98 dan pasal 99 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambnagan Mineral dan batubara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun