Peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) 2025 yang mengusung tema "Pilih Makanan Bergizi untuk Keluarga Sehat" kembali mengingatkan pentingnya gizi seimbang sebagai fondasi kesehatan bangsa.
Dalam konteks ini, Kementerian Kesehatan RI mengajak masyarakat untuk memperhatikan keempat pilar gizi seimbang: konsumsi makanan beraneka ragam, pola hidup aktif, pola hidup bersih, dan menjaga berat badan ideal.
Namun, sejauh mana kita telah memahami dan mengaplikasikan pilar-pilar ini dalam kehidupan sehari-hari?
Gizi seimbang bukan sekadar slogan, melainkan kunci untuk membangun keluarga sehat dan produktif. Sayangnya, realitas menunjukkan masih banyak masyarakat Indonesia yang menghadapi tantangan kekurangan gizi.
Menarik untuk melihat bagaimana setiap pilar gizi seimbang dapat memengaruhi kondisi kesehatan keluarga dan apa yang bisa kita lakukan untuk mewujudkan tema besar HGN tahun ini.
Pilar Pertama: Konsumsi Makanan Beraneka Ragam
Kekurangan gizi sering kali diawali oleh pola makan monoton yang tidak memenuhi kebutuhan tubuh akan karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Contohnya, anak-anak di daerah terpencil yang hanya mengonsumsi nasi tanpa lauk bernutrisi tinggi sering menunjukkan tanda-tanda seperti lemas, kulit kering, atau pertumbuhan yang terhambat.
Inilah mengapa Kementerian Kesehatan RI terus mendorong masyarakat untuk mengonsumsi makanan bergizi beragam, seperti sayur, buah, dan sumber protein yang mudah didapatkan.
Namun, tantangannya adalah meningkatkan kesadaran bahwa makanan bergizi tidak selalu mahal. Program edukasi berbasis lokal, seperti memanfaatkan sumber daya setempat---sayur dari kebun keluarga atau ikan dari perairan lokal---dapat menjadi solusi yang relevan.
Pilar Kedua: Pola Hidup Aktif dan Berolahraga
Meski makanan bergizi penting, itu saja tidak cukup tanpa aktivitas fisik. Gaya hidup sedentari, terutama di perkotaan, kian meningkatkan angka obesitas bahkan pada anak-anak. Padahal, obesitas adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang kerap diabaikan.
Dalam konteks keluarga, pola hidup aktif dapat dimulai dari hal sederhana seperti olahraga bersama di akhir pekan atau memperbanyak aktivitas fisik di luar rumah.
Namun, pola ini sulit diterapkan jika keluarga masih belum memahami hubungan antara aktivitas fisik dengan kesehatan jangka panjang. Oleh karena itu, Kemenkes juga harus memperkuat kampanye bahwa olahraga bukan hanya untuk orang dewasa, melainkan gaya hidup wajib bagi semua anggota keluarga.
Pilar Ketiga: Pola Hidup Bersih dan Sehat
Pilar ini erat kaitannya dengan kebersihan lingkungan dan pribadi. Tanpa pola hidup bersih, nutrisi dari makanan bergizi akan sia-sia karena tubuh rentan terhadap penyakit infeksi. Data menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk memiliki risiko stunting lebih tinggi.
Melalui HGN 2025, pemerintah harus mendorong masyarakat untuk mulai dari langkah kecil, seperti mencuci tangan sebelum makan, memastikan makanan higienis, dan menjaga lingkungan rumah tetap bersih. Program edukasi di sekolah dan posyandu dapat menjadi ujung tombak perubahan perilaku ini.
Pilar Keempat: Menjaga Berat Badan Ideal
Masalah berat badan yang tidak ideal, baik terlalu kurus maupun obesitas, sering kali berakar dari kurangnya pemahaman masyarakat tentang kebutuhan energi harian. Misalnya, banyak orang tua yang salah kaprah dengan menganggap anak gemuk adalah anak sehat, padahal kelebihan berat badan justru meningkatkan risiko penyakit kronis di masa depan.
Sebagai respons, Kemenkes perlu memperkuat edukasi tentang indeks massa tubuh (IMT) yang ideal dan cara menghitung kebutuhan kalori harian. Pendampingan melalui program keluarga sehat atau aplikasi kesehatan berbasis teknologi dapat menjadi inovasi yang mendukung pencapaian berat badan ideal dalam setiap keluarga.
Refleksi Menuju Keluarga Sehat
Tema HGN 2025 adalah pengingat bahwa setiap keluarga memiliki peran penting dalam menciptakan generasi yang sehat dan produktif. Namun, mewujudkan visi ini bukan tugas mudah. Kementerian Kesehatan tidak bisa berjalan sendiri; dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta untuk memperkuat akses terhadap makanan bergizi, edukasi kesehatan, dan fasilitas olahraga.
Kesehatan keluarga adalah cerminan kualitas bangsa. Dengan menerapkan keempat pilar gizi seimbang, keluarga Indonesia dapat menjadi pondasi yang kokoh bagi terciptanya masyarakat yang sehat, kuat, dan berdaya saing.
Mari jadikan HGN 2025 momentum untuk berbenah, karena gizi seimbang bukan hanya kebutuhan, tetapi juga investasi masa depan.
Sejarah Hari Gizi Nasional
Hari Gizi Nasional di Indonesia merupakan bagian dari upaya meningkatkan kualitas gizi masyarakat. Inisiatif ini dimulai pada tahun 1950 ketika Menteri Kesehatan, dr. J. Leimena, menunjuk Prof. Poorwo Soedarmo sebagai kepala Lembaga Makanan Rakyat (LMR). Pada masa itu, LMR dikenal dengan nama Instituut Voor Volksvoeding (IVV) dan berada di bawah naungan Lembaga Penelitian Kesehatan. Prof. Poorwo Soedarmo hingga kini dihormati sebagai "Bapak Gizi Indonesia."
Pada 25 Januari 1951, LMR mendirikan "Sekolah Juru Penerang Makanan," yang kemudian menjadi cikal bakal berkembangnya tenaga penggiat gizi di Indonesia hingga menyebar ke berbagai perguruan tinggi di seluruh negeri. Oleh karena itu, tanggal 25 Januari dipilih sebagai Hari Gizi Nasional.
Hari Gizi Nasional pertama kali dirayakan pada pertengahan 1960-an oleh LMR. Sejak tahun 1970-an, pelaksanaannya dikelola oleh Direktorat Gizi Masyarakat dan terus dilaksanakan hingga hari ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI