“Saya menyesal, kenapa dulu saya tidak sekolah, walaupun katanya jangan sesali apa yang telah terjadi, tapi saya tetap merasa menyesal,” ujar Aisyah dengan raut wajah tampak sedih.
“Kenapa bisa timbul penyesalan itu bu?”
“Sekarang saya baru sadar, untuk mendapatkan nasib yang baik di masa depan, kita harus sekolah, punya pendidikan, pengetahuan dan keterampilan hingga jadi orang yang berhasil, saya percaya itu,” ujarnya.
Aisyah bertekad menyekolahkan anak-anaknya hingga ke jenjang yang lebih tinggi, supaya lebih baik dari dirinya. Anak-anaknya-lah yang menjadi penyemangat bagi dirinya dalam mencari nafkah. Dan beliau berprinsip bahwa pekerjaan apapun dapat dilakukan oleh siapa saja, tanpa memandang jenis kelamin dan yang penting halal.
“Ya memang jarang ada perempuan yang mau jualan koran, tapi saya merasa lebih baik bekerja seperti ini dari pada mengemis,” kata Aisyah lagi dengan matanya menerawang jauh ke depan.
Prinsip yang dianut dan apa yang diucap oleh ibu Aisyah pun membuka pikiran dan hati saya, bahwa sangat langka perempuan yang berprinsip dan berpikiran seperti Aisyah. Karena kenyataannya sangat langka kita temui perempuan yang mau jualan koran, namun mirisnya malah ada kaum perempuan yang mengemis meminta belas kasihan orang.
“Suami mana bu?” Tanyaku lagi
“Suami saya sama seperti saya, ia juga berjualan koran di persimpangan jalan lain, ia pergi bersama rekan-rekannya sejak pagi. Namun malam harinya kami bersama berdua berjualan balon demi menambah pendapatan. Semua ini kami lakukan untuk anak-anak dan demi masa depan mereka juga,” ujar Aisyah dengan nada mantap.
“Berapa sih penghasilan yang ibu dapat sehari-hari?”
“Soal rejeki tidak bisa diperkirakan ya dik. Rata-rata penghasilan saya per hari Rp. 40.000 dan sering juga orang-orang tidak mau menerima uang kembalian. Bahkan ada yang memberi saya sumbangan baju, uang hingga sampai Rp. 500.000. Dan ada pula yang kasih beras. Ada saja sedekah dari orang, apalagi bulan puasa,” ungkap Aisyah sambil sedikit tersenyum.
“Kalau dari jualan balon?”