Dalam beberapa tahun terakhir, tata kelola pendidikan di Indonesia menjadi perhatian utama pemerintah. Tujuan utamanya adalah menciptakan efisiensi, transparansi, dan profesionalitas. Di balik perubahan ini terdapat semangat untuk mengembalikan fokus jabatan kepada fungsi utamanya, termasuk menjadikan posisi Kepala Sekolah sebagai tugas tambahan bagi guru.
Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 5958/B/HK.03.01/2022, Kepala Sekolah bukan lagi jabatan struktural maupun fungsional, melainkan tugas tambahan yang diemban guru untuk memimpin satuan pendidikan.
Pada tanggal 10 Desember 2024, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Nomor 21 Tahun 2024 resmi diterbitkan, membawa angin segar sekaligus tantangan baru dalam dunia pendidikan.
Salah satu poin utama dari peraturan ini adalah penghapusan istilah "Kepala Sekolah," yang kini digantikan dengan sebutan baru: "Kepala Satuan Pendidikan."
Langkah ini, menurut Menteri PANRB Rini Widyantini, merupakan bagian dari upaya besar pemerintah untuk menyederhanakan nomenklatur jabatan dan mempertegas tugas serta tanggung jawab di lingkungan pendidikan. Namun, apakah perubahan ini sekadar permainan istilah, atau ada makna yang lebih mendalam?
Syarat Ketat, Peluang Terbuka
Penghapusan istilah "Kepala Sekolah" diiringi dengan penetapan kriteria yang lebih spesifik untuk para guru yang ingin menjabat sebagai "Kepala Satuan Pendidikan." Persyaratan ini mencakup:
- Kualifikasi akademik minimal S1 atau D4.
- Memiliki sertifikat pendidik yang diakui.
- Sertifikat pelatihan Calon Kepala Sekolah (CKS) atau sertifikat Guru Penggerak (GP).
- Berstatus PNS dengan pangkat minimal Penata Muda Tingkat I (Golongan III/b).
- Jenjang jabatan minimal Guru Ahli Pertama.
- Berusia di bawah 56 tahun.
Yang menarik, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, menegaskan bahwa jabatan ini terbuka bagi semua guru, baik yang mengikuti program Guru Penggerak maupun tidak. Hal ini menandakan bahwa transformasi ini juga membawa peluang lebih luas dan inklusif, selama guru memenuhi syarat yang telah ditentukan.
Implementasi yang Tidak Instan
Perubahan ini tentu saja membutuhkan waktu untuk implementasi yang maksimal. Peraturan MenPAN RB Nomor 21 Tahun 2024 memberi tenggat waktu hingga akhir 2026 untuk menghapus istilah "Kepala Sekolah" secara menyeluruh dan menggantinya dengan "Kepala Satuan Pendidikan."
Namun, penerapan aturan ini tidak sesederhana mengubah istilah. Ada banyak aspek administratif yang harus disesuaikan, mulai dari dokumen resmi seperti surat keputusan (SK), surat tugas, hingga laporan sekolah. Selain itu, sosialisasi kepada para guru juga menjadi tantangan besar.
Mengurai Dampak Positif Perubahan
Tidak dapat disangkal, perubahan ini membawa beberapa dampak positif yang signifikan, di antaranya:
- Penyederhanaan Nomenklatur: Perubahan istilah menciptakan konsistensi dalam penyebutan jabatan, sehingga tata kelola menjadi lebih sederhana.
- Peningkatan Profesionalitas: Dengan persyaratan yang lebih ketat, hanya guru yang memiliki kompetensi dan kualifikasi yang layak menjabat.
- Kesetaraan Peluang: Perubahan ini membuka peluang bagi lebih banyak guru, terlepas dari apakah mereka berasal dari program Guru Penggerak atau jalur lainnya.
Tantangan yang Harus Ditaklukkan
Di balik dampak positifnya, transformasi ini juga memunculkan tantangan yang tidak kecil, seperti:
- Penyesuaian Administratif: Dokumen resmi harus diperbarui, yang membutuhkan waktu dan sumber daya tambahan.
- Sosialisasi yang Efektif: Penting untuk memastikan para guru memahami perubahan ini, termasuk implikasinya terhadap tugas dan tanggung jawab mereka.
- Kesiapan Operasional Sekolah: Perubahan istilah tidak boleh mengganggu aktivitas sehari-hari sekolah atau hubungan dengan masyarakat.
Sebuah Langkah Menuju Profesionalisme Pendidikan
Meskipun terlihat sederhana, perubahan dari "Kepala Sekolah" menjadi "Kepala Satuan Pendidikan" adalah langkah besar menuju penyederhanaan dan profesionalisme dalam tata kelola pendidikan.
Pemerintah berharap, dengan istilah baru ini, pemimpin satuan pendidikan akan lebih fokus pada tugas utamanya, yaitu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan inklusif.
Namun, kesuksesan transformasi ini tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga pada komitmen seluruh ekosistem pendidikan---guru, siswa, dan masyarakat. Sebab, pada akhirnya, pendidikan adalah kerja bersama untuk menciptakan generasi penerus yang unggul.
Sebagai bangsa yang terus belajar dari masa lalu dan memandang ke depan, mari kita dukung perubahan ini dengan semangat yang sama: demi pendidikan Indonesia yang lebih baik dan berkelas dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H