Mohon tunggu...
Ikhtiyatoh
Ikhtiyatoh Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Ibu dari lima anak soleh solehah

Suka mendengarkan berita politik sambil bergelut di dunia perdapuran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dilema Peternak Sapi Perah New Zealand van Java

22 November 2024   09:50 Diperbarui: 8 Desember 2024   22:36 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah gencarnya sosialisasi Program Minum Susu Gratis, peternak sapi perah dan pengepul asal Boyolali justru mandi susu hingga membuang puluan ribu liter susu sapi segar. Sebagian masyarakat tentu berpikir, membuang susu merupakan perbuatan mubazir yang dilarang agama. Alangkah baiknya susu diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan atau diolah menjadi produk turunan. Namun, sayangnya, kondisi peternak sapi perah Boyolali tidak sesimpel itu. Mereka sedang tidak baik-baik saja hingga berhadapan dengan kondisi dilema.

Pembatasan Kuota Susu

Boyolali memutih setelah ratusan peternak sapi perah dan pengepul melakukan aksi mandi susu di Tugu Susu Tumpah, Boyolali, Jawa Tengah (9/11). Aksi tersebut merupakan bentuk protes buntut dari pembatasan kuota susu oleh Industri Pengelola Susu (IPS). Mereka juga membagikan 1.000liter susu segar secara gratis kepada warga. Aksi protes yang viral di media sosial tersebut diakhiri dengan membuang 50.000liter susu ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Winong, Boyolali.

Aksi membuang susu sapi tak hanya terjadi di Boyolali. Peternak sekaligus pengepul susu sapi asal Pasuruan, Jawa Timur, Bayu Aji Handayanto viral setelah membuang susu sapi ke area perkebunan. Aksi tersebut merupakan bentuk kecewa atas pembatasan kuota susu dari industri. Bayu mengungkapkan, industri hanya menerima susu 40 ton per hari sejak akhir September 2024, padahal sebelumnya bisa mencapai 70 ton per hari. Pembatasan kuota susu, menurutnya, tak hanya terjadi di Jawa Timur, tetapi juga di Jawa Barat (Kompas.com, 9/11/2024).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS), Sonny Effendhi mengungkapkan, pembatasan kuota dilakukan karena kualitas susu peternak lokal tidak sesuai standar perusahaan. Menurutnya, susu perternak lokal mengandung bahan-bahan tertentu yang tidak aman dikonsumsi masyarakat. Ia melanjutkan, susu lokal mengandung air, sugar syrup, karbonat, dan hidrogen peroksida. Oleh karena itu, menurutnya, industri lebih memilih impor dari Selandia Baru dan Amerika Serikat (cnnindonesia.com, 12/11/2024).

Tersandera Pajak

Selain berpolemik dengan pembatasan kuota susu, peternak sapi perah juga terbentur dengan masalah pajak. Sebelumnya, viral pengepul susu sapi perah, UD Pramono asal Boyolali mengaku akan menutup usahanya karena pusing ditagih pajak sebesar Rp671 juta. Pramono tak sanggup membayar pajak tersebut hingga berujung pemblokiran rekening bank pada tanggal 4 Oktober 2024. Padahal, menurutnya, ia rutin membayar pajak senilai Rp10 juta sejak memulai usaha tahun 2015 (detik.com, 10/11/2024).

Sungguh pilu mendengar kisah Pramono yang sempat ditagih pajak Rp2 miliar sebelum negosiasi menjadi Rp671 juta. Pada tahun 2018 Pramono sempat membayar pajak Rp5 juta. Namun, pajak naik menjadi Rp75 juta di tahun 2019 kemudian naik lagi menjadi Rp200 juta di tahun 2020. Penutupan UD Pramono akan berdampak besar pada nasib 1.300 peternak sapi di bawah naungannya. Selama ini, peternak sapi diberi kemudahan oleh Pramono terkait pakan, pinjaman bunga 0% serta mendapat harga susu lebih tinggi dari pasaran, yaitu Rp7.600,00.

Dengan diblokirnya rekening, UD Pramono tak bisa membeli susu dari peternak sapi. Ironis. Di saat pemerintah mempersiapkan pogram minum susu gratis, peternak sapi perah tersandera pembatasan kuota dan pajak. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran adanya permainan dalam perdagangan susu. Di tengah kondisi harga susu sapi yang belum ideal, mereka harus bersaing dengan susu impor. Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, menyatakan, harga ideal susu sapi segar Rp9.000,00 per liter, tetapi harga di pasaran hanya Rp7.000,00 per liter.

Budi mengungkap penyebab tingginya angka impor susu sapi karena produksi dalam negeri hanya memenuhi kuota 20% yaitu sebesar 837.223 ton. Sementara data konsumsi susu nasional tahun 2022-2023 sebesar 4,4 juta ton. Selain itu, menurutnya, negara pengekspor seperti Selandia Baru dan Australia memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia yang menghapus bea masuk produk susu. Hal ini menjadikan harga susu mereka lebih murah 5% dibanding harga susu dunia (finance.detik.com, 11/11/2024).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun