Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Indahnya Rembulan, Teriknya Matahari"*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

#BahagiaDiRumah, Rumah Terbaik Rumah Kita Sendiri

31 Maret 2016   23:20 Diperbarui: 1 April 2016   00:27 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rumah adalah suatu tempat yang membekas dan mengenang hati kita. Di sanalah kita pertama kali membuka mata memandang dunia. Entah bagaimanapun bentuk rumah kita, baik besar, atau kecil, entah rumah kita di kota atau di desa. Namun di sana telah menyimpan banyak kenangan, kenangan itu terutama kita temukan di saat bersama keluarga yang sangat kita sayangi. Sehingga banyak yang mengatakan jika rumah adalah istana kita, tempat kelahiran kita, tempat kita disayang dan dimanja oleh orang tua kita, dan tempat kita menuntut ilmu demi masa depan.

Setiap orang pasti ingin mempunyai rumah untuk berteduh di waktu hujan, berlindung di waktu panas, termasuk saya. Rumah saya bisa bilang kecil, sederhana, biasa saja. Walaupun begitu, rumah yang kudiami sekarang sungguh besar jasanya buat saya dan keluarga saya yang selalu ramai dengan kebersamaan dan senyuman. Hanya rumah itu tempatku, di sana juga aku bisa menangis tanpa pura pura kuat dan dapat menjadi diriku sendiri yang sebenarnya. Di sana ku temukan orang yang benar benar mencintaiku.

[caption caption="Rumahku kini, rumah bantuan tsunami, telah 7 tahun kami tempati, dia telah jadi istana kami. (Dok Pri)"][/caption]

Ngomong-ngomom soal berbahagia di rumah ya, saya punya pengalaman yang cukup berkesan dengan seorang teman yang mengajarkan bagaimana kita harus selalu mensyukuri setiap rumah yang kita tinggali atau kita diami, walupun itu hanya sebuah rumah kost. Karena syukur adalah bahagia dan bahagia adalah syukur.

Saya memiliki seorang teman semasa kuliah dulu namanya Andi, ia adalah anak seorang juragan di sebuah kampung. Setamat SMA, orang tuanya menyekuliahkan Andi di sebuah kampus yang cukup ternama di sebuah kota. Merantaulah ia menutut ilmu. Saya beteman dengannya karena satu fakultas tapi beda jurusan. Di suatu waktu ia pun curhat kepada saya, ia mengeluh dan mengatakan kenapa orang tuanya menempatkannya di sebuah rumah kost yang sempit. Namun saya menilai rumah kost yang ditempatinya yang berjalan dua tahun itu demi menutut ilmu sudah cukup luas dengan kamar tidur berukuran 6 x 7 m, dua kamar mandi, dua shower dan dua toilet untuk lima orang. Di sekeliling rumah kost nya juga banyak tersedia toko-toko, warung-warung makanan hingga tempat –tempat olahraga. Namun sayang sekali keadaan yang menyenangkan itu tidak disadari oleh teman saya itu. Jangankan ia bersyukur, malahan ia kadang bersedih dan merasa bosan dengan rumah kost yang ia tempati sekarang.

Saya bilang ke dia, “kamu beruntung bisa tinggal di rumah kost seperti ini, dekat dengan pasar, bisa bermain voli setiap sore dengan orang-orang dan cukup dekat lagi dengan kampus, pintar sekali orang tua kamu mencarikan rumah kost buat anaknya.”

Cukup beda dengan rumah kost yang aku tempati saat itu dengan kamar 4 x 5 m. Lokasinya juga lebih jauh 4 km dari kampus dibanding dengan rumah kost teman saya yang anak juragan itu. Rumah kost yang saya tempati juga jauh dari pasar, tidak ada fasilitas olah raga dan warung-warung makanan di sekitarnya. Sehingga jika saya ingin makan di warung nasi, saya harus naik sepeda motor sejauh 2 km dan 3 km jika ingin bermain voli dan basket di suatu lapangan olahraga. Untunya saya mengambil ratangan di sebuah rumah yang tidak jauh dari rumah kost saya. Jadi hanya kadang-kadang saya pergi ke warung-warung nasi terutama saat merasa bosan dengan menu rantangannya.

Keadaan yang saya alami di atas, banyak juga dialami oleh mahasiwa dan mahasiswi lain saat itu, namun kebanyakan dari mereka jarang yang mengeluh dengan kondisi rumah kostnya. Bahkan ada yang tinggal di pelosok atau di pinggiran kota dalam waktu yang lama, tapi banyak dari mereka yang merasa tidak tersisih hingga mereka menamatkan kuliahnya. Rumah kost telah jadi istana mereka selama menutut ilmu, begitu juga dengan saya. Berbeda dengan teman saya yang anak juragan itu.

"Aku sangat kesal, bosan rasanya tinggal di rumah kost seperti ini, aku percaya kamu tentu dapat menolong aku. Tunjukan padaku, di mana rumah kost yang terbaik"! Curhat Andi saat itu kepada saya yang membuat saya heran, rumah kost yang se-keren itu dipandang membosankan baginya. (maaf saya tidak bisa menunjukkan foto rumah kost  andi yang dimaksud dengan alasan tidak etis dan kode etik menulis).

“Andi, lihatlah mahasiswa-mahasiswa lain yang memiliki rumah kost yang jauh lebih sempit dari rumah kostmu, termasuk aku, bahkan ada yang tinggal jauh dari pusat kota dan kampus. Cobalah bayangkan ketika kita dalam kondisi seperti mereka, maka akan timbul rasa syukur dalam hatimu. Dan sebaliknya ketika kamu melihat teman-teman mahasiswa lain yang rumah kostnya lebih luas daripada rumah kostmu, maka akan timbul rasa sempit dalam hatimu. Jadi, semua tergantung pada cara pandang kita. Maka, ubahlah segala pandanganmu menjadi pandangan syukur, maka rumah, dan hatimu akan terasa luas, percaya deh! Apalagi mencari rumah kost yang terbaik bukan perkara mudah di saat ini. Kamu harus bersyukur Andi, orang tuamu berhasil menemukan rumah kost seperti yang kamu tempati sekarang," ujarku panjang lebar.

“Aku tidak dapat tidur nyenyak lagi karena memikirkan rumah kost ku sekarang. Aku telah bosan ikhwanul dan tidak sanggup lagi tinggal di sini.” Andi tetap ngotot ingin pindah dari rumah kostnya dan terus mendesakku untuk mencari di mana letak rumah kost yang terbaik.

Matahari makin meninggi, saya akhirnya menyerah. Sambil berjalan mencari rumah kost, saya pun berhenti menunjukan sebuah rumah yang cukup megah dan mewah kepada Andi.

“Kamu lihat rumah itu, rumah mewah yang selalu kelihatan sepi. Ternyata pemilik rumah, si suami dan si istri sibuk merintis karir di tempat kerjanya masing-masing. Kata tetangga-tetangga dekat sini, mereka selalu pulang larut malam dalam waktu yang tidak bersamaan, dan apa yang terjadi selanjutnya? Setiap larut malam sering terdengar suara ribut-ribut di rumah mewah ini. Anak tunggal mereka sangat jarang mendapat perhatian dari orang tuanya dan memilih menyewa rumah kost yang dekat dengan kampusnya. Saya kenal sama anaknya, tetangga kampus kita lho, baginya tinggal di rumahnya sendiri seperti tinggal di neraka, karena hapir setiap hari dia mendengar kedua orang tuanya bertengkar.” Andi terdiam dan merenung mendengar ceritaku. (Maaf saya tidak bisa menunjukkan foto rumah mewah yang dimaksud dengan alasan tidak etis dan kode etik menulis).

“Kenapa kamu terdiam Andi?”

“Iya,ya! Ayahku juga punya teman dua orang petani di kampung. Aku pernah diajak ke rumah dua petani itu. Rumahnya sangat sederhana sekali di pinggiran sawah, asri berpadu dengan alam pedesaan.”

“Lalu.” Imbuhku

“Walaupun sederhana rumah keluarga petani itu selalu diselingi senyum dan tawa canda riang anak-anak sang petani. Dan yang membuat bapak-bapak petani itu betah di rumah dan langsung pulang ke rumah setelah bekerja dari sawah dan kebun adalah masakan enak sang istri mereka. Aku sama ayah pernah mencicipi masakan istri-istri bapak petani itu, benar-benar enak. Di situlah bapak-bapak petani itu mengatakan kenapa ia betah sekali di rumah dan tidak pergi ke tempat lain setelah pulang kerja. Ada kebersamaan yang hangat di keluarga petani itu, mereka sekeluarga nampak kompak, rukun sambil bergurau satu sama lain.”cerita Andi kepadaku penuh perasaaan.

[caption caption="Rumah sederhana milik seorang petani temannya bapak Andi, tampak asri berpadu dengan alam pedesaan bersama kehangatan keluarganya. (Dok Pri)"]

[/caption]

[caption caption="Rumah sederhana milik seorang petani berikutnya temannya bapak Andi, tampak asri berpadu dengan alam pedesaan bersama kehangatan keluarganya. (Dok Pri)"]

[/caption]

Aku hanya terdiam mendengar cerita Andi. Ada sesuatu yang berbeda dari raut wajah Andi setelah kami saling bercerita. Dan kami saling yakin dapat mengambil kesimpulan dari cerita kami masing-masing. Akupun berharap agar Andi bisa menyadari kesalahannya, dan mensyukuri pemberian Tuhan dari cerita kami masing-masing tadi.

Menyadari ada sesuatu yang beda dengan andi dan hari pun beranjak sore saya pun diam sejenak, berpikir dan mencari strategi.

“Nul, kenapa kamu diam? Udah siap lanjutkan perjalanan lagi kan cari rumah kost buat aku? Wanul………!

“Eeh, yaa.., kayaknya aku ngak bisa nenemin kamu lagi deh, aku harus ketemu dosen ada hal yang amat penting yang harus kubicarakan.

“Jadi kamu nggak mau nolong aku hari ini?

Bukan begitu, aku sanggup menolong, aku akan tunjukin arah menuju rumah kost yang terbaik itu. Tetapi kamu harus berjanji, setelah menempati rumah kost yang terbaik ini, tidak boleh pindah lagi, yaa." Andi pun mengerti dan menuruti permintaan saya.

"Sekarang, berjalanlah ke arah timur ikuti jalan ini, terus belok ke kiri, di situ ada supermarket yang cukup besar. Dari  supermarket itu jalan ke arah selatan yang akan kamu jumpai banyak persimpangan. Tidak jauh dari persimpangan itu, ada  sebuah jembatan yang cukup tinggi. Nah di samping kanan jembatan itu ada sebuah jalan kecil yang agak menurun yang jarang  di lewati, hanya ada kadang-kadang oleh para orang yang suka olah raga lari di pagi dan sore hari. Di tengah-tengah jalan kecil  itu ada sebuah kompleks perumahan dengan rumah-rumah kost terbaik, terutama untuk para mahasiswa. Disitulah ada rumah  kost terbaik untuk kamu Andi. Sekarang, kerjakan perintahku. Aku harus pergi segera, haripun sudah beranjak sore, sang dosen  aku yakin sudah pulang ke rumahnya."

Segala petunjuk yang kuberikan sepertinya dilaksanakan oleh Andi. Ia berjalan ke arah  timur, belok kiri, betul ada super market yang cukup besar. Ke arah selatan ada persimpangan. Lihat kanan, tengok ke kiri, tampak oleh Andi sebuah jembatan. Dari arah belakang persimpangan, segera ia berlari menuju jembatan. Terperanjatlah ia, dari atas jembatan ke arah kanan, ia bisa melihat sebuah kompleks perumahan dengan salah satu rumah kost tempat ia menginap selama ini. Dengan penuh kesadaran Andi mengerti maksud saya, ia merasa sangat malu. Rumah kost yang terbaik adalah rumah kost sendiri yang telah dipilih oleh orang tua kita. Ke mana saja kita pergi, tentu kembali ke rumah sendiri. Rumah yang terbaik adalah rumah sendiri, Maka berbahagialah di rumah sendiri, begitulah maknanya kira-kira.  

Pengalaman atapun kejadian di atas juga mengingatkan saya akan sepenggal lirik lagu oleh dari God Bless.

“Lebih baik di sini, rumah kita sendiri, segala nikmat dan anugerah yang kuasa, semuanya ada di sini, rumah kita, rumah kita ada di sini.”

Kemanapun saja kita melangkah pergi, pada akhirnya rumahlah yang menjadi tempat kita pulang kembali dan menetap di sana serta bahagia bersama cinta yang kita punya yang telah Tuhan Anugerahkan. Happy "NOVAVERSARY"#BahagiaDiRumah, Happy 28 th. Tidak ada yang bisa kuberi di hari special Tabloid Nova selain ucapan yang tulus dari hati melalui tulisan ini. "NOVAVERSARY” (Selamat ulang tahun yang ke-28 Nova), tanpa terasa 28 tahun sudah Tabloid Nova berdiri dengan berbagai rintangan yang dihadapi. Saya salut dengan Tabloid Nova yang selalu memberikan inspirasi dan solusi tepat untuk segala permasalahan dengan mendatangkan para nara sumber yang oke banget, terutama dari kalangan selebritis Indonesia. Kehadiran para nara sumber ini dapat lebih menginspirasi dan mengedukasi  masyarakat khususnya wanita-wanita Indonesia melalui berita dan informasi yang aktual, bermanfaat, inspiratif dan menarik untuk semua kalangan. Dan semoga keberadaan Tabloid Nova ini semakin menambah khazanah ilmu dan membangun budaya masyarakat untuk senang membaca dan lebih dekat lagi dengan buku, baik itu majalah, surat kabar, tabloid dll demi kemajuan dan pembangunan bangsa.

[caption caption="Banner “NOVAVERSARY #BahagiadiRumah” (www.kompasiana.com)."]

[/caption]

Semoga tema #BahagiaDiRumah di ulang tahun ke 28 Nova ini akan semakin menjadikan kita sosok pribadi yang dewasa, berpikir matang, penuh tanggung jawab dan penuh syukur. Semua masalah yang kita hadapi terutama dalam rumah tangga bukan akan menjauhkan hubungan kita dalam keluarga, melainkan semakin mendekatkan kita. karena permasalahan adalah sebuah ujian yang pasti ada dalam kehidupan berumah tangga diselesaikan dengan bijak, sehingga kita akan menjadi pribadi yang bahagia di rumah kita sendiri.

Sekali lagi Happy "NOVAVERSARY" ke 28. Panjang umur, sukses terus, terdepan, tambah kreatif, selalu diberikan kemudahan dan rezeki yang halal dan melimpah serta membawa keberkahan bagi kita semua atas informasinya.

Happy #28Novaversary

[caption caption="http://tabloidnova.com/"]

[/caption]

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun