Departemen Luar Negeri AS bahkan menghentikan sementara pemrosesan visa di Kedutaan Besar AS di Bogot sebagai bagian dari sanksi. Ancaman ini cukup serius, mengingat Kolombia adalah salah satu mitra dagang utama AS di kawasan Amerika Latin. Kolombia dikenal sebagai pemasok utama minyak mentah dan bunga potong segar ke AS, dengan nilai perdagangan yang sangat penting bagi ekonomi kedua negara.
Bagi Trump, keberhasilan ini adalah bagian dari upaya untuk mengirim pesan kuat kepada negara-negara lain bahwa mereka memiliki kewajiban untuk menerima kembali warga negara mereka yang dideportasi.
Gedung Putih menyatakan bahwa tindakan tegas ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa kebijakan deportasi AS tidak dihambat oleh negara-negara lain. Pemerintah AS menegaskan bahwa mereka tidak akan ragu untuk memberlakukan sanksi ekonomi maupun diplomatik terhadap negara mana pun yang mencoba menolak kerja sama dalam masalah deportasi.
Kolombia sendiri sebenarnya telah lama menjadi mitra strategis Amerika Serikat, terutama dalam upaya pemberantasan narkoba. Namun, hubungan kedua negara mulai mengalami ketegangan sejak Gustavo Petro menjadi presiden pada 2022.
Sebagai presiden pertama Kolombia dari kalangan kiri, Petro telah mengambil pendekatan yang berbeda dalam hubungan bilateral dengan AS. Ia berusaha untuk lebih fokus pada agenda domestik dan menjaga jarak dari kebijakan AS yang dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilainya.
Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah warga Kolombia yang mencoba masuk ke Amerika Serikat melalui perbatasan Meksiko juga meningkat pesat. Berdasarkan data, Kolombia menjadi salah satu dari lima negara dengan jumlah penerbangan deportasi terbanyak dari AS.
Dari tahun 2020 hingga 2024, Kolombia menerima 475 penerbangan deportasi, berada di peringkat kelima setelah Guatemala, Honduras, Meksiko, dan El Salvador. Fenomena ini menunjukkan bahwa migrasi dari Kolombia ke AS terus menjadi isu penting dalam hubungan kedua negara.
Meskipun konflik ini akhirnya diselesaikan, ketegangan antara Kolombia dan Amerika Serikat mencerminkan tantangan yang lebih luas dalam kebijakan imigrasi global. Di satu sisi, negara-negara seperti Amerika Serikat berusaha memperketat kebijakan imigrasi untuk melindungi keamanan nasional.
Namun di sisi lain, negara-negara asal migran sering kali merasa bahwa kebijakan ini tidak menghormati hak asasi manusia dan martabat individu.
Bagi pemerintah Kolombia, keputusan untuk menerima kembali warganya yang dideportasi adalah langkah pragmatis untuk menjaga hubungan bilateral yang sangat penting dengan Amerika Serikat.
Namun, langkah ini juga menunjukkan betapa kompleksnya hubungan diplomatik di tengah tekanan ekonomi dan politik yang semakin intens. Sementara itu, bagi pemerintahan Trump, keberhasilan ini menjadi bukti bahwa pendekatan keras terhadap kebijakan imigrasi dapat membuahkan hasil yang diinginkan.