Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Indahnya Rembulan, Teriknya Matahari"*

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Melindungi Anak dan Remaja dari Perilaku Menyimpang, Menyelamatkan Generasi Muda Indonesia

25 Juli 2016   20:27 Diperbarui: 25 Juli 2016   22:19 2304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Justru sangat dianjurkan orang tualah yang seharusnya memulai komunikasi dan diskusi agar anak mengetahui hal-hal yang pantas mereka ketahui, jika sang anak dirasa malu menanyakan kepada orang tua. Namun orang tua bahkan sering panik jika anak mulai bertanya atau bereaksi pegang-pegang alat kelamin. Padahal, anak memegang kelamin itu bagian dari fase eksplorasi mengenal tubuh mereka.  Secara alamiah, dalam masa pertumbuhan manusia, ada fase-fase di mana anak akan melakukan ekslorasi terhadap tubuh mereka, sehingga anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi untuk mengetahui apa yang terjadi dengan setiap bagian tubuhnya.

Alangkah baiknya jika si orang tua juga mulai memperkenalkan setiap bagian tubuh kepada anak, termasuk area genital atau alat kelamin dan memberitahukan fungsinya masing-masing. Bahkan ketika anak dilatih untuk belajar mandi sendiri, mereka juga belajar mengenai anggota tubuh. Dan seiring pertambahan usia, situasi ini selain belajar tentang kebersihan, juga mengajarkan  untuk membedakan anatara sentuhan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, baik diri sendiri maupun orang lain.

Anak belum mampu berpikir tentang sebab akibat, sehingga sulit bagi semua anak untuk berkata “tidak” atau “menolak” hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan anak. Makanya anak-anak sering menjadi korban dari pelecehan seksual ataupun kekerasan seksual seperti perkosaan atau pencabulan terutama oleh orang terdekatnya sendiri, seperti ayah kandung, ayah tiri, paman, kakek bahkan saudara laki-laki. Di saat berusia remaja (13-20 tahun), anak yang mengalami pelecehan seksual tersebut, tentu akan teringat akan perbuatan tersebut. Karena tidak teredukasi, mereka berfikir jika pelecehan yang dialaminya tersebut adalah hal yang tidak berdampak, maka mereka ingin merasakannya atau mengulanginya kembali pada lawan jenis yang mereka sukai terutama saat memasuki usia puber.  

Kita lihat saja kasus-kasut pelecehan seksual terhadap anak terus saja meningkat setiap setiap tahunnya. Kasus kekeraan seksual terhadap anak pada tahun 2015 telah mancapai sekitar seribuan lebih, dimana hampir 20 kasus dilakukan oleh ayah kandung sendiri dan ada sejumlah seratus lebih kasus dilakukan oleh ayah tiri. Hal ini tentu miris mengingat anak yang seharusnya dilindungi dan dijaga, malah sebaliknya menjadi target kejahatan orang tua. Di saat remaja anak-anak ini masa depannya tentu akan berakibat fatal.

Pendidikan seks dan kesehatan reproduksi sejak dini bukan hal yang tabu, dan akan lebih baik anak-anak mendapat pendidikan tersebut dari orang tua secara bijak daripada tempat lain yang belum tentu benar. Karena ketika seorang anak merasa tidak nyaman menanyakan hal-hal yang ingin mereka ketahui kepada orang tua, mereka akan berusaha mencari jawaban dari tempat lain. Padahal orang tua atau keluarga harusnya menjadi sumber pendidikan pertama dan utama yang harus dapat dipercaya oleh anak, daripada melalui teman, televisi, gadget ataupun internet yang mengadung situs porno.

Tanpa edukasi yang benar, akan menimbulkan perilaku seksualitas menyimpang. Inilah perlunya komunikasi edukatif dari orang tua, dan bagaimana komunikasi tersebut dibangun dengan anak agar anak dapat membentengi diri sendiri dan lebih bertanggung jawab dengan segala perilakunya. Namun perlu juga diperhatikan, komunikasi harus disesuaikan dengan usia anak. Misal jika orang tua melihat anaknya yang masih kecil tiba-tiba melihat tayangan di televisi yang berbau seksualitas ataupun pornografi, orang tua dapat mengalihkan ke hal-hal lain dengan respon yang sederhana, tanpa membuat sang anak bertanya-tanya ada apa dengan tayangan itu sehingga orang tua terlalu ketat menjaganya.

Ajarkan pendidikan seks dan kesehatan reproduksi pada anak sejak dini (gambar: kintakun-collection.co.id )
Ajarkan pendidikan seks dan kesehatan reproduksi pada anak sejak dini (gambar: kintakun-collection.co.id )
Menciptakan kehangatan di lingkungan keluarga dengan saling terbuka mengenai seksualitas membuat anak merasa nyaman mengkomunikasikan segala bentuk perubahan seksualitasnya. Jadi ditekankan jangan sampai anak lebih banyak memilih berkomunikasi dengan peran teknologi yang kian canggih dibanding komunikasi dengan orang tuanya.

Jadi orang tua atau keluarga harus membekali anak-anak-nya dengan pendidikan seks dan pendidikan kesehatan reproduksi sejak dini, terutama pada anak perempuan. Bukankah korban kejahatan seksual atau pelecehan seksual umumnya terjadi pada remaja perempuan? Pendidikan seks dan kesehatan reproduksi sejak dini mengajarkan anak-anak tentang fungsi reproduksinya dengan benar, terbuka dan sopan. Seperti pada anak perempuan, mereka harus tahu, mengerti dan memahami betapa mereka harus menghargai tubuh mereka. Tidak seorang-pun yang dapat melakukan hal-hal yang di luar kesopanan, termasuk dari ayah kandung ataupun ayah tiri mereka sendiri. Jadi curahkan perhatian kepada anak, terutama ketika mereka mengijak usia remaja khususnya terkait dengan pendidikan seks dan reproduksi.

Anak yang diberi bekal pendidikan dan pemahaman seksualitas sejak dini, maka anak akan tahu fungsi reproduksinya dan dampak dari penyimpangan prilaku orang dewasa. Ketika mereka tahu, maka anak-anak ataupun saat mereka remaja dan dewasa akan mempunyai pola pikir kuat mengenai batasan-batasan yang boleh dilakukan dan yang tidak, yang benar dan yang salah. Sehingga diharapkan dapat menjaga, membentengi diri sendiri ataupun  menyelamatkan diri serta mampu untuk berkata “tidak” atau “menolak” dari kerusakan moral yang mengancamnya.

Pendidikan seks di sini adalah pendidikan seks yang berlandaskan moral yang di dalamnya mengadung nilai-nilai moral agama, serta pemahamannya mudah untuk dipahami oleh anak-anak dan para remaja. Bukan pendidikan seks ala barat dengan pola pikir bebas yang diajarkan dalam proses pendidikannya. 

Pendidikan seks ala barat yang diajarkan ternyata telah menimbulkan rasa  keingintahuan dan ingin mencoba hubungan seksual antar remaja yang berujung pada penyakit seksual menular seperti Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune Deficiency Syndrome ( HIV/AIDS) serta dan Sindroma Premenstrual (PMS). Seperti adanya kegaiatan sex party para pelajar SMA di Jakarta yang pernah diberitakan atau diisukan oleh media massa dan elektronik beberapa waktu yang lalu. Maka dari itu pendidikan seks yang saya maksud juga penting dalam pencegahan penyakit seksual menular. Saat ini, hanya 30 % laki-laki muda dan 20 % wanita muda yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas dan benar  yang mereka butuhkan untuk melindungi diri dari tertularnya virus HIV/AIDS maupun virus PMS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun