Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Indahnya Rembulan, Teriknya Matahari"*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gerakan Bersih dan Senyum, Dimulai dari Budaya 3 R (Reduce, Reuse, Recyle)

9 Oktober 2016   20:36 Diperbarui: 4 April 2017   18:22 4040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lembaran-lembaran kertas yang baru selesai dicetak dengan bahan baku limbah kertas dan gedebong pisang. (foto dok pri).

Budaya bersih dan senyum buat saya identik dengan sampah, limbah, dan kebersihan lingkungan. Sampah merupakan sisa kegiatan manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat (UU 18 tahun 2008) baik yang bersifat organik maupun non/an organik dan dianggap sudah tidak bernilai lagi. Setiap hari terutama di rumah tangga kita menghasilkan sampah, baik sampah organik (basah), sampah an-organik (kering), maupun Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Dan kita-pun beranggapan bahwa sampah –sampah tersebut merupakan benda kotor, bau dan menjijikan, yang harus segera dibuang jauh-jauh agar tidak mengotori halaman atau lingkungan. Ada yang mencoba menyelesaikan sampahnya dengan membuang ke sungai, sehingga dalam waktu sekejap sungai-pun penuh dengan sampah. Pada musim penghujan penumpukan sampah di sungai akan mendatangkan banjir dengan segala dampak ikutannya, seperti munculnya berbagai penyakit.

Masalah sampah timbul karena banyak yang membuang namun sedikit yang mengurus. Sementara di sisi lain, kemampuan pelayanan dalam mengelola sampah yang dihasilkan masyarakat dari pemerintah daerah (Pemda) baik kabupaten maupun kota masih sangat terbatas, membuat tempat pengelolaan/penampungan sampah tidak mampu lagi menampungnya. Jadi siapa yang harus bertanggung jawab? Ya, jawabnya semua pihak, terutama masyarakat, karena lagi pula masyarakat yang membuang, masyarakat pula yang harus bertanggung jawab. Untuk itu diperlukan solusi yakni, banyak membuang namun banyak juga yang mengurus atau mengelolanya.

Ingat kemampuan pelayanan Pemda masih terbatas (foto dok pri).
Ingat kemampuan pelayanan Pemda masih terbatas (foto dok pri).
Bagaimana mewujudkan budaya bersih dengan senyum jika kepedulian masyarakat terhadap sampah belum menyeluruh? Untuk mengatasi permasalahan ini yang merupakan masalah kita bersama, tiada lain adalah dengan mengubah pola pikir dan perilaku kita. Bukan saja dengan tidak membuang atau memusnahkan sampah secara semena-mena, melainkan dengan mengelola sampah dengan baik dan tepat, yang harus dimulai dari diri kita sendiri dan dari rumah kita sendiri. Memang mengubah perilaku yang selanjutnya menjadi kebiasaan sehari-hari tidak mudah, perlu waktu dan kesabaran. Dorongan dan pedampingan perlu dilakukan secara terus menerus tanpa mengenal lelah.

Akankah sampah-sampah ini menjadi lawan yang menimbulkan masalah? Ataukah kita jadikan kawan yang yang memberi manfaat bagi kehidupan? (foto dok pri).
Akankah sampah-sampah ini menjadi lawan yang menimbulkan masalah? Ataukah kita jadikan kawan yang yang memberi manfaat bagi kehidupan? (foto dok pri).
Kegiatan perkotaan seperti perdagangan, pertokoan, hotel, pendidikan, industri, dan lain sebagainya beserta kegiatan penduduknya yang menimbulkan sampah sebenarnya bernilai ekonomis. Untuk itu kita harus dapat berfikir dan  menyadari bahwa, jika sampah dikelola dengan baik dan tepat, maka selain menciptakan budaya bersih, juga akan dapat membuat kita tersenyum karena memberi berkah/penghasilan buat kita.

Mengelola sampah dengan baik dan tepat adalah dengan melakukan pemilahan dan pengolahan sampah. Pemilahan sampah dapat dimulai dengan memisahkan sampah menjadi sampah basah (organik), sampah kering (non organik) dan sampah B3 rumah tangga. Sampah yang dipilah dan diolah dapat dijual pada lapak atau pengempul. Setelah itu dengan menggunakan teknologi dapat dijual ke pabrik atau ke industri rumah tangga ataupun ke konsumen. Peluang pasar untuk sampah yang terpilah dan terolah ini saya pikir cukup besar, apalagi disertai dengan teknologi  yang pasti keuntungannya akan tinggi.

Pemilahan sampah dapat dimulai dengan memisahkan sampah menjadi sampah basah (organik), sampah kering (non organik) dan sampah B3 rumah tangga. (foto dok pri).
Pemilahan sampah dapat dimulai dengan memisahkan sampah menjadi sampah basah (organik), sampah kering (non organik) dan sampah B3 rumah tangga. (foto dok pri).
Sampah yang dipilah dan diolah dapat dijual pada lapak atau pengempul. Peluang pasar untuk sampah yang terpilah dan terolah ini saya pikir cukup besar, apalagi disertai dengan teknologi yang pasti keuntungannya akan tinggi. (foto dok pri).
Sampah yang dipilah dan diolah dapat dijual pada lapak atau pengempul. Peluang pasar untuk sampah yang terpilah dan terolah ini saya pikir cukup besar, apalagi disertai dengan teknologi yang pasti keuntungannya akan tinggi. (foto dok pri).
Lalu timbul pertanyaan, bagaimana cara mengajak masyarakat agar mau berfikir dan menyadari hal demikian, yakni mengelola sampah mereka dengan baik dan tepat, sehingga dapat memberi berkah? Jawabnya, dengan kelola sampah bisa menyelesaikan masalah, memberikan manfaat, biayanya terjangkau, metodenya cocok dengan kemampuan masyarakat, dan masyarakat dihargai dengan cara dilibatkan/ partisipatif, serta jujur dan adil dalam pengelolaan. Semuanya ini saya pikir terangkum dalam konsep/budaya/prinsip/pola 3R (Reduce, Reuse dan Reycle). Ya 3R, itulah yang saya maksud suatu sistem pengelolaan/pemilahan/pengolahan sampah yang paling baik, tepat, efektif, murah dan terjangkau demi tercapainnya budaya/gerakan bersih dan senyum menurut saya.

Saya dan rekan-rekan sedang praktek melakukan penangganan sampah dengan konsep 3 R, di balai teknik air minum dan sanitasi wilayah 1 Bekasi. (foto dok pri).
Saya dan rekan-rekan sedang praktek melakukan penangganan sampah dengan konsep 3 R, di balai teknik air minum dan sanitasi wilayah 1 Bekasi. (foto dok pri).

Pengelolaan Sampah Dengan 3R (Reduce, Reuse, Recycle)

1. Reduce (mengurangi), yaitu mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya sampah. Seperti:

  • Menggunakan atau memilih produk, wadah atau kantong yang dapat digunakan berulang-ulang.
  • Memilih produk yang dapat diisi ulang.
  • Kurangi penggunaan bahan sekali pakai.
  • Plastik kresek untuk tempat sampah.
  • Kumpulan majalah/buku dapat dijadikan perpustakaan.
  • Sebaiknya pakai serbet/sapu tangan kain daripada tissue.
  • Bawa kantong/tas belanja sendiri.
  • Gunakan rantang/boks kembali.
  • Dll.

Sekarang saya menggunakan tas belanja sendiri (tas ramah lingkungan) untuk berbelanja, sehingga bisa mengurangi sampah plastik. (foto dok pri).
Sekarang saya menggunakan tas belanja sendiri (tas ramah lingkungan) untuk berbelanja, sehingga bisa mengurangi sampah plastik. (foto dok pri).
2. Reuse (menggunakan kembali), yaitu kegiatan pemanfaatan kembali sampah secara langsung, baik untuk fungsi yang sama atau fungsi lain. Terutama sampah plastik (an-organik) yang multilayer yang dapat digunakan sebagai bahan kerajinan berupa: tas/dompet, wadah tissue, wadah pensil, sandal, paying, hingga jas hujan. Seperti pada kegiatan yang saya abadikan berikut ini.

Peralatan yang dibutuhkan: Mesin jahit, Benang jahit jenisnya   Andaria 20, Pur (untuk lapisan dalam), Pelipit, Resluiting, Mol/patern (pola lebar bahan), dan Cutter

Cara Membuat Kerajinan:

1. Pilih bahan plastik yang multilayer, kemudian cuci dengan detergent + disinfektan.

Foto dok pri.
Foto dok pri.
2. Setelah dicuci, bahan dijemur/ditiriskan.

Foto dok pri.
Foto dok pri.
3. Potong bahan dengan lebar yang sama, lalu dijahit untuk membuat lembaran.

Foto dok pri.
Foto dok pri.
4. Buat pola sesuai bentuk yang diinginkan.

Foto dok pri.
Foto dok pri.
5. Pola yang terbentuk dijahit sesuai keinginan, seperti untuk dompet, tas, sandal, dll.

Foto dok pri.
Foto dok pri.
6. Dihasilkan kerajinan yang sudah jadi

Foto dok pri.
Foto dok pri.
Contoh atau aplikasi lain dari Reuse yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti:
  • Menggunakan baterai yang dapat di-charge kembali.
  • Menjual atau memberikan sampah yang terpilah kepada pihak yang memerlukan.
  • Kaleng/baskom besar gunakan kembali untuk pot dan tempat sampah.
  • Gelas/botol plastik untuk pot bibit dan macam-macam kerajinan.
  • Bekas kemasan plastik tebal isi ulang untuk tas.
  • Potongan kain/baju bekas dapat digunakan untuk lap, keset.

3. Recycle (daur ulang), yaitu memanfaatkan kembali sampah setelah mengalami proses pengolahan. Seperti pengalaman saya saat melakukan praktek kunjungan lapangan di rumah daur ulang  Yayasan Nara Kreatif Perum Bumi Harapan Permai, Kramat Jati, Jakarta Timur milik Nezatullah Ramadhan. Yang mana, saya dan rekan-rekan melakukan pengolahan sampah an-organik menjadi barang yang bermanfaat yakni kertas daur ulang yang dikombinasikan dengan batang/gedebong pisang. Caranya;

1. Batang pisang yang telah dicacah, dijemur hingga kering. Lalu direbus dan direndam selama 1 hari hingga lunak.

Batang pisang yang telas direbus dan rendam selama 1 hari hingga lunak sebagai bahan baku produk kertas daur ulang di Yayasan Nara Kreatif. (foto dok pri).
Batang pisang yang telas direbus dan rendam selama 1 hari hingga lunak sebagai bahan baku produk kertas daur ulang di Yayasan Nara Kreatif. (foto dok pri).
2. Selanjutnya dicampur dengan potongan kertas bekas yang sudah dibusukkan dengan merendamnya di dalam air minimal selama 3 hari.

3. Lalu diblender untuk membuat bubur kertas dan dicampur dengan sedikit lem, pewarna dan rerumputan kering (sebagai tekstur).

Bubur kertas yang sudah diblender, siap dicetak menjadi kertas ataupun wallpaper nantinya. (foto dok pri).
Bubur kertas yang sudah diblender, siap dicetak menjadi kertas ataupun wallpaper nantinya. (foto dok pri).
4. Kemudian dicetak dan dijemur. Gedebong pisang dibutuhkan karena memiliki serat yang akan membuat bahan kertas semakin kuat. Dengan begitu, kertas akan terlihat lebih unik dan teksturnya akan terlihat lebih jelas, lebih alami dan lebih berkualitas.

Lembaran-lembaran kertas yang baru selesai dicetak dengan bahan baku limbah kertas dan gedebong pisang. (foto dok pri).
Lembaran-lembaran kertas yang baru selesai dicetak dengan bahan baku limbah kertas dan gedebong pisang. (foto dok pri).
Kertas daur ulang saat ini sudah banyak dipakai orang, apalagi di Jakarta. Dan setelah melakukan praktik, kami pun menyadari jika kertas daur ulang yang mempunyai harga cukup tinggi di toko-toko buku ternyata dapat dibuat dengan mudah. Pembuatan kertas daur ulang ini, selain mengurangi sampah, juga dapat mengurangi penebangan hutan yang merupakan bahan baku utama dalan pembuatan kertas.

Pengalaman saya berikutnya di Rumah Yayasan Nara Kreatif adalah menggunakan sampah plastik kemasan dan sampah eceng gondok untuk dijadikan sandal jepit. Ini merupakan salah satu cara memilih produk dan kemasan yang dapat didaur ulang dan mudah terurai.

Bahan yang diperlukan dalam pembuatan sandal ejeng gondok ini antara lain; Tangkai eceng gondok, Sol atau lembaran plastik ( foam atau karet), Benang nilon, Lem, Kain anyaman sebagai kap, Slang atau tali plastik diameter 1 cm. Sedangkan alat yang dibutuhkan meliputi; jarum, gunting, pisau, palu kayu, kuas dan pensil. 

Cara pembuatannya yakni dengan melekatkan atau menempelkan alas sandal (sol) dan kap (tutup) sandal yang dibuat dari anyaman kain dan tali tangkai ejeng gondok menjadi kesatuan yang utuh dan tidak mudah lepas. Tali ejeng gondok corak sasak/kepang ditempelkan atau dieratkan pada sol atau lembaran plastik atas dan bawah. Pembuatan sandal jepit dengan tali dari eceng gondok terbukti kuat atau tidak mudah putus.

Proses pembuatan sandal jepit dari eceng gondok yang kami praktekkan di Yayasan Nara Kreatif. (foto dok pri).
Proses pembuatan sandal jepit dari eceng gondok yang kami praktekkan di Yayasan Nara Kreatif. (foto dok pri).
Saya dan rekan-rekan saat mengunjungi Yayasan Nara Kreatif, melakukan praktik pembuatan kertas daur ulang dan sandal jepit eceng gondok. (foto dok pri).
Saya dan rekan-rekan saat mengunjungi Yayasan Nara Kreatif, melakukan praktik pembuatan kertas daur ulang dan sandal jepit eceng gondok. (foto dok pri).
Berfoto dengan Nezatullah Ramadhan, pendiri Yayasan Nara Kreatif yang menghasilkan produk-produk ramah lingkungan. (foto dok pri).
Berfoto dengan Nezatullah Ramadhan, pendiri Yayasan Nara Kreatif yang menghasilkan produk-produk ramah lingkungan. (foto dok pri).
Pengalaman saya berikutnya dalam kegiatan Recyle adalah Melakukan praktik pengolahan sampah organik menjadi kompos di balai teknik air minum dan sanitasi Bekasi . Pembuatan kompos sederhana untuk skala rumah tangga dapat dibuat dengan mudah. Caranya:

1. Sampah-sampah organik seperti dedaunan, sisa makanan dan sampah dapur dikumpulkan, lalu dicacah atau dipotong-potong.

Foto dok pri.
Foto dok pri.
2. Bahan lalu dicampur dengan serbuk gergaji atau sekam dengan perbandingan 1;1;1.

Foto dok pri.
Foto dok pri.
3. Bahan yang sudah dicampur diberi cairan EM4 (2 sendok makan untuk tiap 5 Kg) yang dapat dibeli di toko kimia atau toko pertanian dan 2 sendok makan gula, lalu diberi air secukupnya.

Larutan EM4 (Effective Microorgasims-4) yang di dalamnya berisi campuran beberapa mikroorganisme hidup yang menguntungkan bagi proses penyerapan/persediaan unsur hara dalam tanah dan mempercepat proses fermentasi. (foto dok pri).
Larutan EM4 (Effective Microorgasims-4) yang di dalamnya berisi campuran beberapa mikroorganisme hidup yang menguntungkan bagi proses penyerapan/persediaan unsur hara dalam tanah dan mempercepat proses fermentasi. (foto dok pri).
4. Masukkan bahan ke dalam komposter (misal komposter gentong) dan tutup rapat. Simpan komposter di tempat teduh. Pertahankan suhu dalam komposter 60-70 ◦C dengan cara mengaduk isinya sekali sehari, lalu tutup kembali. Jika tidak memiliki komposter, dapat dibuat lubang tanah atau wadah khusus lainnya yang ada penutupnya.

Sampah organik skala rumah tangga dikompos dengan alat komposter ( komposter gentong). (foto dok pri).
Sampah organik skala rumah tangga dikompos dengan alat komposter ( komposter gentong). (foto dok pri).
5. Dalam 7-14 hari adonan telah selesai terfermentasi dan siap digunakan. Bahan diangin-anginkan terlebih dahulu sebelum dipakai. Air yang mungkin keluar dari kompos (air lindi) dapat ditampung dan dimanfaatkan sebagai pupuk cair atau digunakan kembali untuk membantu pengomposan.

Kompos yang telah selesai terfermentasi dan siap digunakan. Olah sampah organik jadi kompos, sebagai salah satu cara mewujudkan budaya bersih dan senyum. (foto dok pri).
Kompos yang telah selesai terfermentasi dan siap digunakan. Olah sampah organik jadi kompos, sebagai salah satu cara mewujudkan budaya bersih dan senyum. (foto dok pri).
***

Dengan budaya atau pola 3R ini, sampah akan terkurangi sejak dari sumbernya. Sisanya yang tidak dapat dikelola sendiri, barulah dikumpulkan petugas dan dikelola di TPA (Tempat Pemrosesan Akhir). Prinsip ataupun pola 3R ini menjamin potensi pemanfaatan sampah organik sebagai bahan baku kompos dan sampah non organik sebagai bahan sekunder terutama kegiatan kerajinan dan industri seperti plastik, kertas, logam, gelas dan lain-lain.

Pengurangan sampah dengan 3R memang bukan hal mudah untuk dilakukan, karena akan sangat tergantung pada kemauan masyarakat dalam mengubah perilaku, yaitu dari pola pembuangan sampah konvensional menjadi pola pemilah sampah. Untuk itu diperlukan berbagai upaya baik langsung maupun tidak langsung seperti; Percontohan program dan kegiatan 3R, penyelenggaraan Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) 3R, Penyuluhan, Pemberdayaan dan pendampingan masyarakat, serta pendidikan/kampanye lingkungan. Selanjutnya kegiatan 3R akan dapat dilakukan dengan mengedepankan pengelolaan sampah berbasis masyarakat secara lebih memadai dan dapat menjadi gerakan bersih nasional.

Penyelenggaraan Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) 3R berbasis masyarakat terutama di kawasan pemukiman yang rentan terhadap sampah, saya pikir sangat penting untuk dilakukan, karena dapat menentukan keberhasilan upaya-upaya yang lain. Untuk itu dalam penerapan TPS 3 R berbasis masyarakat di kawasan permukiman, perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  • Komposisi dan karakteristik sampah, untuk memperkirakan jumlah sampah yang dapat dikurangi dan dimanfaatkan.
  • Karakteristik lokasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat, untuk mengidentifikasi sumber sampah dan pola penanganan sampah 3R yang sesuai dengan kemampuan masyarakat setempat.
  • Proses pemberdayaan masyarakat, untuk menyiapkan masyarakat dalam perubahan pola penangganan sampah dari proses konvensional “Kumpul-Angkut-Buang” menjadi “Minimalkan-Kumpul-Pilah-Olah-Angkut dan Buang Sisanya”.
  • Uji coba pengelolaan sebagai ajang pelatihan bagi masyarakat dalam melaksanakan berbagai metode 3R
  • Upaya memanfaatkan sampah dilakukan dengan menggunakan kembali sampah sesuai fungsinya seperti halnya pada penggunaan botol minuman atau kemasan lainnya.
  • Minimalisasi sampah hendaknya dilakukan sejak sampah belum terbentuk yaitu dengan menghemat penggunaan bahan, membatasi konsumsi sesuai dengan kebutuhan dan memilih bahan yang mengandung sedikit sampah.
  • Upaya  mendaur ulang sampah dapat dilakukan dengan memilah sampah menurut jenisnya, baik yang memiliki nilai ekonomis sebagai material daur ulang seperti kertas, plastik, gelas, logam dan lain-lain dengan cara sederhana dan mudah dilakukan masyarakat. Maupun sampah B3 rumah tangga seperti baterai bekas, bola lampu, aki, sisa insektisida dan lain-lain yang memerlukan penangganan khusus yang pengumpulannya dapat dilakukan sebulan sekali atau sesuai kebutuhan.
  • Pengomposan sampah diharapkan dapat diterapkan di sumber seperti rumah tangga, kantor, sekolah dll. Dengan komposter gentong yang alasnya dilubangi dan diisi kerikil dan sekam, merupakan cara sederhana karena seluruh sampah organik dapat dimasukkan dalam gentong.
  • Keberlanjutan pengelolaan, untuk menjamin kesinambungan proses pengelola sampah yang dapat dilakukan oleh masyarakat secara mandiri.

***

Saya yakin, prinsip 3R ini sangat perlu dibudayakan dan manfaatnya secara tidak langsung akan merubah perilaku dan memotivasi masyarakat untuk mengelola sampah dengan pola 3 R, terutama sampah plastik. Karena selain dapat membuka ilmu persampahan untuk masyarakat dari segi lingkungan, seperti mengurangi tingkat pencemaran dan menjaga kebersihan. Juga dapat mengembangkan potensi ekonomi dan jaringan usaha masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang terbuang menjadi nilai ekonomis. Selain itu peran dan dukungan dari pemerintah, swasta dan CSR nya, terkait dengan sosialisasi dan dana akan sangat membatu dalam pengembangan pengelolaan sampah dengan prinsip 3R ini.

Ayo jadikan Indonesia bersih berseri, sehat serta penuh senyuman dengan budaya 3R. Apalagi pepatah juga mengatakan "Kebersihan itu sebagian dari Iman". Kalau tidak, berarti negeri kita tidak ada orang beriman. 

***

Facebook dan Twitter

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun